Sukabumi (Antara Megapolitan) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sukabumi, Jawa Barat menyebut Kabupaten Sukabumi sudah masuk dalam status darurat kekerasan seksual terhadap anak karena maraknya kasus pelecehan.
"Awal tahun terhitung sejak Januari hingga Februari sudah ada dua kasus pelecehan seksual terhadap anak yang kasusnya mencolok yakni di Kecamatan Parungkuda terdapat 15 anak SD yang seluruh pria dilecehkan oleh guru honorer, dan kasus terbaru yakni pelecehan seksual kepada 16 anak perempuan yang bersekolah di salah satu SD di Kecamatan Cisaat yang juga dilecehkan oleh oknum gurunya sendiri," kata Ketua KPAI Sukabumi, Dian Yulianto di Sukabumi, Senin.
Menurutnya, dengan banyaknya kasus tersebut sudah layak Kabupaten Sukabumi berstatus darurat kekerasan seksual terhadap anak, dan kasus ini sangat memprihatinkan seluruh pihak karena kejadian saat kegiatan belajar dan mengajar (KBM) yang seharusnya guru menjadi pelindung, contoh dan pengayom untuk anak didiknya.
Bahkan, seharusnya sekolah menjadi tempat yang aman kedua setelah keluarga, tetapi dengan adanya dua kasus tersebut sangat mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Sukabumi. Sebab dua kasus ini dilakukan oleh orang yang statusnya sama yakni guru, walaupun yang satu masih honorer dan satu terduga pelaku lainnya sudah berstatus PNS.
"Untuk menghadapi kedaruratan ini, guru perlu memberikan sosialisasi tentang perlindungan alat vital, sehingga si anak berani melawan atau menolak jika organ sensitifnya tersebut dipegang atau diraba oleh orang lain," tambahnya.
Di sisi lain, pihaknya kecewa dengan keputusan pihak Polsek Cisaat yang melepaskan oknum guru bernisial AP yang merupakan guru olah raga di salah satu SD di Kecamatan Cisaat yang menjadi terduga pelaku pelecehan seksual terhadap 16 anak didiknya. Bahkan alasan polisi melepaskan terduga karena bukti yang tidak kuat padahal dengan adanya laporan tersebut aparat penegak hukum ini harus memberikan respon yang tegas, karena untuk visum kasus pelecehan seksual seperti diraba sulit dibuktikan.
Jangan karena hasil visumnya tidak menunjukan adanya kekerasan dan pelaku tidak mengaku maka terduga dilepaskan begitu saja."Seharusnya keterangan dari anak yang menjadi korban bisa menjadi bukti yang kuat, apalagi yang melaporkan kasus pelecehan seksual itu adalah anak di bawah umur dan jumlahnya lebih dari satu orang yang sudah dipastikan keterangannya valid," kata Dian.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Awal tahun terhitung sejak Januari hingga Februari sudah ada dua kasus pelecehan seksual terhadap anak yang kasusnya mencolok yakni di Kecamatan Parungkuda terdapat 15 anak SD yang seluruh pria dilecehkan oleh guru honorer, dan kasus terbaru yakni pelecehan seksual kepada 16 anak perempuan yang bersekolah di salah satu SD di Kecamatan Cisaat yang juga dilecehkan oleh oknum gurunya sendiri," kata Ketua KPAI Sukabumi, Dian Yulianto di Sukabumi, Senin.
Menurutnya, dengan banyaknya kasus tersebut sudah layak Kabupaten Sukabumi berstatus darurat kekerasan seksual terhadap anak, dan kasus ini sangat memprihatinkan seluruh pihak karena kejadian saat kegiatan belajar dan mengajar (KBM) yang seharusnya guru menjadi pelindung, contoh dan pengayom untuk anak didiknya.
Bahkan, seharusnya sekolah menjadi tempat yang aman kedua setelah keluarga, tetapi dengan adanya dua kasus tersebut sangat mencoreng dunia pendidikan di Kabupaten Sukabumi. Sebab dua kasus ini dilakukan oleh orang yang statusnya sama yakni guru, walaupun yang satu masih honorer dan satu terduga pelaku lainnya sudah berstatus PNS.
"Untuk menghadapi kedaruratan ini, guru perlu memberikan sosialisasi tentang perlindungan alat vital, sehingga si anak berani melawan atau menolak jika organ sensitifnya tersebut dipegang atau diraba oleh orang lain," tambahnya.
Di sisi lain, pihaknya kecewa dengan keputusan pihak Polsek Cisaat yang melepaskan oknum guru bernisial AP yang merupakan guru olah raga di salah satu SD di Kecamatan Cisaat yang menjadi terduga pelaku pelecehan seksual terhadap 16 anak didiknya. Bahkan alasan polisi melepaskan terduga karena bukti yang tidak kuat padahal dengan adanya laporan tersebut aparat penegak hukum ini harus memberikan respon yang tegas, karena untuk visum kasus pelecehan seksual seperti diraba sulit dibuktikan.
Jangan karena hasil visumnya tidak menunjukan adanya kekerasan dan pelaku tidak mengaku maka terduga dilepaskan begitu saja."Seharusnya keterangan dari anak yang menjadi korban bisa menjadi bukti yang kuat, apalagi yang melaporkan kasus pelecehan seksual itu adalah anak di bawah umur dan jumlahnya lebih dari satu orang yang sudah dipastikan keterangannya valid," kata Dian.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016