Bogor (Antara Megapolitan) - Dirjen Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto menyatakan RUU Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan yang akan disahkan Maret 2016 menjamin keberlangsungan usaha nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam untuk hidup sejahtera.

"RUU ini sudah cukup lama sekali kita bahas, dengan disahkannya RUU ini sudah mengrangkum semua jaminan produk perikanan khususnya di budidaya dan petambak garam," katanya usai menghadiri Kongres Nasional Himpunan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu.

Ia mengatakan hadirnya RUU tersebut menjamin sepenuhnya pemberdayaan dan perlindungan nelayan mulai dari hulu hingga ke hilir, jaminan produk perikanan budidaya kedepan yang harus terjual.

"Termasuk asuransi nelayan juga akan disiapkan," katanya.

Menurutnya, banyak program yang termuat dalam RUU tersebut seperti adanya bantuan bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, penyediaan sarana produksi, benih dan pakan, dan program untuk masyarakat berketerampilan rendah.

"Dengan disahkanya RUU ini, kiat siapkan kelembagaannya, yang akan mengatur pemantapan kelembagaan, hasil produksi, serta keselamatan nelayan melalui asuransi," katanya.

Tidak hanya menjadi pasar, keberlangsungan usaha, lanjut dia, tetapi juga menjamin peningkatan kualitas produk perikanan dan kelautan yang dihasilkan oleh nelayan, pembudidaya dan petambak garam.

Terkait kondisi terkini pembudidaya ikan, Slamet menyebutkan angka kemiskinan yang disampaikan oleh BPS karena mengukur berdasarkan nilai tukar kesejahteraan, untuk nelayan tergolong bagus. Tetapi di pembudidaya ikan masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan memakai biaya produksi dibanding harga jual.

Menurutnya, biaya produksi pembudidaya terkendala dengan pakan yang dipengaruhi oleh nilai tukar rupaih, kebijakan ansional, bisnis dunia, serta pengaruh lingkungan.

"Target kita (Dirjen Perikanan Budidaya) adalah untuk menaikkan margin pembudidaya, dengan menurunkan biaya pakan melalui program pakan mandiri, termasuk efisiensi di sektor pasar," katanya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Luky Adrianto mengatakan, RUU Pemberdayaan dan Perlindungan Nelayan belum merangkul seluruh kebutuhan nelayan, pembudidaya maupun petambak garam secara komprehensif, mulai dari hulu sampai hilir.

"Persoalan hulu bukan hanya kapal, tetapi jaminan akses nelayan ke lokasi penangkapat. Hulu itu tempat, jika tempat penangkapan tersedia, tapi akses terbatas, sama tidak menjamin," katanya.

Ia mengatakan RUU tersebut tidak sempurna karena lebih banyak memberikan perhatian ke hilir, subsidi bagi para penalayan, pembudidaya dan petambak garam, tidak sektor hulunya.

Ia menyebutkan FPIK IPB telah memberikan usulan agar RUU tersebut direvisi. Usulan tersebut diantarnya memberikan hak akses daerah tangkapan ikan untuk masyarakat kecil komunal serta menjamin ekosistem tetap lestari.

"Untuk memperkuat ini perlu aturan turunan yang diperkuat untuk menutup titik lemah dari RUU ini, seperti peraturan pemerintah, peraturan menteri dan peraturan daerah," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016