Jakarta (Antara Megapolitan) - Sebanyak tiga relawan organisasi kegawatdaruratan kesehatan "Medical Emergency Rescue Committee (MER-C)" Indonesia, setelah melalui 20 "chekpoint" pemeriksaan berhasil keluar dari Jalur Gaza, Palestina, untuk kemudian menuju Kairo, Ibu Kota Mesir.
"Setelah dua hari berikhtiar dan mengantre di perbatasan Rafah (wilayah perbatasan Gaza dan Mesir), akhirnya dengan izin dan pertolongan-Nya, mereka bisa keluar dari Jalur Gaza," kata Ketua Presidium MER-C Indonesia dr Henry Hidayatullah kepada Antara di Jakarta, Senin malam.
Melalui Manajer Operasional MER-C Rima Manzanaris, ia menjelaskan bahwa relawan dimaksud adalah Site Manager RS Indonesia di Gaza Ir Edy Wahyudi, Karidi dan Miyanto.
Pada Minggu (14/2) sore, relawan MER-C yang telah 1,5 tahun bekerja bagi terwujudnya Rumah Sakit (RS) Indonesia itu bisa keluar dari wilayah terblokade Jalur Gaza, Palestina.
"Sementara dua relawan lainnya, yaitu Reza Aldilla dan Muhamad Husein masih berada di Jalur Gaza," katanya.
Ia menjelaskan ketiga relawan bisa keluar pada hari kedua atau hari terakhir pembukaan perbatasan Rafah, setelah beberapa lama informasi pembukaan Rafah hanya disebutkan "katanya dan katanya".
Baru pada Sabtu (13/2) dan Minggu (14/12) 2016 perbatasan Rafah akhirnya benar-benar dibuka meskipun hanya dua hari saja.
Kesempatan itu, katanya, langsung dimanfaatkan oleh ketiga relawan yang telah bertugas selama lebih dari 1,5 tahun di Gaza.
Relawan MER-C itu sejak Sabtu (13/2) pagi telah bersiap menuju perbatasan Rafah untuk mengantre bersama ribuan orang lainnya.
Namun pada hari Sabtu itu kesabaran relawan kembali diuji karena mereka belum mendapat izin keluar dari Gaza.
Pada hari Minggu (14/2) mulai jam 08.00 waktu setempat ketiga relawan kembali mengantre untuk mengurus izin di perbatasan Rafah, dan barulah pada jam 17.00 sore akhirnya tiga relawan RS Indonesia bisa keluar dari Gaza bersama sedikit orang yang berhasil keluar pada hari itu.
Disebutkan bahwa meskipun cukup berbahaya melakukan perjalanan dari Rafah ke Kairo pada malam hari, namun hal ini tetap dilakukan.
Dengan menggunakan taksi sewaan, ketiganya mulai bergerak dari Rafah menuju Kairo.
Suara tembakan
Di tengah jalan relawan juga sempat mendengar suara penembakan saat beberapa mobil dan bus, termasuk taksi yang ditumpangi relawan jalan beriringan.
Beruntung tidak ada korban jiwa dalam insiden penembakan itu, dan tidak beberapa lama semua kendaraan bisa bergerak lagi.
Setelah menempuh perjalanan selama 8,5 jam, pada pukul setengah dua dinihari, relawan tiba di Kairo.
Menurut Henry, Edy Wahyudi, Karidi dan Miyanto memang dijadwalkan untuk kembali ke Tanah Air karena amanah tugas yang telah selesa
Di mana RS Indonesia telah diserahterimakan kepada Kementerian Kesehatan Palestina dan telah beroperasi memberikan pelayanan medis kepada rakyat Gaza yang membutuhkan.
Kepulangan mereka sempat tertunda beberapa lama karena menunggu dibukanya pintu perbatasan Rafah.
Pada Senin siang waktu setempat ketiga relawan dijadwalkan berkunjung dan bertemu dengan pejabat KBRI Kairo untuk memberikan laporan terakhir program pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza.
