Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengemukakan, capres alternatif merupakan tokoh-tokoh yang mewakili masa depan bangsa, ahli dalam bidang tertentu, antikorupsi, sekaligus memiliki konsep dan strategi membuat negara ini menjadi lebih baik.
"Saya coba tawarkan nama seperti mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Beliau tokoh yang secara rasional dan empiris bisa diterima. Ada juga Ilham Akbar Habibie. Memang dia belum terlalu terkenal; tapi punya darah pemimpin. Selain itu Ilham sangat ahli di bidang teknologi," ujar Jerry dalam keterangan tertulisnya, Jumat.
Pernyataan Jerry dikemukakan dalam acara diskusi bertajuk "Capres Alternatif, Mengapa Tidak?" yang diselenggarakan oleh Komite Pemilih (TEPI) Indonesia di Manado.
Baca juga: Pengamat: Capres alternatif harus dimunculkan untuk atasi kejenuhan publik
Sementara itu Koordinator TEPI Indonesia Jeiry Sumampouw menyatakan, ajang pilpres ini harus menjadi ajang kontestasi gagasan, arena persaingan ide. Oleh sebab itu, wacana capres alternatif harus didukung oleh masyarakat agar nama-nama yang muncul tidak hanya nama-nama yang sudah dibranding oleh partai politik.
"Banyak sekali figur yang memiliki prestasi namun kurang diperbincangkan karena namanya tidak banyak beredar di media, seperti Prof. Haedar Nashir dari Muhamadiyah, Gus Yahya dari PBNU, Jimly Asshiddique, dan Ilham Akbar Habibie yang merupakan seorang cendekiawan terkemuka di bidang teknologi," ujar Jeirry.
Di sisi lain, wacana capres alternatif juga dapat menjadi terobosan untuk mencegah terjadinya golput pada pilpres 2024. Hal ini disampaikan oleh Ferry Daud Liando, Peneliti kepemiluan PP AIPI.
Ferry mengatakan, penelitian yang pernah dilakukan pada 2015 menemukan fakta bawah faktor-faktor yang menyebabkan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya salah satunya disebabkan karena kejenuhan pemilih terhadap calon-calon yang tampil berkompetisi pada pemilu.
Baca juga: Pemerhati Politik: Capres alternatif dorong subtansi Pilpres 2024
Oleh karena itu, capres alternatif diharapkan dapat memecah kebosanan publik terhadap calon yang sudah lebih dulu bererdar dari partai politik.
Oleh karena itu, parpol pun harus 'kembali ke jalan yang benar' dengan bersifat selektif dalam menyeleksi calon. Banyak figur-figur yang sudah teruji, tidak korup, visioner dan nasionalis tapi tidak diberi ruang oleh parpol untuk menjadi calon.
Parpol juga kerap hanya terjebak pada hasil-hasil survey dan pemodal. Padahal hasil survey hanya sebatas mengukur popularitas, bukan mengukur kinerja, kejujuran dan visi.
Baca juga: Pengamat politik nilai partai perlu usung capres alternatif
Pada kesempatan lain, Seknas FITRA, Baidul Hadi mengungkapkan bahwa capres alternatif harus menjadi diskursus publik, dengan cara ditawarkan oleh lembaga survey kepada masyarakat selain dari tokoh yang sudah ada.
"Banyak tokoh nasional alternatif yang tidak masuk ke dalam radar lembaga survey, contohnya anak dari mantan Presiden Habibie, Ilham Akbar Habibie, yang bisa menjadi pilihan capres alternatif," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
"Saya coba tawarkan nama seperti mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie. Beliau tokoh yang secara rasional dan empiris bisa diterima. Ada juga Ilham Akbar Habibie. Memang dia belum terlalu terkenal; tapi punya darah pemimpin. Selain itu Ilham sangat ahli di bidang teknologi," ujar Jerry dalam keterangan tertulisnya, Jumat.
Pernyataan Jerry dikemukakan dalam acara diskusi bertajuk "Capres Alternatif, Mengapa Tidak?" yang diselenggarakan oleh Komite Pemilih (TEPI) Indonesia di Manado.
Baca juga: Pengamat: Capres alternatif harus dimunculkan untuk atasi kejenuhan publik
Sementara itu Koordinator TEPI Indonesia Jeiry Sumampouw menyatakan, ajang pilpres ini harus menjadi ajang kontestasi gagasan, arena persaingan ide. Oleh sebab itu, wacana capres alternatif harus didukung oleh masyarakat agar nama-nama yang muncul tidak hanya nama-nama yang sudah dibranding oleh partai politik.
"Banyak sekali figur yang memiliki prestasi namun kurang diperbincangkan karena namanya tidak banyak beredar di media, seperti Prof. Haedar Nashir dari Muhamadiyah, Gus Yahya dari PBNU, Jimly Asshiddique, dan Ilham Akbar Habibie yang merupakan seorang cendekiawan terkemuka di bidang teknologi," ujar Jeirry.
Di sisi lain, wacana capres alternatif juga dapat menjadi terobosan untuk mencegah terjadinya golput pada pilpres 2024. Hal ini disampaikan oleh Ferry Daud Liando, Peneliti kepemiluan PP AIPI.
Ferry mengatakan, penelitian yang pernah dilakukan pada 2015 menemukan fakta bawah faktor-faktor yang menyebabkan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya salah satunya disebabkan karena kejenuhan pemilih terhadap calon-calon yang tampil berkompetisi pada pemilu.
Baca juga: Pemerhati Politik: Capres alternatif dorong subtansi Pilpres 2024
Oleh karena itu, capres alternatif diharapkan dapat memecah kebosanan publik terhadap calon yang sudah lebih dulu bererdar dari partai politik.
Oleh karena itu, parpol pun harus 'kembali ke jalan yang benar' dengan bersifat selektif dalam menyeleksi calon. Banyak figur-figur yang sudah teruji, tidak korup, visioner dan nasionalis tapi tidak diberi ruang oleh parpol untuk menjadi calon.
Parpol juga kerap hanya terjebak pada hasil-hasil survey dan pemodal. Padahal hasil survey hanya sebatas mengukur popularitas, bukan mengukur kinerja, kejujuran dan visi.
Baca juga: Pengamat politik nilai partai perlu usung capres alternatif
Pada kesempatan lain, Seknas FITRA, Baidul Hadi mengungkapkan bahwa capres alternatif harus menjadi diskursus publik, dengan cara ditawarkan oleh lembaga survey kepada masyarakat selain dari tokoh yang sudah ada.
"Banyak tokoh nasional alternatif yang tidak masuk ke dalam radar lembaga survey, contohnya anak dari mantan Presiden Habibie, Ilham Akbar Habibie, yang bisa menjadi pilihan capres alternatif," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022