Bekasi (Antara Megapolitan) - Warga di tiga kelurahan Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, meminta kompensasi pendidikan anak atas munculnya permasalahan lingkungan akibat pengelolaan sampah DKI Jakarta di wilayah mereka.
"Kami minta pemerintah daerah mendengar keinginan itu. Karena bantuan untuk pendidikan tidak dirasa oleh masyarakat Bantargebang sejak 30 tahun DKI buang sampah di tempat kami," kata Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan (AMPP) Bantargebang Abdul Somad di Bekasi, Kamis.
Menurut dia, Pemerintah Kota Beksi maupun DKI Jakarta bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Somad mengatakan, ada lima poin tuntutan yang dilayangkan ke pemerintah daerah terkait kompensasi pendidikan, yakni pembangunan gedung sekolah dari tingkat SD hingga SMA/SMK dengan standar internasional, pembebasan seluruh biaya operasional sekolah, penyediaan sarana angkutan bus sekolah di masing-masing kelurahan, pengadaan program beasiswa untuk siswa berprestasi ke jenjang universitas dan penyelenggaraan program kejar paket A, B dan C secara gratis.
"Selama ini Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di tingkat kelurahan hanya fokus di sektor pembangunan infrastruktur, seperti jalan, masjid, Posyandu dan sarana umum lainnya. Padahal masih banyak anak-anak di sana yang tidak mendapat pendidikan secara layak," katanya.
Bahkan, kata dia, uang kompensasi bau (community development) yang diterima warga sebesar Rp300 ribu per bulan dianggap kurang.
"Itu saja dipotong Rp100 ribu untuk pembangunan infrastruktur, sementara sisa uangnya digunakan untuk keperluan lain seperti membeli air isi ulang karena kualitas air tanah yang tidak bagus.
Dikatakan Somad, tiga kelurahan yang menuntut kompensasi itu di antaranya Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Sumurbatu dan Kelurahan Ciketing Udik.
Timbunan sampah di TPST Bantargebang memberikan dampak negatif terhadap warga dan lingkungan sekitar, seperti ancaman penyakit diare, infeksi saluran pernapasan akut (Ispa), gatal-gatal dan sebagainya.
"Belum lagi citra daerah kami yang banyak disebut warga daerah tempat pembuangan sampah," katanya.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Bekasi, saat ini sudah terdapat 26 SD di tiga kelurahan tersebut, sepuluh di antaranya milik swasta.
Jumlah SMP sebanyak tujuh sekolah, lima di antaranya milik swasta, satu SMA Negeri, dan empat SMK di antaranya tiga swasta.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Kami minta pemerintah daerah mendengar keinginan itu. Karena bantuan untuk pendidikan tidak dirasa oleh masyarakat Bantargebang sejak 30 tahun DKI buang sampah di tempat kami," kata Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan (AMPP) Bantargebang Abdul Somad di Bekasi, Kamis.
Menurut dia, Pemerintah Kota Beksi maupun DKI Jakarta bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anak sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
Somad mengatakan, ada lima poin tuntutan yang dilayangkan ke pemerintah daerah terkait kompensasi pendidikan, yakni pembangunan gedung sekolah dari tingkat SD hingga SMA/SMK dengan standar internasional, pembebasan seluruh biaya operasional sekolah, penyediaan sarana angkutan bus sekolah di masing-masing kelurahan, pengadaan program beasiswa untuk siswa berprestasi ke jenjang universitas dan penyelenggaraan program kejar paket A, B dan C secara gratis.
"Selama ini Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) di tingkat kelurahan hanya fokus di sektor pembangunan infrastruktur, seperti jalan, masjid, Posyandu dan sarana umum lainnya. Padahal masih banyak anak-anak di sana yang tidak mendapat pendidikan secara layak," katanya.
Bahkan, kata dia, uang kompensasi bau (community development) yang diterima warga sebesar Rp300 ribu per bulan dianggap kurang.
"Itu saja dipotong Rp100 ribu untuk pembangunan infrastruktur, sementara sisa uangnya digunakan untuk keperluan lain seperti membeli air isi ulang karena kualitas air tanah yang tidak bagus.
Dikatakan Somad, tiga kelurahan yang menuntut kompensasi itu di antaranya Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Sumurbatu dan Kelurahan Ciketing Udik.
Timbunan sampah di TPST Bantargebang memberikan dampak negatif terhadap warga dan lingkungan sekitar, seperti ancaman penyakit diare, infeksi saluran pernapasan akut (Ispa), gatal-gatal dan sebagainya.
"Belum lagi citra daerah kami yang banyak disebut warga daerah tempat pembuangan sampah," katanya.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Bekasi, saat ini sudah terdapat 26 SD di tiga kelurahan tersebut, sepuluh di antaranya milik swasta.
Jumlah SMP sebanyak tujuh sekolah, lima di antaranya milik swasta, satu SMA Negeri, dan empat SMK di antaranya tiga swasta.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016