Dar Es Salaam, Tanzania (Antara/Thomson Reuters Foundation/Antara Megapolitan) - Pada saat Tanzania bersiap untuk memperkenalkan pendidikan dasar bebas biaya bagi semuanya, pemerintah telah memperingatkan bahwa mereka akan menjatuhkan hukuman bagi orang tua yang gagal memastikan anak-anak mereka bersekolah.
Dalam pergeseran kebijakan besar itu, pendidikan dasar dan sekunder akan dibebas biayakan bagi seluruh anak-anak Tanzania dari Januari, saat pemerintah bergabung dengan negara tetangga di timur Afrika, Uganda, dalam menawarkan pendidikan universal yang bebas biaya.
George Masaju, penuntut umum Tanzania, memperingatkan para orang tua yang dianggap kurang berusaha untuk menciptakan sebuah lingkungan yang terpelajar dengan melarang anaknya bersekolah, akan dijatuhi hukuman.
"Menyebabkan anak untuk berhenti sekolah dengan alasan apapun merupakan sebuah tindakan kriminal karena kalian menentang hak dasarnya untuk mengenyam pendidikan," ujar Masaju dalam sebuah upacara kelulusan di Sekolah Feza, Dar Es Salaam bulan lalu.
Gerakan pemerintah untuk menghapus biaya di sekolah dasar pada 2002 telah membantu meningkatkan keikutsertaan pendidikan dasar menjadi 94 persen dengan rentang usia tujuh hingga 13 tahun pada 2011 dari 59 persen pada 2000.
Namun para orang tua masih perlu mengeluarkan biaya tambahan seperti untuk membeli buku pelajaran, seragam dan juga biaya sekolah untuk beberapa sekolah menengah.
Kebijakan baru itu bertujuan untuk membebaskan para keluarga dari segala biaya dan kontribusi untuk masa belajar 11 tahun.
Meskipun para orang tua sudah diwajibkan untuk menyekolahkan anak-anaknya, namun tidak ada hukuman pada masa itu.
Dalam negara miskin dimana sektor agrikultur mempekerjakan masyarakat sebesar 80 persen, anak-anak Tanzania biasanya tetap di rumah untuk bekerja di ladang atau menjual buah dan sayuran di kota.
Dari Januari, orang tua yang melanggar akan didenda, namun para pejabat belum menentukan nominalnya, ujar seorang pejabat dari Kementerian Pendidikan.
Akan tetapi, tidak seperti di Uganda dimana konstitusinya menegakkan hak atas pendidikan, di Tanzania tidak ada orang tua yang ditindak secara hukum karena gagal menyekolahkan anaknya.
"Jika ada satu atau dua orang tua yang dihukum jika melakukan tindakan tidak bertanggung jawab, itu akan menjadi pelajaran bagi yang lain," ujar Renatus Mkinga, seorang komentator politik dari Dar Es Salaam.
Namun kritik terhadap tuntutan tersebut mengatakan bahwa lebih penting untuk menangani akar dari permasalahan itu.
"Salah satu permasalahan terbesar yang dihadapi masyarakat adalah kemiskinan, jika ada usaha serius untuk mengakhiri kemiskinan, sebagian besar masalah seperti itu akan hilang dengan sendirinya," ujar Mary James, seorang guru sekolah dasar di Mwanza, bagian utara Tanzania.
Menurut UNESCO, secara global, jumlah anak yang putus sekolah meningkat sebesar 2,4 juta antara 2010 dan 2013, menyebabkan jumlah keseluruhan sebesar lebih dari 59 juta.
Dari jumlah tersebut, 30 juta diantaranya tinggal di wilayah sub sahara Afrika.
Sementara Tanzania berada di jalur untuk mencapai tujuan pembangunan milenium dalam hal pendidikan, dengan memberikan pendidikan dasar bagi lebih dari 90 persen anak-anak, menghapus biaya dan membangun sekolah di tiap desa, para guru.
