Kuasa Hukum Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butar-Butar, menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bernafsu menjerat kliennya di perkara dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.

"Dari dakwaan yang tidak cermat dan imajiner ini, patut diduga bahwa KPK sangat nafsu menjerat AY meski Ihsan (anak buahnya) sudah jelas-jelas mengakui tak diperintah oleh AY," katanya usai sidang tanggapan atas eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat, Senin.

Menurut dia, Ihsan Ayatullah yang merupakan Kepala Sub Bidang Kas Daerah pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor dalam berita acara pemeriksaan (BAP) telah mengakui, saat mengumpulkan dan memberikan uang kepada BPK bukan atas dasar perintah dari Ade Yasin.

"Ihsan diperiksa berkali-kali oleh KPK, jelas-jelas menyatakan bahwa dia tidak pernah mendapatkan arahan, tidak pernah diperintah, bahkan tidak pernah melaporkan apa pun," katanya menerangkan.

Dinalara menyebutkan Ihsan dalam BAP lainnya terus terang telah memanfaatkan momentum audit laporan keuangan oleh BPK sebagai "ladang bisnis".

"Di BAP Ihsan ternyata dari tahun 2019 bersama dengan Ruli (Kasubag Keuangan Setda Kabupaten Bogor) sudah punya niat terencana mengumpulkan uang dari orang-orang atau SKPD," kata Dinalara.

Dalam BAP Ihsan, tertulis bahwa Ihsan dan Ruli mengumpulkan uang sisa uang dari hasil meminta ke SKPD dan pengusaha untuk "pengamanan" audit BPK.

"Uang tersebut mereka simpan di dalam satu rekening untuk bagi-bagi. Ini membuktikan bahwa mereka sudah mencari keuntungan dari tahun 2019," katanya.

Dinalara menambahkan, KPK menyeret kliennya ke perkara dugaan suap BPK RI Perwakilan Jawa Barat, tanpa melengkapi alat bukti.

Menurutnya, mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP), penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.

Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).

"JPU tidak menjelaskan dalam dakwaannya apa dua alat bukti yang cukup yang dimiliki KPK sehingga terdakwa harus di-OTT," kata Dinalara.

Sementara, jaksa KPK, Roni Yusuf menjawab nota keberatan atau eksepsi terdakwa Bupati nonaktif Bogor, Ade Yasin pada perkara dugaan suap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.

"Intinya tanggapan kita menolak eksepsi dari kuasa hukum terdakwa, Karena sudah masuk pokok perkara. Bahwa ada juga eksepsi yang masuk ke ranah pra-pradilan," kata Roni usai sidang di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor, Jawa Barat, Senin.

Menurut dia, tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa yang ia bacakan menjelaskan bahwa apa yang disampaikan terdakwa. Ia menganggap eksepsi yang dibacakan telah masuk ke pokok perkara dan masuk ke materi praperadilan.

"Bahwa kalau sudah ini, sudah masuk ke materi dakwaan. Karena eksepsi itu kan hanya mengenai pasal 156 KUHP, tidak masuk ke ranah persidangan," kata Roni.

Pewarta: M Fikri Setiawan

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022