Institut Pertanian Bogor (IPB) membuat inovasi kain dari limbah kelapa sawit yang terus dikembangkan untuk menyambut tren busana era masa depan menggantikan kain dari kapas.
Rektor IPB Arif Satria saat dikonfirmasi ANTARA, Rabu, mengatakan biomaterial yang dikembangkan dari limbah kelapa sawit memiliki keunggulan tidak menggunakan proses kimia sehingga ramah lingkungan dan dapat bersaing dengan inovasi yang dilakukan negara-negara maju.
"Kain dari limbah sawit ini luar biasa, kalau di China ada yang membuat kain dari rumput laut, IPB memberi inovasi kain dari limbah sawit," katanya.
Menurut Arif, penelitian mengenai limbah kelapa sawit menjadi benang sebagai bahan dasar pakaian adalah komitmen IPB untuk mengupayakan pengolahan tingkat hilir atau akhir tanaman penghasil crude palm oil (CPO) atau minyak sawit itu sehingga dapat bermanfaat dan bernilai ekonomi untuk masyarakat.
Baca juga: Pemkot Bogor gandeng IPB atasi stunting melalui Go-Roasting
Kain dari limbah kelapa sawit ini telah menjadi produk jaket anti luntur dan panas serta rompi anti peluru, tas dan sepatu. Kain ini dapat dikembangkan masyarakat menjadi berbagai produk pakaian. Selain itu, limbah kelapa sawit juga digunakan untuk bahan dasar helm, pakan sapi dan kosmetik.
Arif menerangkan, IPB telah melakukan inovasi dari hulu hingga hilir mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit untuk mempersempit isu biodiversitas atau keanekaragaman hayati yang terkikis oleh tanaman tersebut. Di antaranya menghasilkan teknologi mesin untuk memupuk hasil rekomendasi dari satelit yang memantau kebutuhan pupuk per tanaman dan instrumen pemantau biodiversitas di sekitar kebun kelapa sawit.
"Jadi dari sisi hulu kita sudah banyak lahirkan inovasi, di hulu juga sudah banyak. Indonesia disorot masalah biodiversitas semakin langka salah satunya karena sawit, nah kita sudah banyak lakukan inovasi untuk menjaga itu," ungkapnya.
Baca juga: IPB sambut baik ajakan Dubes RI bentuk Global Talent di Korsel
Peneliti IPB mengenai inovasi kain limbah kelapa sawit Dr Siti Nikmatin menuturkan risetnya berawal dari perhatian terhadap persaingan industri pakaian lokal dan impor cukup dinamis sehingga penguatan material dari dalam negeri perlu diperkaya.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan e-commerce, industri kreatif menjadi strategis di tengah jumlah penduduk usia remaja dan produktif yang terus meningkat dengan daya beli yang tinggi terhadap pakaian.
IPB kemudian mengembangkan inovasi dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang merupakan sampah organik kelapa sawit atau biomass yang meningkat seiring produksi CPO dan minyak nabati diubah menjadi biomaterial benang pilin sebagai bahan dasar kain dan stapel rayon viskosa. Biomaterial ini adalah kebaruan bahan baku dari sampah organik non kapas untuk pakaian.
Baca juga: Yayasan Alumni Peduli IPB beri ratusan beasiswa untuk mahasiswa baru angkatan 60
Ia menyampaikan, keunggulan biomaterial benang pilin dan stapel rayo viskosa dari limbah kelapa sawit ini ialah memiliki sifat mekanis, optik dan termal merujuk pada standarisasi tekstil dari standar nasional Indonesia (SNI). Inovasi ini ramah lingkungan dan rendah emisi karena bahan baku yang digunakan adalah sampah organik kelapa sawit yang diproduksi tanpa bahan kimia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Rektor IPB Arif Satria saat dikonfirmasi ANTARA, Rabu, mengatakan biomaterial yang dikembangkan dari limbah kelapa sawit memiliki keunggulan tidak menggunakan proses kimia sehingga ramah lingkungan dan dapat bersaing dengan inovasi yang dilakukan negara-negara maju.
"Kain dari limbah sawit ini luar biasa, kalau di China ada yang membuat kain dari rumput laut, IPB memberi inovasi kain dari limbah sawit," katanya.
Menurut Arif, penelitian mengenai limbah kelapa sawit menjadi benang sebagai bahan dasar pakaian adalah komitmen IPB untuk mengupayakan pengolahan tingkat hilir atau akhir tanaman penghasil crude palm oil (CPO) atau minyak sawit itu sehingga dapat bermanfaat dan bernilai ekonomi untuk masyarakat.
Baca juga: Pemkot Bogor gandeng IPB atasi stunting melalui Go-Roasting
Kain dari limbah kelapa sawit ini telah menjadi produk jaket anti luntur dan panas serta rompi anti peluru, tas dan sepatu. Kain ini dapat dikembangkan masyarakat menjadi berbagai produk pakaian. Selain itu, limbah kelapa sawit juga digunakan untuk bahan dasar helm, pakan sapi dan kosmetik.
Arif menerangkan, IPB telah melakukan inovasi dari hulu hingga hilir mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit untuk mempersempit isu biodiversitas atau keanekaragaman hayati yang terkikis oleh tanaman tersebut. Di antaranya menghasilkan teknologi mesin untuk memupuk hasil rekomendasi dari satelit yang memantau kebutuhan pupuk per tanaman dan instrumen pemantau biodiversitas di sekitar kebun kelapa sawit.
"Jadi dari sisi hulu kita sudah banyak lahirkan inovasi, di hulu juga sudah banyak. Indonesia disorot masalah biodiversitas semakin langka salah satunya karena sawit, nah kita sudah banyak lakukan inovasi untuk menjaga itu," ungkapnya.
Baca juga: IPB sambut baik ajakan Dubes RI bentuk Global Talent di Korsel
Peneliti IPB mengenai inovasi kain limbah kelapa sawit Dr Siti Nikmatin menuturkan risetnya berawal dari perhatian terhadap persaingan industri pakaian lokal dan impor cukup dinamis sehingga penguatan material dari dalam negeri perlu diperkaya.
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan e-commerce, industri kreatif menjadi strategis di tengah jumlah penduduk usia remaja dan produktif yang terus meningkat dengan daya beli yang tinggi terhadap pakaian.
IPB kemudian mengembangkan inovasi dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang merupakan sampah organik kelapa sawit atau biomass yang meningkat seiring produksi CPO dan minyak nabati diubah menjadi biomaterial benang pilin sebagai bahan dasar kain dan stapel rayon viskosa. Biomaterial ini adalah kebaruan bahan baku dari sampah organik non kapas untuk pakaian.
Baca juga: Yayasan Alumni Peduli IPB beri ratusan beasiswa untuk mahasiswa baru angkatan 60
Ia menyampaikan, keunggulan biomaterial benang pilin dan stapel rayo viskosa dari limbah kelapa sawit ini ialah memiliki sifat mekanis, optik dan termal merujuk pada standarisasi tekstil dari standar nasional Indonesia (SNI). Inovasi ini ramah lingkungan dan rendah emisi karena bahan baku yang digunakan adalah sampah organik kelapa sawit yang diproduksi tanpa bahan kimia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023