Bogor (Antara) - Puluhan warga dari tiga desa lingkar kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa memblokir jalan menuju kampus sebagai bentuk protes atas kebijakan yang memportal sejumlah jalan.
Warga memblokir di dua titik di Jalan Kebon Genap, Desa Cikarawang yang merupakan jalan alternatif menuju kampus IPB dari arah belakang Cifor. Titik pemblokiran di lakukan di pertigaan Desa Cikarawang, dan titik ke dua sebelum gerbang masuk pintu belakang.
Menurut warga, pemortalan yang dilakukan IPB dalam rangka penerapan program "green campus" (kampus hijau) merugikan masyarakat karena tidak dapat lagi melintas di dalam kampus sebagai jalur alternatif menuju Desa Cibanteng.
"Warga mau kerja tidak boleh melintas, bawa kendaraan, biasanya jarak tempuh lima menit, sekarang bisa tiga kali lipat jauhnya," kata salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya.
Menurut warga, aksi yang mereka lakukan sebagai tindak lanjut dari aksi protes yang 150 pengendara ojek Senin (14/3) kemarin tetapi tidak membuahkan hasil.
Warga berharap dengan pemblokiran tersebut pihak IPB menyadari bahwa warga jalur yang dilintasi oleh IPB adalah milik warga.
"IPB boleh memortal jalan di kampus, kami juga ingin IPB merasakan jika jalan ini kami portal, gimana rasanya. Itu juga yang dirasakan warga," kata warga lainnya.
Warga sepakat satu suara, mereka menamakan dirinya warga tiga desa yakni Cikarang, Cibanteng dan Babakan.
Ada tiga tuntutan yang disampaikan warga yakni meminta IPB tetap memperbolehkan ojek beruperasi di lingkungan kampus sesuai dengan kesepakatan program IPB berjalan dan ojek juga berjalan.
Tuntutan berikutnya adalah meminta kepada pihak IPB agar jalur kendaraan bermotor di kembalikan seperti semua, dan meminta portal-portal yang ada di lingkungan kampus agar dibuka.
Pemblokiran yang dilakukan warga dengan jalan menutup jalan menggunakan kayu dan ranting pohon. Warga juga membakar ban dan memasang spanduk berisi aspirasi penolakan pemortalan di kampus IPB.
Menurut warga, alasan pemberlakukan "green campus" untuk keamanan, kenyamanan dan berwawasan lingkungan tidak relevan. Karena selama ini pengendara ojek dan warga terlibat langsung melakukan pengamanan wilayah.
"Berapa kali ojek menangkap pelaku pencurian, kami amankan kami serahkan ke petugas keamanan. Lima bulan lalu, balai milik Korea dicuri. Bahkan sapi penelitian juga hampir saja dicuri lima ekor, warga juga yang mengamankan, malingnya kita serahkan ke petugas keamanan," kata warga Ojong koordinator aksi.
Menurutnya, pencurian yang terjadi di IPB berasal dari luas desa lingkar kampus, seperti Lampung, Makassar, bahkan yang menembak satpam IPB beberapa tahun lalu berasal dari Sukabumi.
"Belum pernah ada kejadian pencurian dilakukan oleh warga desa di lingkar kampus IPB, justru itu diluar desa ini. Harusnya kalau mau aman, IPB memperkuat sistem keamanannya, toh mereka sudah menggaji petugas keamanan dan polisi Rp17 juta per bulan," katanya.
Sekitar pukul 14.30 WIB, perwakilan warga diterima langsung oleh pihak IPB, namun tidak ada titik temu dari keinginan masing-masing pihak. Warga tetap pada pendirian agar IPB membuka portal dan mempersilahkan warga beraktivitas seperti semula.
Aksi pemblokiran tersebut membuat aktivitas sejumlah pengendara yang ingin ke kampus IPB melewati jalur belakang menjadi terkendala.