Sekaligus mereka berpamitan dengan staf KBRI yang selama ini telah memfasilitasi izin masuk seluruh relawan RS Indonesia yang akan bertugas ke Jalur Gaza.
Sedangkan pada malam harinya relawan akan langsung bertolak ke Tanah Air untuk bisa segera bertemu dengan keluarga tercinta yang sudah sekian lama mengikhlaskan kepergian anak, ayah dan suami mereka untuk melaksanakan "jihad profesi" membangun RS Indonesia di Gaza, Palestina.
Pembangun RS Indonesia di Gaza berawal dari misi tim bantuan kemanusiaan Indonesia yang membawa bantuan obat-obatan dari pemerintah dan rakyat Indonesia untuk warga Gaza, Palestina, akhir 2008 hingga awal 2009.
Ketika itu misi dipimpin dr Rustam S Pakaya, MPH yang saat itu menjabat Kepala Pengendalian Krisis (PPK) Departemen (Kementerian) Kesehatan dan Direktur Urusan Timur Tengah Departemen Luar Negeri Aidil Chandra Salim.
Dalam perkembangannya, kemudian MER-C menggalang dana dari masyarakat Indonesia hingga akhirnya terwujud RSI di Gaza, yang lokasinya berada di di Bayt Lahiya, Gaza Utara.
Sebenarnya, peluncuran secara resmi RS Indonesia di Gaza akan dihadiri relawan dan jurnalis yang pernah ikut menjadi saksi mata saat misi enam tahun silam.
Namun, karena izin masuk ke Gaza saat ini masih mengalami kendala, kemudian penyerahan itu telah dilangsungkan di Indonesia, pada 9 Januari 2016.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri penyerahan secara simbolis Rumah Sakit Indonesia dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) untuk rakyat Palestina.
Acara penyerahan secara simbolis RS Indonesia di Gaza itu digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Sabtu (9/1) malam.
Acara itu dihadiri pula Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Menteri Kesehatan Palestina Hani Abdeen, serta Duta Besar Palestina untuk RI Fariz Mehdawi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016
"Setelah dua hari berikhtiar dan mengantre di perbatasan Rafah (wilayah perbatasan Gaza dan Mesir), akhirnya dengan izin dan pertolongan-Nya, mereka bisa keluar dari Jalur Gaza," kata Ketua Presidium MER-C Indonesia dr Henry Hidayatullah kepada Antara di Jakarta, Senin malam.
Melalui Manajer Operasional MER-C Rima Manzanaris, ia menjelaskan bahwa relawan dimaksud adalah Site Manager RS Indonesia di Gaza Ir Edy Wahyudi, Karidi dan Miyanto.
Pada Minggu (14/2) sore, relawan MER-C yang telah 1,5 tahun bekerja bagi terwujudnya Rumah Sakit (RS) Indonesia itu bisa keluar dari wilayah terblokade Jalur Gaza, Palestina.
"Sementara dua relawan lainnya, yaitu Reza Aldilla dan Muhamad Husein masih berada di Jalur Gaza," katanya.
Ia menjelaskan ketiga relawan bisa keluar pada hari kedua atau hari terakhir pembukaan perbatasan Rafah, setelah beberapa lama informasi pembukaan Rafah hanya disebutkan "katanya dan katanya".
Baru pada Sabtu (13/2) dan Minggu (14/12) 2016 perbatasan Rafah akhirnya benar-benar dibuka meskipun hanya dua hari saja.
Kesempatan itu, katanya, langsung dimanfaatkan oleh ketiga relawan yang telah bertugas selama lebih dari 1,5 tahun di Gaza.
Relawan MER-C itu sejak Sabtu (13/2) pagi telah bersiap menuju perbatasan Rafah untuk mengantre bersama ribuan orang lainnya.
