Rektor IPB University Arif Satria mengemukakan kemajuan pertanian dalam negeri akan berdampak secara luas pada peningkatan ekonomi makro Indonesia melalui inovasi teknologi pertanian untuk menggantikan material lain yang akan habis dan sulit diperbarui seperti nikel, timah, dan material plastik yang susah terurai.
Arif Satria saat dikonfirmasi ANTARA di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa, mengatakan bahwa satu-satunya harapan Indonesia ke depan untuk menjadi negara maju adalah memiliki benteng pertanian yang kuat seperti negara-negara yang telah lebih dulu maju.
"Amerika Serikat basisnya pada pertanian, Australia pertanian, banyak negara-negara maju pada pertanian. Jadi, kita harus yakin bahwa pertanian itu bukan hanya sekadar untuk pangan," kata Arif.
Baca juga: Rektor IPB ingatkan pentingnya akurasi data terkait polemik impor beras
Arif mengatakan peran perguruan tinggi seperti IPB yang mendapatkan mandat untuk menghasilkan teknologi yang unggul agar Indonesia ke depan mampu menjawab tantangan krisis energi, perubahan iklim, dan tahan terhadap krisis ekonomi.
"Kita kan punya mandat untuk menghasilkan teknologi unggul di bidang pertanian. Akan tetapi dalam konteks hal yang sama, memang kita harus mempersiapkan paradigma pembangunan secara lebih makro, sehingga kita ada Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) dan fakultas-fakultas lain, karena justru Indonesia ini akan survive dan maju ke depan kalau berbasis kepada pertanian," katanya.
Arif menjelaskan bahwa pertanian adalah sumber untuk menghasilkan energi, sumber untuk menghasilkan obat-obatan, di mana 90 persen obat-obatan di Indonesia saat ini masih impor, tetapi dengan tanaman obat, akan punya harapan. Oleh karena itu, IPB akan bergerak juga ke arah kedokteran.
Baca juga: Rektor IPB Arif Satria dapat penghargaan Academic Leader tahun 2022
Rektor IPB itu pun menyebut bahan-bahan tambang seperti nikel dan timah akan habis. Sementara yang bisa bertahan adalah tanaman sebagai sumber produk pertanian, ikan sebagai sumber produk laut, dan dari situlah bisa membuat teknologi baru untuk segala bidang ke depan.
Inovasi teknologi pertanian yang kini mulai menggeser material tambang di antaranya bahan dasar pembuatan helm sekarang bukan lagi dari baja, tetapi dari limbah sawit. Selanjutnya, kata dia, inovasi IPB yang sedang berlangsung adalah kaca dari kayu, baju dari rumput laut, dan limbah sawit bukan lagi dari poliester. Ada pula pelapis pesawat tempur dari kulit udang supaya antiradar.
Menurut dia, dukungan terhadap inovasi-inovasi pertanian untuk berbagai teknologi di semua bidang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara makro.
Baca juga: Rektor IPB tawarkan 10 agenda nasional untuk tingkatkan ketahanan pangan
"Nah sekarang riset IPB lebih kepada agromaritim untuk kehidupan berkelanjutan. Untuk kehidupan. Jadi, pertanian untuk kehidupan ya, pertanian itu bukan menanam lalu makan, tetapi untuk kehidupan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023
Arif Satria saat dikonfirmasi ANTARA di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa, mengatakan bahwa satu-satunya harapan Indonesia ke depan untuk menjadi negara maju adalah memiliki benteng pertanian yang kuat seperti negara-negara yang telah lebih dulu maju.
"Amerika Serikat basisnya pada pertanian, Australia pertanian, banyak negara-negara maju pada pertanian. Jadi, kita harus yakin bahwa pertanian itu bukan hanya sekadar untuk pangan," kata Arif.
Baca juga: Rektor IPB ingatkan pentingnya akurasi data terkait polemik impor beras
Arif mengatakan peran perguruan tinggi seperti IPB yang mendapatkan mandat untuk menghasilkan teknologi yang unggul agar Indonesia ke depan mampu menjawab tantangan krisis energi, perubahan iklim, dan tahan terhadap krisis ekonomi.
"Kita kan punya mandat untuk menghasilkan teknologi unggul di bidang pertanian. Akan tetapi dalam konteks hal yang sama, memang kita harus mempersiapkan paradigma pembangunan secara lebih makro, sehingga kita ada Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) dan fakultas-fakultas lain, karena justru Indonesia ini akan survive dan maju ke depan kalau berbasis kepada pertanian," katanya.
Arif menjelaskan bahwa pertanian adalah sumber untuk menghasilkan energi, sumber untuk menghasilkan obat-obatan, di mana 90 persen obat-obatan di Indonesia saat ini masih impor, tetapi dengan tanaman obat, akan punya harapan. Oleh karena itu, IPB akan bergerak juga ke arah kedokteran.
Baca juga: Rektor IPB Arif Satria dapat penghargaan Academic Leader tahun 2022
Rektor IPB itu pun menyebut bahan-bahan tambang seperti nikel dan timah akan habis. Sementara yang bisa bertahan adalah tanaman sebagai sumber produk pertanian, ikan sebagai sumber produk laut, dan dari situlah bisa membuat teknologi baru untuk segala bidang ke depan.
Inovasi teknologi pertanian yang kini mulai menggeser material tambang di antaranya bahan dasar pembuatan helm sekarang bukan lagi dari baja, tetapi dari limbah sawit. Selanjutnya, kata dia, inovasi IPB yang sedang berlangsung adalah kaca dari kayu, baju dari rumput laut, dan limbah sawit bukan lagi dari poliester. Ada pula pelapis pesawat tempur dari kulit udang supaya antiradar.
Menurut dia, dukungan terhadap inovasi-inovasi pertanian untuk berbagai teknologi di semua bidang akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara makro.
Baca juga: Rektor IPB tawarkan 10 agenda nasional untuk tingkatkan ketahanan pangan
"Nah sekarang riset IPB lebih kepada agromaritim untuk kehidupan berkelanjutan. Untuk kehidupan. Jadi, pertanian untuk kehidupan ya, pertanian itu bukan menanam lalu makan, tetapi untuk kehidupan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023