Jakarta (Antara) - Organisasi lingkungan internasional Forest Stewardship Council (FSC) mengkampanyekan penggunaan berbagai produk hasil hutan yang baik dan ramah lingkungan kepada produsen dan konsumen.

"Kami menargetkan pengenalan sertifikasi FSC kepada dwipihak sekaligus," kata FSC Indonesia Representative Hartono Prabowo dalam penjelasan kepada Antara di Jakarta, Selasa.

FSC adalah organisasi global dan nirlaba untuk memromosikan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab.

Didampingi Business Development-FSC Indonesia,
Indra Setia Dewi, ia menjelaskan pemahaman dan kesadaran konsumen di Indonesia untuk hanya mengonsumsi produk kayu ramah lingkungan masih minim, sehinga perlu ditingkatkan.

Terlebih, kata dia, konsumen dapat menarik produsen untuk beroperasi dan bekerja secara ramah lingkungan dan bertanggung jawab.

"Karena itu, upaya menuju proses produksi yang ramah lingkungan tidak hanya menjadi tanggung jawab oleh konsumen sebagai pengguna tetapi juga oleh produsen, termasuk untuk produk konsumen berbasis hasil hutan," katanya.

Apalagi, bila mengingat bahwa penduduk Indonesia yang telah mencapai 250 juta jiwa merupakan pasar yang besar dan berpotensi menjadi menyebab tidak langsung kerusakan dan kehilangan hutan yang pada akhirnya mengganggu kelestarian hutan dan hasil hutan.

Dalam skema sertifikasi, kata dia, konsumen diberikan kemudahan dalam mengenali produk yang dimaksud, karena setiap produk yang telah mengantongi sertifikat FSC akan mendapat label FSC.

Ia merujuk Global Market Survey FSC 2014 mengungkapkan bahwa 82 persen pemegang sertifikat FSC menyatakan mengaku nilai tambah produknya meningkat dengan adanya sertifikat FSC, 85 persen menyatakan label FSC membantu mengomunikasikan strategi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) mereka kepada publik.

"Sedangkan 90 persen mendapatkan citra yang positif dengan menggunakan label FSC," katanya.

Keunggulan yang dimiliki FSC, katanya mengutip Forest Ethics (2011), Market Info Pack (2015), UPM Raflatac (2016), menyebabkan konsumen beralih menggunakan dan memproduksi produk berlabel FSC, serta menyatakan komitmennya terhadap FSC.

Menurut survei yang dilakukan oleh Paper Impact pada 2007, sembilan dari 10 konsumen di Eropa lebih memilih kemasan dari kertas karena dipandang lebih ramah lingkungan.

Saat ini, katanya, supermarket besar di Eropa sudah melarang penggunaan kantong plastik belanja bahkan mengenakan pajak penggunaan plastik.

Di Indonesia sejak 2015 pemerintah dan supermarket besar sudah menerapkan kebijakan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik belanja.

Hal ini menunjukkan penggunaan plastik di dalam retail dan industrisudah mengalami tekanan.

"Kondisi ini dapat menjadikan kertas menjadi alternatif yang baik," katanya.

Dia menambahkan, kemasan kertas memiliki keunggulan kompetitif, terlebih bila kertas yang digunakan memiliki label FSC yang menyatakan kejelasan asal usul bahan baku yang digunakan serta nilai ramah lingkungan dan ramah sosial yang terkandung di dalam label FSC.

Terkait upaya meningkatkan kesadaran konsumen akan produk yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab, pihaknya melakukan kegiatan edukasi dan komunikasi kepada masyarakat melalui momentum "FSC Friday" 2016.

Kegiatan itu merupakan bentuk perayaan produk ramah lingkungan dan bertanggung jawab setiap tahun yang diselenggarakan secara serentak di seluruh dunia, dan menjadi salah satu program bagi FSC Indonesia untuk melakukan kampanye dan edukasi kepada konsumen secara lebih luas.

Acara "FSC Friday" 2016 di Jakarta diisi dengan berbagai macam kegiatan seperti pameran dari produk-produk ramah lingkungan, lomba mewarnai bagi anak-anak, mendongeng, temu wicara terkait hutan dan pohon, dan penampilan musik.

"Kami berharap dengan perhelatan tahunan FSC Friday ini dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dalam format yang ringan dan mudah dicerna sehinga masyarakat lebih mudah untuk memahami apa dan bagaimana memilih produk ramah lingkungan," kata Hartono Prabowo.

Pewarta: Andy Jauhari

Editor : Andi Firdaus


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016