Sukabumi (Antara Megapolitan) - Wakil Wali Kota Sukabumi, Achmad Fahmi mengatakan progam plastik berbayar yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, jangan sampai untungkan pengusaha.
"Progam ini sangat bagus, tetapi alangkah baiknya masyarakat sadar bahwa penggunaan plastik khususnya untuk berbelanja dikurangi dengan tujuan agar progam pemerintah pusat tersebut sesuai tujuannya," katanya kepada Antara di Sukabumi, Jumat.
Menurutnya, harus diakui konsumen uang yang dikeluarkan untuk membayar plastik saat berbelanja nominalnya sangat kecil yakni Rp200, tetapi jika masyarakat tidak sadar dan menganggap nominal tersebut tidak ada apa-apanya maka progam ini dipastikan tidak akan berjalan dengan baik.
Bahkan, malah yang diuntungkan adalah pengusaha yang biasanya plastik tersebut gratis saat ini bayar.
Selain itu, jangan sampai perusahaan kantong plastik semakin meningkatkan kuantitasnya sehingga progam untuk mengurangi limbah plastik ini akan sia-sia. Untuk itu, masyarakat harus dibiasakan membawa kantong sendiri dari rumah baik untuk berbelanja ataupun melakukan kegiatan lainnya.
"Yang paling utama, dengan adanya kebijakan tersebut seharusnya masyarakat merespon positif yakni terus mengurangi penggunaan plastik dengan cara membawanya sendiri dari rumah dan jangan dibiasakan dengan nominal rupiah yang kecil itu masyarakat menjadi terbiasa membeli plastik," tambahnya.
Fahmi mengatakan Pemkot Sukabumi juga sudah mencanangkan gerakan nonplastik yang merupakan langkah pelaksanaan progam plastik berbayar ini dan mengurangi penggunaan dan limbah.
Masyarakat juga diimbau jangan mau membeli plastik, tetapi membawa kantong sendiri dari rumah dan diyakini jika sudah terbiasa maka penggunaan plastik ini akan berkurangn secara bertahap.
Hingga saat ini progam plastik berbayar sudah mulai dilaksanakan di pasar-pasar moderen seperti minimarket maupun supermarket, namun untuk pasar tradisional dan warung baru beberapa pedagang saja.
Untuk itu, pihaknya secara gencar melakukan sosialisasi sekaligus menunggu instruksi lainnya dari Kementerian LHK RI terkait progam plastik berbayar ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Progam ini sangat bagus, tetapi alangkah baiknya masyarakat sadar bahwa penggunaan plastik khususnya untuk berbelanja dikurangi dengan tujuan agar progam pemerintah pusat tersebut sesuai tujuannya," katanya kepada Antara di Sukabumi, Jumat.
Menurutnya, harus diakui konsumen uang yang dikeluarkan untuk membayar plastik saat berbelanja nominalnya sangat kecil yakni Rp200, tetapi jika masyarakat tidak sadar dan menganggap nominal tersebut tidak ada apa-apanya maka progam ini dipastikan tidak akan berjalan dengan baik.
Bahkan, malah yang diuntungkan adalah pengusaha yang biasanya plastik tersebut gratis saat ini bayar.
Selain itu, jangan sampai perusahaan kantong plastik semakin meningkatkan kuantitasnya sehingga progam untuk mengurangi limbah plastik ini akan sia-sia. Untuk itu, masyarakat harus dibiasakan membawa kantong sendiri dari rumah baik untuk berbelanja ataupun melakukan kegiatan lainnya.
"Yang paling utama, dengan adanya kebijakan tersebut seharusnya masyarakat merespon positif yakni terus mengurangi penggunaan plastik dengan cara membawanya sendiri dari rumah dan jangan dibiasakan dengan nominal rupiah yang kecil itu masyarakat menjadi terbiasa membeli plastik," tambahnya.
Fahmi mengatakan Pemkot Sukabumi juga sudah mencanangkan gerakan nonplastik yang merupakan langkah pelaksanaan progam plastik berbayar ini dan mengurangi penggunaan dan limbah.
Masyarakat juga diimbau jangan mau membeli plastik, tetapi membawa kantong sendiri dari rumah dan diyakini jika sudah terbiasa maka penggunaan plastik ini akan berkurangn secara bertahap.
Hingga saat ini progam plastik berbayar sudah mulai dilaksanakan di pasar-pasar moderen seperti minimarket maupun supermarket, namun untuk pasar tradisional dan warung baru beberapa pedagang saja.
Untuk itu, pihaknya secara gencar melakukan sosialisasi sekaligus menunggu instruksi lainnya dari Kementerian LHK RI terkait progam plastik berbayar ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016