Lembaga Riset Kebijakan Publik Urban Policy menilai wacana Depok dan daerah penyangga lainnya seperti Bekasi dan Bogor bergabung ke Jakarta bukanlah hal yang mustahil, namun harus ada terobosan hukum.
Direktur Eksekutif Urban Policy Nurfahmi Islami Kaffah dalam keterangannya, Senin, mengatakan secara konstitusional sedikitnya ada dua jalan masuk usulan bergabungnya Depok ke dalam Jakarta Raya.
Pertama adalah melalui pengajuan bottom up sesuai Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jo Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan dan Penggabungan Daerah, khususnya yang mengatur mengenai penggabungan daerah, perubahan batas wilayah dan pembentukan daerah provinsi.
Cara kedua, melalui Revisi Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang saat ini tengah diajukan revisinya oleh Pemprov DKI Jakarta ke pemerintah pusat.
Baca juga: Imam Budi Hartono: Depok gabung ke Jakarta sangat memungkinkan
Kendati demikian, Urban Policy memberikan catatan bahwa tak cukup sekadar landasan konstitusional saja yang perlu dipenuhi dan diperhatikan, di samping itu perlu ada arah kebijakan yang tegas dari pemerintah pusat, untuk mendesain kawasan Jakarta dan kota penyangga di masa depan, karena penyelesaian berbagai masalah di Jakarta, tidak dapat berjalan efektif bila tidak ada keseriusan bersama dalam penataan wilayah penyangga.
"Yang terpenting pemerintah pusat, berani menata Jakarta masa depan dengan terobosan penggabungan ini, karena kewenangan dan politik hukumnya ada di pusat," ujar Nurfahmi.
Ia menilai peluang bergabungnya Depok dengan Jakarta dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni pertama kondisi geografis yang berdekatan, kedua kemiripan karakteristik sosial budaya, ketiga aktivitas ekonomi penduduk, serta keempat kebutuhan solusi holistik masalah perkotaan seperti banjir, kemacetan, dan masalah lingkungan seperti polusi udara yang saling berkaitan dengan Jakarta.
Nurfahmi mengatakan Depok sebagai kota suburban, secara fungsi tata ruang dan mobilitas ekonomi masyarakatnya sudah cenderung lebih akrab dengan Jakarta dibanding daerah lain di Jawa Barat.
"Masyarakat Depok sudah lebih condong ke Jakarta, karakteristik heterogenitas, kultur sosial dan aktivitas ekonomi warga Depok juga tidak bisa lepas dari Jakarta, hanya konteks yurisdiksi administrasi pemerintahan saja yang masuk Jawa Barat." kata Nurfahmi.
Menyoal apakah Depok dan Bekasi saat bergabung dengan DKI Jakarta akan turun kasta menjadi kota administratif dan tidak memiliki DPRD, Nurfahmi menjawab peluang apa pun masih sangat terbuka, dengan direvisinya UU Kekhususan Jakarta, ada kesempatan format baru penataan Jakarta dan kawasan penyangga.
Untuk itu tidak berarti harus seperti kota administratif, revisi ini bisa jadi momen penataan Jabodetabek, tinggal bagaimana terobosan hukum legislatif dan pemerintah pusat dalam penyusunan revisi UU Kekhususan Jakarta, serta keterlibatan Kota Depok dan Bekasi secara serius mengawal draf yang digarap.
Urban Policy menilai ada potensi Jakarta dan Depok sama-sama diuntungkan bila terjadi penggabungan, di satu sisi Jakarta bertambah luas secara cakupan wilayah dan mengurai kepadatan yang tentunya sangat penting menopang Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional.
Pada sisi lain bagi Kota Depok adalah akselerasi pembangunan termasuk integrasi di berbagai bidang Infrastruktur dan pelayanan masyarakat.
Namun demikian, Urban Policy juga merekomendasikan agar Pemerintah Kota Depok dan kota lainnya seperti Kota Bekasi, betul-betul menghitung proyeksi dampak dan risiko sosial politik serta melibatkan DPRD dan peran serta masyarakat sebelum menindaklanjuti wacana tersebut.