"Sebagian besar sekolah di pedesaan tidak memiliki buku, para siswa duduk di lantai dalam ruangan yang penuh sesak, sulit untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dalam situasi tersebut," ujar Mkinga.
Penerjemah: Mabrian/A. Ahdiat.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Dalam pergeseran kebijakan besar itu, pendidikan dasar dan sekunder akan dibebas biayakan bagi seluruh anak-anak Tanzania dari Januari, saat pemerintah bergabung dengan negara tetangga di timur Afrika, Uganda, dalam menawarkan pendidikan universal yang bebas biaya.
George Masaju, penuntut umum Tanzania, memperingatkan para orang tua yang dianggap kurang berusaha untuk menciptakan sebuah lingkungan yang terpelajar dengan melarang anaknya bersekolah, akan dijatuhi hukuman.
"Menyebabkan anak untuk berhenti sekolah dengan alasan apapun merupakan sebuah tindakan kriminal karena kalian menentang hak dasarnya untuk mengenyam pendidikan," ujar Masaju dalam sebuah upacara kelulusan di Sekolah Feza, Dar Es Salaam bulan lalu.
Gerakan pemerintah untuk menghapus biaya di sekolah dasar pada 2002 telah membantu meningkatkan keikutsertaan pendidikan dasar menjadi 94 persen dengan rentang usia tujuh hingga 13 tahun pada 2011 dari 59 persen pada 2000.
Namun para orang tua masih perlu mengeluarkan biaya tambahan seperti untuk membeli buku pelajaran, seragam dan juga biaya sekolah untuk beberapa sekolah menengah.
Kebijakan baru itu bertujuan untuk membebaskan para keluarga dari segala biaya dan kontribusi untuk masa belajar 11 tahun.
Meskipun para orang tua sudah diwajibkan untuk menyekolahkan anak-anaknya, namun tidak ada hukuman pada masa itu.
Dalam negara miskin dimana sektor agrikultur mempekerjakan masyarakat sebesar 80 persen, anak-anak Tanzania biasanya tetap di rumah untuk bekerja di ladang atau menjual buah dan sayuran di kota.
Dari Januari, orang tua yang melanggar akan didenda, namun para pejabat belum menentukan nominalnya, ujar seorang pejabat dari Kementerian Pendidikan.
Akan tetapi, tidak seperti di Uganda dimana konstitusinya menegakkan hak atas pendidikan, di Tanzania tidak ada orang tua yang ditindak secara hukum karena gagal menyekolahkan anaknya.
"Jika ada satu atau dua orang tua yang dihukum jika melakukan tindakan tidak bertanggung jawab, itu akan menjadi pelajaran bagi yang lain," ujar Renatus Mkinga, seorang komentator politik dari Dar Es Salaam.
Namun kritik terhadap tuntutan tersebut mengatakan bahwa lebih penting untuk menangani akar dari permasalahan itu.
"Salah satu permasalahan terbesar yang dihadapi masyarakat adalah kemiskinan, jika ada usaha serius untuk mengakhiri kemiskinan, sebagian besar masalah seperti itu akan hilang dengan sendirinya," ujar Mary James, seorang guru sekolah dasar di Mwanza, bagian utara Tanzania.
Menurut UNESCO, secara global, jumlah anak yang putus sekolah meningkat sebesar 2,4 juta antara 2010 dan 2013, menyebabkan jumlah keseluruhan sebesar lebih dari 59 juta.
Dari jumlah tersebut, 30 juta diantaranya tinggal di wilayah sub sahara Afrika.
Sementara Tanzania berada di jalur untuk mencapai tujuan pembangunan milenium dalam hal pendidikan, dengan memberikan pendidikan dasar bagi lebih dari 90 persen anak-anak, menghapus biaya dan membangun sekolah di tiap desa, para guru.
"Sebagian besar sekolah di pedesaan tidak memiliki buku, para siswa duduk di lantai dalam ruangan yang penuh sesak, sulit untuk memberikan pendidikan yang berkualitas dalam situasi tersebut," ujar Mkinga.
Penerjemah: Mabrian/A. Ahdiat.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015