Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) Moh Jumhur Hidayat mengatakan, dari berbagai fenomena kebijakan yang dilahirkan oleh rezim saat ini, terutama rezim eksekutif dan legislatif nampak bahwa kebijakan itu disetir atau dikendalikan oleh oligarki.

KSPSI sebagai organisasi buruh terbesar dan paling tersebar di nusantara, tidak akan memperkokoh warisan rezim oligarki seperti itu.

"Dari awal kami menentang boneka oligarki baik yang di eksekutif maupun legislatif. Karena itu suara-suara yang kami kobarkan dalam demo-demo juga akan sama dengan orientasi politik dalam hajatan pilpres mendatang. Satu dalam kata dan perbuatan, tidak akan mencla-mencle," kata Ketua Umum KSPSI Moh Jumhur Hidayat di Jakarta, Selasa (25/4/2023).

Baca juga: Perppu Ciptaker disetujui DPR, KSPSI ajak masyarakat berjuang lewat MK dan aksi

Menurut Jumhur, KSPSI tidak akan terburu-buru memutuskan mendukung capres atau bakal capres manapun sebelum melakukan verifikasi yang sangat ketat terhadap capres-capres yang ada.

"Untuk KSPSI yang saya pimpin sudah diputuskan dalam Rakernas Februari lalu bahwa dukungan kepada capres akan diputuskan melalui Rakernas Diperluas yang akan dihadiri sekitar 600 utusan pemilik suara dari seluruh Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, penentuan capres bukan wewenang Ketua Umum atau pimpinan DPP tetapi wewenang seluruh pemilik suara, yakni aspirasi anggota yang diwakili oleh 16 federasi anggota KSPSI dari 34 provinsi dan sekitar 400 kabupaten/kota.

Baca juga: Jumhur Hidayat: Pemilu ditunda pasti akan ada people power

Jumhur mengakui sudah mulai menangkap aspirasi dari hampir seluruh anggota yang ditemui. Mereka ingin keluar atau mendobrak kebekuan dan kebuntuan regulasi yang dilahirkan rezim saat ini khususnya terkait kaum buruh.

Ia mengatakan sejak tahun 2015, buruh terus dipinggirkan secara terstruktur, sistematis dan masif yang membuat kaum buruh/pekerja semakin tidak berdaya dan berujung pada pemiskinan masal.

Jumhur tidak mau terjebak dengan preferensi identitas calon pemimpin nasionalis atau apapun karena itu hanya sekadar cap, apalagi bila ternyata isi dan substansinya tidak seperti saat perjuangan kemerdekaan dulu.*

Pewarta: Rilis

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023