Indonesia menargetkan memiliki pembangkit energi bersih sebesar 587 gigawatt pada 2060 sebagai bentuk komitmen pemerintah dan pemangku kepentingan untuk mencapai target netralitas karbon di dalam negeri.
"Semua listrik akan dihasilkan oleh pembangkit listrik energi baru terbarukan dengan berfokus kepada pembangunan energi terbarukan variabel," kata Direktur Konservasi Energi, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nyoman Puspa Dewi dalam webinar B20 Indonesia yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Berdasarkan rencana pengembangan pembangkit energi bersih yang tertuang dalam peta jalan transisi energi, pemerintah menargetkan kapasitas PLTS sebesar 361 gigawatt, PLTA 83 gigawatt, PLTB 39 gigawatt, PLTN 35 gigawatt, PLTBio 37 gigawatt, PLTP 18 gigawatt, dan pembangkit arus laut sebesar 13,4 gigawatt.
Kemudian dari sisi pumped storage direncanakan bisa mencapai 4,2 gigawatt, baterai 140 gigawatt, dan hidrogen 52 gigawatt.
"Kami fokus untuk melakukan mitigasi perubahan iklim melalui komitmen mencapai target netralitas karbon," ujar Puspa.
"Teknologi super grid dan smart grid adalah pemodelan kami yang bisa menggambarkan potensial energi yang dipilih," tambahnya.
Baca juga: Kementerian ESDM upayakan optimalisasi sumber EBT untuk capai netral karbon
Kedua teknologi itu merupakan kunci meningkatkan penetrasi energi baru terbarukan yang menghubungkan listrik di setiap pulau di Indonesia.
Super grid adalah jaringan transmisi area luas yang umumnya lintas benua atau multinasional. Jaringan ini memungkinkan perdagangan listrik dalam jumlah besar melintasi jarak yang jauh.
Sedangkan smart grid merupakan inovasi yang memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi, komputer, dan siber untuk dapat melakukan pengendalian dan pengoperasian sistem tenaga listrik dalam menyalurkan tenaga listrik.
Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM terkait kebutuhan investasi untuk mencapai target netralitas karbon, Indonesia setidaknya membutuhkan uang sebesar 1.177 miliar dolar AS atau 29 miliar dolar AS per tahun agar sektor kelistrikan bisa nir emisi pada 2060.
Angka tersebut terdiri dari kebutuhan investasi di pembangkit energi terbarukan sebesar 1.042 miliar dolar AS dan transmisi yang mencapai 135 miliar dolar AS.
Baca juga: Angkasa Pura II targetkan 20 bandara telah gunakan PLTS pada 2025
Baca juga: Luhut: Butuh 8,58 miliar dolar AS investasi untuk tutup PLTU batu bara
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
"Semua listrik akan dihasilkan oleh pembangkit listrik energi baru terbarukan dengan berfokus kepada pembangunan energi terbarukan variabel," kata Direktur Konservasi Energi, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nyoman Puspa Dewi dalam webinar B20 Indonesia yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Berdasarkan rencana pengembangan pembangkit energi bersih yang tertuang dalam peta jalan transisi energi, pemerintah menargetkan kapasitas PLTS sebesar 361 gigawatt, PLTA 83 gigawatt, PLTB 39 gigawatt, PLTN 35 gigawatt, PLTBio 37 gigawatt, PLTP 18 gigawatt, dan pembangkit arus laut sebesar 13,4 gigawatt.
Kemudian dari sisi pumped storage direncanakan bisa mencapai 4,2 gigawatt, baterai 140 gigawatt, dan hidrogen 52 gigawatt.
"Kami fokus untuk melakukan mitigasi perubahan iklim melalui komitmen mencapai target netralitas karbon," ujar Puspa.
"Teknologi super grid dan smart grid adalah pemodelan kami yang bisa menggambarkan potensial energi yang dipilih," tambahnya.
Baca juga: Kementerian ESDM upayakan optimalisasi sumber EBT untuk capai netral karbon
Kedua teknologi itu merupakan kunci meningkatkan penetrasi energi baru terbarukan yang menghubungkan listrik di setiap pulau di Indonesia.
Super grid adalah jaringan transmisi area luas yang umumnya lintas benua atau multinasional. Jaringan ini memungkinkan perdagangan listrik dalam jumlah besar melintasi jarak yang jauh.
Sedangkan smart grid merupakan inovasi yang memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi, komputer, dan siber untuk dapat melakukan pengendalian dan pengoperasian sistem tenaga listrik dalam menyalurkan tenaga listrik.
Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM terkait kebutuhan investasi untuk mencapai target netralitas karbon, Indonesia setidaknya membutuhkan uang sebesar 1.177 miliar dolar AS atau 29 miliar dolar AS per tahun agar sektor kelistrikan bisa nir emisi pada 2060.
Angka tersebut terdiri dari kebutuhan investasi di pembangkit energi terbarukan sebesar 1.042 miliar dolar AS dan transmisi yang mencapai 135 miliar dolar AS.
Baca juga: Angkasa Pura II targetkan 20 bandara telah gunakan PLTS pada 2025
Baca juga: Luhut: Butuh 8,58 miliar dolar AS investasi untuk tutup PLTU batu bara
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022