Washington (Antara/AFP/Antara Megapolitan) - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada Rabu memberitahu Kongres tentang penjualan dua kapal perang ke Taiwan sebagai bagian dari perjanjian persenjataan senilai 1,8 miliar dolar, yang dicela Tiongkok.

Kesepakatan besar itu terjadi saat rujuk Tiongkok dengan Taiwan, yang terpisah sejak 1949, namun juga dari kekhawatiran Washington bahwa Beijing memiliterisasi bagian dari Laut Tiongkok Selatan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri, David McKeeby, mengatakan penjualan senjata pertahanan senilai 1,83 miliar dolar itu termasuk dua kapal perang kelas Perry, peluru kendali anti-tank Javelin, peluru kendali anti-tank TOW 2B, Amfibi Penyerang AAV-7 dan berbagai peralatan militer lain.

Kongres Amerika Serikat memiliki 30 hari untuk mengutarakan keberatan terkait perdagangan itu atau disetujui.

Beijing, yang menganggap Taiwan wilayah ingin melepaskan diri, pada Selasa mengatakan menolak keras perdagangan senjata, peralatan atau teknologi militer kepada Taiwan oleh negara mana pun dengan alasan apa pun.

"Tiongkok sangat mendesak pihak Amerika Serikat untuk benar-benar menyadari sensitivitas yang tinggi dan membahayakan dari perdagangan senjata kepada Taiwan, penuhi komitmennya dan hentikan perdagangan senjata ke Taiwan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hong Lei.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika John Kirby menekankan bahwa perdagangan itu sejalan dengan kebijakan  Amerika selama ini.

"Dan untuk hubungan kami dengan Tiongkok, yang masih menjadi sebuah hubungan penting yang akan terus kami usahakan," katanya.

"Dan karena kami melakukan hal konsisten, tidak ada pesan lain yang perlu ditarik dari ini, selain kami menjalani komitmen kami dengan serius terkait kebutuhan pertahanan Taiwan," tambahnya.

Hubungan antara Beijing dengan Taipei telah menghangat d bawah Presiden Taiwan saat ini, Ma Ying-jeou dari Partai Kuomintang. Namun Tiongkok menolak untuk melepaskan penggunaan kekerasan jika mereka menyatakan kemerdekaan resmi.

Tiongkok dan Taiwan terpisah pada akhir perang saudara pada 1949.

Amerika Serikat lebih mengakui Tiongkok daripada Taiwan, namun masih menjadi sekutu utama dan pemasok persenjataan terkemuka bagi pulau itu, memberikan sumber ketegangan dengan Beijing secara terus-menerus.

"Tiongkok merupakan bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Tiongkok. Tiongkok menentang keras perdagangan senjata Amerika Serikat ke Taiwan," kata Wakil Menteri Luar Negeri, Zheng Zeguang menurut Xinhua.
    
Satu Tiongkok

Dewan Usaha Amerika Serikat dengan Taiwan menyambut berita tersebut, namun mempertanyakan mengapa itu terjadi pada lebih dari empat tahun sejak perdagangan terakhir dilakukan, dan mengatakan barang-barang tersebut masih kurang untuk menghadapi peningkatan ancaman dari Tiongkok.

"Sementara Tiongkok telah meluncurkan pesawat tempur, kapal selam dan misil baru mereka dalam kurun waktu empat tahun terakhir, Amerika Serikat secara konsisten menolak untuk mempertimbangkan memberi akses peralatan yang sama kepada Taiwan, atau membantu pembangunan dalam degeri mereka," kata kepala kelompok itu, Rupert Hammond-Chambers.

McKeeby mengatakan perdagangan itu sejalan dengan Ketetapan Hubungan Taiwan 1979, yang mengizinkan Amerika Serikat untuk memberikan persenjataan yang cukup untuk menjaga kemampuan taiwan untuk mempertahankan diri mereka.

Dia mengatakan bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakan Satu Tiongkok Amerika Serikat.

Juru bicara Pentagon, Kapten Jeff Davis menyuarakan yang sama, mengatakan bahwa perdagangan itu sesuai dengan kebijakan selama ini.

"Ini adalah sesuatu yang kami lakukan melalui administrasi yang berturut-turut dan kami tidak berhenti membantu Taiwan agar dapat menjaga kemampuan bertahan mereka," kata Davis.

Senator dari Partai Republik, John McCain, juga memuji perdagangan tersebut.

"Keputusan tersebut konsisten dengan kebutuhan legal dalam Ketetapan Hubungan Taiwan dan kepentingan nasional kami dalam membantu pemerintahan demokratis di Taipei untuk menjaga ketenangan di Selat Taiwan," katanya.

Washington membuat Beijing marah pada Oktober saat sebuah kapal perang Amerika Serikat berlayar dekat pulau buatan Tiongkok yang dibangun menjadi markas militer di Laut Tiongkok Selatan.

Washington mengatakan perubahan geografi yang dilakukan Tiongkok di Kepulauan Spratly mengancam kebebasan bernavigasi di wilayah sengketa itu.

Penerjemah: Mabrian/B. Soekapdjo.

    

Pewarta:

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015