"Yang terpenting sikap ingin bergabung dilandasi langsung oleh keinginan kuat masyarakat, oleh karena itu harus dikaji dan dihitung, karena yang terpenting bukan perubahan status administratifnya, tapi orientasinya perbaikan kesejahteraan yang dirasakan langsung masyarakat," demikian Nurfahmi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Urban Policy sebut Depok gabung Jakarta perlu ada terobosan hukum
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
Direktur Eksekutif Urban Policy Nurfahmi Islami Kaffah dalam keterangannya, Senin, mengatakan secara konstitusional sedikitnya ada dua jalan masuk usulan bergabungnya Depok ke dalam Jakarta Raya.
Pertama adalah melalui pengajuan bottom up sesuai Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jo Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Penghapusan dan Penggabungan Daerah, khususnya yang mengatur mengenai penggabungan daerah, perubahan batas wilayah dan pembentukan daerah provinsi.
Cara kedua, melalui Revisi Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang saat ini tengah diajukan revisinya oleh Pemprov DKI Jakarta ke pemerintah pusat.
Baca juga: Imam Budi Hartono: Depok gabung ke Jakarta sangat memungkinkan
Kendati demikian, Urban Policy memberikan catatan bahwa tak cukup sekadar landasan konstitusional saja yang perlu dipenuhi dan diperhatikan, di samping itu perlu ada arah kebijakan yang tegas dari pemerintah pusat, untuk mendesain kawasan Jakarta dan kota penyangga di masa depan, karena penyelesaian berbagai masalah di Jakarta, tidak dapat berjalan efektif bila tidak ada keseriusan bersama dalam penataan wilayah penyangga.
"Yang terpenting pemerintah pusat, berani menata Jakarta masa depan dengan terobosan penggabungan ini, karena kewenangan dan politik hukumnya ada di pusat," ujar Nurfahmi.
Ia menilai peluang bergabungnya Depok dengan Jakarta dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yakni pertama kondisi geografis yang berdekatan, kedua kemiripan karakteristik sosial budaya, ketiga aktivitas ekonomi penduduk, serta keempat kebutuhan solusi holistik masalah perkotaan seperti banjir, kemacetan, dan masalah lingkungan seperti polusi udara yang saling berkaitan dengan Jakarta.
Nurfahmi mengatakan Depok sebagai kota suburban, secara fungsi tata ruang dan mobilitas ekonomi masyarakatnya sudah cenderung lebih akrab dengan Jakarta dibanding daerah lain di Jawa Barat.
"Masyarakat Depok sudah lebih condong ke Jakarta, karakteristik heterogenitas, kultur sosial dan aktivitas ekonomi warga Depok juga tidak bisa lepas dari Jakarta, hanya konteks yurisdiksi administrasi pemerintahan saja yang masuk Jawa Barat." kata Nurfahmi.
Menyoal apakah Depok dan Bekasi saat bergabung dengan DKI Jakarta akan turun kasta menjadi kota administratif dan tidak memiliki DPRD, Nurfahmi menjawab peluang apa pun masih sangat terbuka, dengan direvisinya UU Kekhususan Jakarta, ada kesempatan format baru penataan Jakarta dan kawasan penyangga.
Untuk itu tidak berarti harus seperti kota administratif, revisi ini bisa jadi momen penataan Jabodetabek, tinggal bagaimana terobosan hukum legislatif dan pemerintah pusat dalam penyusunan revisi UU Kekhususan Jakarta, serta keterlibatan Kota Depok dan Bekasi secara serius mengawal draf yang digarap.
Urban Policy menilai ada potensi Jakarta dan Depok sama-sama diuntungkan bila terjadi penggabungan, di satu sisi Jakarta bertambah luas secara cakupan wilayah dan mengurai kepadatan yang tentunya sangat penting menopang Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional.
Pada sisi lain bagi Kota Depok adalah akselerasi pembangunan termasuk integrasi di berbagai bidang Infrastruktur dan pelayanan masyarakat.
Namun demikian, Urban Policy juga merekomendasikan agar Pemerintah Kota Depok dan kota lainnya seperti Kota Bekasi, betul-betul menghitung proyeksi dampak dan risiko sosial politik serta melibatkan DPRD dan peran serta masyarakat sebelum menindaklanjuti wacana tersebut.
"Yang terpenting sikap ingin bergabung dilandasi langsung oleh keinginan kuat masyarakat, oleh karena itu harus dikaji dan dihitung, karena yang terpenting bukan perubahan status administratifnya, tapi orientasinya perbaikan kesejahteraan yang dirasakan langsung masyarakat," demikian Nurfahmi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Urban Policy sebut Depok gabung Jakarta perlu ada terobosan hukum
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022