Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi mengeksekusi badan pejabat eselon dua Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Herman Sujito yang menjadi terpidana kasus pemalsuan akta autentik berupa surat-surat tanah.

"Atas nama Herman Sujito. Eksekusi kami lakukan sekitar pukul 13.00 WIB tadi, kita bawa ke Lapas Kelas II A Cikarang," kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Siwi Utomo di Cikarang, Senin.

Dia mengatakan tahapan eksekusi ini menindaklanjuti upaya pemanggilan secara patut yang sudah dilayangkan jaksa eksekutor sebanyak dua kali terhadap yang bersangkutan, tapi tidak diindahkan.

"Eksekusi ini bentuk komitmen Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi menindaklanjuti Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia dalam pemberantasan mafia tanah di wilayah Kabupaten Bekasi," katanya.

Eksekusi tersebut dalam rangka melaksanakan putusan kasasi di tingkat Mahkamah Agung sebagaimana putusan Nomor 822 K/Pid/2021. Amar putusan itu menyatakan terpidana secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu secara bersama-sama dan berlanjut.

"Tindak pidana yang dimaksud sebagaimana ketentuan pasal 263 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," katanya.

Baca juga: Kejaksaan Bekasi eksekusi kepala desa terlibat kasus mafia tanah
Baca juga: Kejaksaan Negeri Bekasi jalankan instruksi Jaksa Agung berantas mafia tanah
Baca juga: Kejari Bekasi tolak seluruh eksepsi terdakwa mafia tanah

Putusan Mahkamah Agung itu sekaligus menganulir putusan Pengadilan Negeri Cikarang Nomor 134/Pid.B/2020/PN Ckr tanggal 1 April 2021 yang memutuskan terpidana Herman Sujito lepas dari segala tuntutan hukum karena menganggap perbuatan terpidana bukanlah merupakan tindak pidana.

Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung untuk mencari kepastian hukum terhadap putusan Pengadilan Negeri Cikarang.

"Akhirnya kasasi kami diterima, Herman Sujito dinyatakan bersalah dan harus menjalani hukuman berupa pidana penjara selama satu tahun," katanya.

Siwi mengungkapkan kasus ini bermula saat terpidana pada tahun 2012 membuat dan menandatangani akta otentik berupa Akta Jual Beli (AJB) dengan bertindak seolah-olah masih menjabat camat atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) Kecamatan Tarumajaya padahal yang bersangkutan sudah tidak lagi menjabat sebagai camat di wilayah itu.

"Terpidana bukan merupakan orang yang berwenang untuk menandatangani akta otentik berupa akta jual beli. AJB tersebut sebelum ditandatangani terpidana sudah ada tanda tangan pihak penjual dan pembeli serta para saksi tanpa hadir di hadapan PPATS Kecamatan Tarumajaya," kata dia.

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Riza Harahap


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022