Organisasi nirlaba internasional Marine Stewardship Council (MSC) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan Metode Evaluasi dan Penilaian Resiko/Methods Evaluation and Risk Assessment (MERA) untuk mendukung pengelolaan perikanan tangkap dan produk hasil perikanan yang berkelanjutan di Indonesia.

Direktur Program MSC Indonesia, Hirmen Sofyanto dalam taklimat media bersama Humas Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP kepada ANTARA di Bogor, Jawa Barat, Kamis menyatakan pengembangan metode MERA itu untuk mendukung kompetensi pemangku kepentingan Indonesia dalam memahami perangkat kuantitatif dalam mengukur arah pilihan pengelolaan perikanan, khususnya dalam pembentukan Aturan Kendali Tangkap atau Harvest Control Rules (HCR)

MSC adalah organisasi nirlaba internasional yang berfokus pada perikanan berkelanjutan dan melindungi pasokan makanan laut (seafood) untuk masa depan. MSC peduli terhadap kesehatan lautan dunia dengan menghargai dan mengakui praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan.

Untuk itu, katanya, MSC bersama Ditjen DJTP KKP berkomitmen membuka akses semua pihak dalam program perbaikan, tanpa pengecualian ukuran perikanan atau lokasi.

Salah satunya, melalui program pengembangan kapasitas bagi pihak yang terjun langsung dalam perbaikan perikanan, termasuk bimbingan terkait metode MERA.

Ia menjelaskan pada 14 Maret 2022, KKP melakukan bimbingan teknis (bimtek) MERA yang berlangsung secara luring di Jakarta. Bimtek di Indonesia ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan oleh MSC sejak metode ini diluncurkan.

Platform pelatihan, katanya, mencakup dua tingkat, yaitu tingkat 1 untuk pengenalan konsep, pemahaman HCR dan menunjukkan bagaimana metode dapat digunakan untuk menjawab isu pada pengelolaan perikanan.

Pada tingkat 2, bimtek akan berfokus pada teknis penggunaan platform perangkat lunak serta studi kasus untuk menunjukkan cara kerja MERA pada perikanan dunia.

"MERA menjadi salah satu metode yang dapat diadaptasi oleh pemangku kepentingan Indonesia dalam mendukung pembentukan HCR," kata Ketua Kelompok Kerja Pengelolaan Sumberdaya Ikan Laut Pedalaman, Teritorial dan Perairan Kepulauan dan Kelembagaan di WPP NRI, DJPT KKP, Fery Sutyawan saat pembukaan bimtek.

Metode MERA dari MSC, katanya, selaras dengan kebijakan penangkapan ikan terukur KKP.

Ia mengatakan MERA merupakan salah satu perangkat kuantitaif yang dapat digunakan oleh pengelola perikanan dalam menentukan pilihan dari HCR ataupun pengelolaan yang efektif, kesenjangan pada ketersediaan informasi dan keperluan akan pengelolaan stok ikan, khususnya di saat data dan informasi yang terbatas seperti di Indonesia saat ini.

"Bimbingan teknis memiliki tujuan dengan fokus utama memberikan kesempatan ahli-ahli perikanan Indonesia dalam memahami penggunaan kerangka kerja Metode Evaluasi dan Penilaian, serta memberikan pemahaman tingkat lanjut bagaimana pembentukan dapat diterapkan yang nantinya akan menguatkan pengembangan Program Perbaikan Perikanan menuju keberlanjutan di Indonesia," kata Fery Sutyawa.

Hirmen Sofyanto menjelaskan kerangka kerja MERA merupakan perangkat terbuka bagi publik yang memberikan kemudahan akses evaluasi perikanan dengan keunggulan waktu proses lebih cepat, pendekatan pada perikanan dengan data dan informasi yang terbatas dengan tetap memberikan ruang bagi metode tingkat tinggi untuk diterapkan di kemudian hari.

Perangkat MERA, katanya, dapat diakses secara bebas pada website MERA dan dapat digunakan secara "offline" dengan mengunduh perangkat MERA pada perangkat komputer pribadi.

Pelatihan MERA dirancang untuk memperkuat pemahaman teknis yang diperlukan dalam perbaikan dan memenuhi persyaratan Standar Perikanan MSC, standar keberlanjutan global bagi perikanan tangkap.

Bimtek itu diikuti sebanyak 31 peserta yang berasal dari Direktorat Sumberdaya Ikan DJPT KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Jawa Timur dan NTB, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Universitas Brawijaya, Universitas Pattimura, IPB University, Forum Ilmiah Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan Provinsi NTB serta NGO mitra dan industri perwakilan Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia, Asosiasi Demersal Indonesia, Asosiasi Pole and Line dan Handline Indonesia.

Peserta mengikuti seluruh rangkaian bimbingan selama empat hari hingga 17 Maret 2023.

Program pengembangan kapasitas ini, katanya, mendorong semakin banyak pemangku kepentingan perikanan Indonesia lainnya yang memahami dan memenuhi persyaratan standar MSC.

Untuk bersertifikasi MSC, perikanan harus menunjukan stok ikan yang sehat, meminimalkan dampak terhadap lingkungan dan memiliki pengelolaan yang efektif melalui penilaian yang dilakukan oleh pihak ketiga.

Selain memiliki pemahaman materi yang komprehensif, setelah menyelesaikan pelatihan MERA diharapkan peserta dapat mengimplementasikan metode sehingga meningkatkan kapabilitas untuk mengembangkan dan mengelola implementasi perbaikan perikanan sesuai kaidah keberlanjutan, kata Hirmen Sofyanto.

Pewarta: M Fikri Setiawan

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023