Berdiri kokoh di tengah-tengah Kota Solo, tepatnya di Jalan Ronggowarsito, Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Pura Mangkunegaran selalu mampu menarik perhatian siapapun yang lewat.

Tembok putih yang tebal dengan tinggi lebih dari dua meter, dilengkapi dengan pagar besi menambah kesan misterius istana Pura Mangkunegaran.

Bukan hanya penasaran dengan bagian dalam Istana tersebut, tetapi sebagian juga tertarik dengan halaman luas yang berada di bagian depan.

Belakangan, penguasa Mangkunegaran ingin lebih dekat dengan masyarakat. Ia ingin banyak kegiatan yang melibatkan warga bisa diselenggarakan di Halaman Pura Mangkunegaran, tepatnya di area Pamedan yang berada di bagian depan istana.

Visi dan misi tersebut selaras dengan keberadaan Pangeran Muda yang belum lama ini menggantikan kedudukan Ayahanda yang mangkat pada Agustus tahun lalu.

Setelah sempat kosong beberapa bulan, istri dari Adipati Mangkunegara IX, Prameswari Dalem Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara IX, akhirnya mengukuhkan putra bungsunya, yakni Gusti Pangeran Haryo (GPH) Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo sebagai penerus takhta tersebut.

Pengukuhan sudah dilakukan pada 12 Maret 2022 dengan dihadiri oleh sejumlah tokoh daerah maupun nasional. Bahkan, Presiden Joko Widodo juga terlihat menghadiri acara pengukuhan yang diselenggarakan di Pendapa Ageng Pura Mangkunegaran.

Meski hanya sebentar dan tak menyampaikan sambutan secara resmi, kedatangan Presiden tersebut seolah memberikan pesan bahwa Pura Mangkunegaran maupun kerajaan Mataram Islam lain masih menempati posisi penting di Indonesia.

Bahkan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada pengukuhannya tersebut Adipati Mangkunegara X membacakan sumpah janjinya, di antaranya menaati titah Gusti Ageng, menghormati leluhur, melestarikan kebudayaan, dan secara tulus menegakkan Pancasila dan UUD 1945.



Komitmen terhadap budaya

Komitmen mengusung kebudayaan disampaikan langsung oleh Adipati Mangkunegara X yang akrab disapa Gusti Bhre ini usai resmi dikukuhkan sebagai penguasa berikutnya di Mangkunegaran. Bhre mengatakan akan segera melakukan penggalian kekayaan budaya di dalam pura.

Mengenai sumpahnya yang ingin melestarikan kebudayaan, sesuai dengan peran Pura Mangkunegaran yang selama ini dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan, di antaranya terlihat dari masih aktifnya Akademi Seni Mangkunegaran Surakarta (Asga), Sanggar Tari Surya Sumirat, dan Pasinaonan Dalang Mangkunegaran.

Bahkan, banyak naskah sejarah yang hingga saat ini masih tersimpan rapi di perpustakaan Pura Mangkunegaran.

"Saat ini Mangkunegaran menjadi salah satu pusat lahirnya kebudayaan, terciptanya dan berkembangnya kebudayaan, maka core-nya adalah kebudayaan itu sendiri," katanya.

Meski terbuka dengan modernisasi, ia berpegang teguh pada prinsip bahwa budaya yang lahir dari Mangkunegaran tidak boleh melawan akar dan sejarah asalnya.

Ia juga ingin melalui kegiatan yang direncanakan bisa menjadi ajang untuk mengenalkan kebudayaan Mangkunegaran kepada masyarakat luas.

Meski identik dengan peninggalan sejarah, rupanya budaya yang diusung oleh Mangkunegaran tidak ingin terlihat kolot dan enggan dengan pembaharuan.

Visi Pura Mangkunegaran yang ingin selalu menjaga kebudayaan peninggalan penguasa sebelumnya, namun tetap berusaha fleksibel di tengah gempuran budaya masa kini nampaknya akan lebih mudah mengingat Bhre merupakan sosok milenial.

Adik dari Gusti Raden Ajeng (GRAj) Ancillasura Marina Sudjiwo ini masih berusia sangat muda, yakni 24 tahun. Bahkan, dari seluruh penguasa sebelumnya, Bhre merupakan Adipati Mangkunegara termuda.
 

Pewarta: Aris Wasita

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022