Namun pada hari Sabtu itu kesabaran relawan kembali diuji karena mereka belum mendapat izin keluar dari Gaza.
Pada hari Minggu (14/2) mulai jam 08.00 waktu setempat ketiga relawan kembali mengantre untuk mengurus izin di perbatasan Rafah, dan barulah pada jam 17.00 sore akhirnya tiga relawan RS Indonesia bisa keluar dari Gaza bersama sedikit orang yang berhasil keluar pada hari itu.
Disebutkan bahwa meskipun cukup berbahaya melakukan perjalanan dari Rafah ke Kairo pada malam hari, namun hal ini tetap dilakukan.
Dengan menggunakan taksi sewaan, ketiganya mulai bergerak dari Rafah menuju Kairo.
Suara tembakan
Di tengah jalan relawan juga sempat mendengar suara penembakan saat beberapa mobil dan bus, termasuk taksi yang ditumpangi relawan jalan beriringan.
Beruntung tidak ada korban jiwa dalam insiden penembakan itu, dan tidak beberapa lama semua kendaraan bisa bergerak lagi.
Setelah menempuh perjalanan selama 8,5 jam, pada pukul setengah dua dinihari, relawan tiba di Kairo.
Menurut Henry, Edy Wahyudi, Karidi dan Miyanto memang dijadwalkan untuk kembali ke Tanah Air karena amanah tugas yang telah selesa
Di mana RS Indonesia telah diserahterimakan kepada Kementerian Kesehatan Palestina dan telah beroperasi memberikan pelayanan medis kepada rakyat Gaza yang membutuhkan.
Kepulangan mereka sempat tertunda beberapa lama karena menunggu dibukanya pintu perbatasan Rafah.
Pada Senin siang waktu setempat ketiga relawan dijadwalkan berkunjung dan bertemu dengan pejabat KBRI Kairo untuk memberikan laporan terakhir program pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza.
Sekaligus mereka berpamitan dengan staf KBRI yang selama ini telah memfasilitasi izin masuk seluruh relawan RS Indonesia yang akan bertugas ke Jalur Gaza.
Sedangkan pada malam harinya relawan akan langsung bertolak ke Tanah Air untuk bisa segera bertemu dengan keluarga tercinta yang sudah sekian lama mengikhlaskan kepergian anak, ayah dan suami mereka untuk melaksanakan "jihad profesi" membangun RS Indonesia di Gaza, Palestina.
Pembangun RS Indonesia di Gaza berawal dari misi tim bantuan kemanusiaan Indonesia yang membawa bantuan obat-obatan dari pemerintah dan rakyat Indonesia untuk warga Gaza, Palestina, akhir 2008 hingga awal 2009.
Ketika itu misi dipimpin dr Rustam S Pakaya, MPH yang saat itu menjabat Kepala Pengendalian Krisis (PPK) Departemen (Kementerian) Kesehatan dan Direktur Urusan Timur Tengah Departemen Luar Negeri Aidil Chandra Salim.
Dalam perkembangannya, kemudian MER-C menggalang dana dari masyarakat Indonesia hingga akhirnya terwujud RSI di Gaza, yang lokasinya berada di di Bayt Lahiya, Gaza Utara.
Sebenarnya, peluncuran secara resmi RS Indonesia di Gaza akan dihadiri relawan dan jurnalis yang pernah ikut menjadi saksi mata saat misi enam tahun silam.
Namun, karena izin masuk ke Gaza saat ini masih mengalami kendala, kemudian penyerahan itu telah dilangsungkan di Indonesia, pada 9 Januari 2016.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri penyerahan secara simbolis Rumah Sakit Indonesia dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) untuk rakyat Palestina.
Acara penyerahan secara simbolis RS Indonesia di Gaza itu digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Sabtu (9/1) malam.
Acara itu dihadiri pula Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf, Menteri Kesehatan Palestina Hani Abdeen, serta Duta Besar Palestina untuk RI Fariz Mehdawi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016