Beberapa pengendara terpaksa berbelok mencari jalan lain. Warga hanya mempersilahkan pengendara yang merupakan warga sekitar untuk tetap lewat, dan juga awak media, dengan memperlihatkan kartu identitasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
Warga memblokir di dua titik di Jalan Kebon Genap, Desa Cikarawang yang merupakan jalan alternatif menuju kampus IPB dari arah belakang Cifor. Titik pemblokiran di lakukan di pertigaan Desa Cikarawang, dan titik ke dua sebelum gerbang masuk pintu belakang.
Menurut warga, pemortalan yang dilakukan IPB dalam rangka penerapan program "green campus" (kampus hijau) merugikan masyarakat karena tidak dapat lagi melintas di dalam kampus sebagai jalur alternatif menuju Desa Cibanteng.
"Warga mau kerja tidak boleh melintas, bawa kendaraan, biasanya jarak tempuh lima menit, sekarang bisa tiga kali lipat jauhnya," kata salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya.
Menurut warga, aksi yang mereka lakukan sebagai tindak lanjut dari aksi protes yang 150 pengendara ojek Senin (14/3) kemarin tetapi tidak membuahkan hasil.
Warga berharap dengan pemblokiran tersebut pihak IPB menyadari bahwa warga jalur yang dilintasi oleh IPB adalah milik warga.
"IPB boleh memortal jalan di kampus, kami juga ingin IPB merasakan jika jalan ini kami portal, gimana rasanya. Itu juga yang dirasakan warga," kata warga lainnya.
Warga sepakat satu suara, mereka menamakan dirinya warga tiga desa yakni Cikarang, Cibanteng dan Babakan.
Ada tiga tuntutan yang disampaikan warga yakni meminta IPB tetap memperbolehkan ojek beruperasi di lingkungan kampus sesuai dengan kesepakatan program IPB berjalan dan ojek juga berjalan.
Tuntutan berikutnya adalah meminta kepada pihak IPB agar jalur kendaraan bermotor di kembalikan seperti semua, dan meminta portal-portal yang ada di lingkungan kampus agar dibuka.
Pemblokiran yang dilakukan warga dengan jalan menutup jalan menggunakan kayu dan ranting pohon. Warga juga membakar ban dan memasang spanduk berisi aspirasi penolakan pemortalan di kampus IPB.
Menurut warga, alasan pemberlakukan "green campus" untuk keamanan, kenyamanan dan berwawasan lingkungan tidak relevan. Karena selama ini pengendara ojek dan warga terlibat langsung melakukan pengamanan wilayah.
"Berapa kali ojek menangkap pelaku pencurian, kami amankan kami serahkan ke petugas keamanan. Lima bulan lalu, balai milik Korea dicuri. Bahkan sapi penelitian juga hampir saja dicuri lima ekor, warga juga yang mengamankan, malingnya kita serahkan ke petugas keamanan," kata warga Ojong koordinator aksi.
Menurutnya, pencurian yang terjadi di IPB berasal dari luas desa lingkar kampus, seperti Lampung, Makassar, bahkan yang menembak satpam IPB beberapa tahun lalu berasal dari Sukabumi.
"Belum pernah ada kejadian pencurian dilakukan oleh warga desa di lingkar kampus IPB, justru itu diluar desa ini. Harusnya kalau mau aman, IPB memperkuat sistem keamanannya, toh mereka sudah menggaji petugas keamanan dan polisi Rp17 juta per bulan," katanya.
Sekitar pukul 14.30 WIB, perwakilan warga diterima langsung oleh pihak IPB, namun tidak ada titik temu dari keinginan masing-masing pihak. Warga tetap pada pendirian agar IPB membuka portal dan mempersilahkan warga beraktivitas seperti semula.
Aksi pemblokiran tersebut membuat aktivitas sejumlah pengendara yang ingin ke kampus IPB melewati jalur belakang menjadi terkendala.
Beberapa pengendara terpaksa berbelok mencari jalan lain. Warga hanya mempersilahkan pengendara yang merupakan warga sekitar untuk tetap lewat, dan juga awak media, dengan memperlihatkan kartu identitasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016