Bogor (Antara Megapolitan) - Direktorat Kajian Strategis Kebijakan Pertanian (KSKP) IPB merumuskan strategi penyelamatan karet nasional dengan menggelar seminar bertajuk "Revitalisasi Karet Alam Untuk Pengembangan Ekonomi Pedesaan Dan Daya Saing Bangsa" di Kota Bogor, Kamis.

Wakil Rektor bidang Riset dan Kerja sama IPB Prof Hermanto Siregar menyebutkan, selama lima tahun terakhir petani karet nasional mengalami keterpurukan akibat jatuhnya harga karet dunia.

"Industri karet alam Indonesia sedang mengalami penurunan, harga karet dunia turun sangat jauh, sehingga karet banyak yang tidak disadap karena biaya sadap lebih mahal dari harga," katanya di Bogor.

Ia mengatakan, turunya harga karet dunia menyebabkan petani tidak mampu membayar mahal untuk melakukan penyadapan. Sementara, di daerah tertentu, banyak masyarakat pedesaan yang notabenen petani menjadikan karet sebagai sumber mata pencaharian utama.

"Situasi ini, membuat pendapatan petani anjlok dan pentani menjadi miskin," katanya.

Persoalan lain yang dihadapi industri karet nasional adalah, dari tiga juta hektare lahan perkebunan karet, sebagian besar pohon karet rakyat sudah tua dan kurang produktif.

Kondisi ini membutuhkan peremajaan, atau replanting. Namun, jika peremajaan dilakukan, pohon karet tua ditebang, petani akan kesulitan karena perlu enam tahun untuk bisa memproduksi karet yang baru ditanam.

Selain itu, kemampuan pemerintah melakukan replanting juga terbatas, hanya 10 sampai 15 ribu hektare pertahun. Jumlah tersebut tidak akan mengejar karena ada tiga juta hektare perkebunan rakyat yang membutuhkan peremajaan.

"Solusinya supaya semua pihak mau menjalankan replanting perlu instruksi presiden membuat replanting," katanya.

Saran dari seminar nasional tentang karet ini menghasilkan komitmen bahwa karet alam memiliki peran penting sebagai sumber mata pencaharian. Kondisi yang sudah tua membuat petani sengsara, sehingga diharapkan pemerintah memiliki perhatian dengan membuat instruksi presiden supaya replanting dapat dijalankan.

"Pemerintah saja tidak cukup, arus ada kerjasama dengan swasta, karena investasi modal besar tersedia di swasta," katanya.

Saran berikutnya penggemukkan industri hilir karet, karena saat ini industri hilir yang tersedia di dalam negeri masih terbatas. Sehingga petani hanya mengolah karet mentah lalu diekspor ke luar. Ketika harga dunia turun, petani terdampak.

"Harusnya pabrik atau industri hilir diperbanyak seperti pabrik ban, pabrik sarung tangan, bantalan, dan masih banyak lagi industri yang menggunakan bahan baku karet. Jangan karet hanya diekspor, lalu produk hasil ekspor di impor ke dalam negeri, seperti ban yang kita gunakan impor, kenapa tidak kita produksi sendiri," katanya.

Selain itu, lanjutnya, penyuluhan terhadap karet juga perlu dioptimalkan kembali. Laporan dari sejumlah petani, penyuluh tidak pernah hadir di tengah-tengah petani, sehingga ketika replanting dilakukan petani kebingungan mau menanam apa di lahan karet yang sudah ditebang.

"Padahal lahan karet itu bisa dikembangkan dengan menanam Pajale, hanya saja perlu pupuk khusus agar tanah yang tadinya kering bisa gembur kembali," kata Hermanto.

Tidak hanya itu, peran penyuluh juga diperlukan untuk mengubah perilaku curang petani karet yang sering dikeluhkan industri. Petani kerap melakukan kecurangan dengan mencapurkan batu atau potongan kayu ke dalam karet agar timbangan menjadi berat.

"Prilaku curang ini juga perlu dibina, karena kalau petani curang pengusaha akan rugi dan jika pengusaha dirugikan petani yang akan terdampak, karena pengusaha akan menilai petani curang dan memberikan harga rendah bagi petani," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016