Bogor (Antara Megapolitan) - Hasil studi yang dilakukan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL), alokasi anggaran APBD 2016 Kota Bogor, Jawa Barat untuk sektor pendidikan khususnya sarana dan prasarana masih rendah.

"Tahun 2016 ini terjadi peningkatakan belanja daerah Kota Bogor, tetapi tidak dibarengi dengan peningkatan anggaran di sektor sarana dan prasarana pendidikan," kata Ari Akbar dari KOPEL dalam jumpa wartawan ekspos hasil studi perhitungan satuan biaya sarana dan prasarana pendidikan, di Bogor, Senin.

Dikatakannya, dari Rancangan-APBD 2016 yang telah dibahas oleh legislatif dan eksekutif, sekilas terlihat ada keberpihakan. Alokasi anggaran menunjukkan anggaran daerah untuk belanja publik mencapai 53 persen sedangkan belanja tidak langsung (BTL) yang merupakan gaji pokok pegawai sebesar 47 persen.

"Ternyata kenaikan APBD 2016 justru lebih banyak untuk aparat (gaji dan honor)," katanya.

Bukti kurangnya perhatian pemerintah di sektor sarana dan prasarana pendidikan terlihat dari tren belanja urusan pendidikan terhadap total belanja daerah di tahun 2016 mengalami penurunan dibanding tahun 2015 dan 2014.

Pada tahun 2014, total belanja daerah Rp1,6 triliun, alokasi belanja pendidikan sebesar Rp573 miliar atau sebesar 34 persen.

Dari total belanja daerah Rp2 triliun pada tahun 2015, alokasi belanja urusan pendidikan sebesar Rp596 miliar atau 29 persen. Pada tahun 2016, persentase belanja urusan pendidikan menurun menjadi 26 persen yakni total belanja daerah Rp2,6 triliun, alokasi belanja pendidikan Rp698 miliar.

"Dengan bobot belanja daerah tahun ini sebesar Rp2,6 triliun, hanya 26 persen yang dianggarkan untuk belanja pendidikan," katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pada persentase belanja langsung urusan pendidikan terlihat dari Rp698 miliar, 18 persen atau sebesar Rp128 miliar dialokasikan untuk belanja langsung pendidikan.

Bila dibedah lagi, belanja langsung urusan pendidikan Kota Bogor senilai Rp128 miliar terbagi untuk belanja pegawai sebesar Rp21 miliar, belanja barang dan jasa Rp34 miliar, dan belanja modal Rp72 miliar.

"Porsi untuk belanja pegawai jauh lebih besar dibanding APBD 2014 (Rp14 miliar) dan 2015 (Rp16 miliar)," katanya.

Dikatakannya, minimnya perhatian pemerintah dalam pembangunan sarana dan prasarana pendidikan terlihat pada alokasi belanja langsung dari Rp128 milir, nilai untuk belanja modal hanya Rp72 miliar atau 56 persen.

Angka ini menurun bila dibandingkan alokasi belanja langsung untuk pendidikan di tahun 2015, dari Rp104 miliar, belanja modal Rp59 miliar atau sebesar 57 persen.

"Padahal belanja modal inilah yang dialokasikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan yang langsung dirasakan masyarakat, sehingga penting untuk meningkatkan belanja modal pada belanja langsung pendidikan," katanya.

Menurutnya sektor pendidikan di Kota Bogor masih memerlukan banyak perhatian. Dari hasil studi lembaga riset Article 33, memperlihatkan angka putus sekolah (Dinas Pendidikan-2014) sebesar 95,40 persen untuk jenjang SD/MI dan 91,12 persen jenjang SMP/MTS.

"Bahkan kondisi sarana ruang kelas belum memadai, tercatat 102 SD rusak ringan dan 54 rusak berat. Begitu juga dengan SMP, ada 40 sekolah rusak ringan dan 29 rusak berat," katanya.

Ari menambahkan, meski secara persentasi alokasi anggaran APBD untuk pendidikan telah mencapai 20 persen, tetapi porsi tersebut lebih banyak dialokasikan untuk belanja pegawai dibanding fisik pembangunan sarana dan prasarana.

"Pemerintah Kota Bogor harus lebih memperbaiki postur APBD di tahun-tahun yang akan datang dengan mengurangi belanja pegawai dan menambah alokasi anggaran pada belanja publik untuk mengatasi masalah sosial di masyarakat, khususnya sektor pendidikan," kata Ari.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015