COVID-19 varian Omicron mulai menyebar di Indonesia dan menunjukkan peningkatan kasus baru dari waktu ke waktu relatif cepat.
Pakar ilmu kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mendorong peningkatan pelacakan kasus penularan COVID-19 varian Omivron pada tataran populasi menyusul transmisi lokal yang kian bertambah di Tanah Air.
"Kasus Omicron terus meningkat di dunia dan Indonesia. Tentu kita harapkan peningkatan kasus dapat dikendalikan," kata Tjandra Yoga Aditama melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu mengatakan pengendalian Omicron dapat dimulai dengan pelacakan transmisi lokal dengan cara mencari sumber penularan.
"Bukan hanya mereka menularkan ke mana. Kalau tahu sumber awalnya maka bisa dicek ke mana saja si sumber awal itu sudah menularkan, dan semuanya diisolasi," katanya.
Berikutnya meningkatkan jumlah tes di level populasi untuk mendeteksi orang tanpa gejala (OTG) dan segera dilakukan isolasi pada fasilitas yang telah disediakan pemerintah.
"Karena banyak kasus yang OTG dan hanya ditemukan waktu tes, maka jumlah tes di populasi harus lebih ditingkatkan," katanya.
Guru Besar Paru FKUI itu juga mendorong pengawasan pelaku perjalanan luar negeri harus terus diperketat.
"Juga melalui mekanisme Regulasi Kesehatan Internasional (Internasional Health Regulation/IHR) disampaikan informasi ke negara asal varian Omicron agar di negara itu juga dilakukan testing dan tracing dari kemungkinan sumber penular di negara itu," katanya.
Karena masih 43 persen populasi dan 56 persen lansia belum divaksin secara lengkap, kata Tjandra, maka angka ini harus segera dikejar untuk divaksin semaksimal mungkin.
"Pemberian booster tentu baik dan segera dimanfaatkan oleh yang sudah mendapat kesempatan ini. Tetapi secara makro maka pemberian booster jangan sampai mengorbankan upaya pemberian vaksin yang dua kali yang mutlak amat diperlukan," katanya.
Tjandra menambahkan kesiapan pelayanan kesehatan dari primer, sekunder dan tertier harus terus ditingkatkan. Selain itu upaya komunikasi risiko yang intensif agar protokol kesehatan dapat dilakukan lebih baik lagi.
"Data harus selalu 'updated' dengan surveilans yang ketat, sehingga dinamika pengambilan keputusan publik dapat berdasar data 'real time', tepat dan cepat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
Pakar ilmu kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mendorong peningkatan pelacakan kasus penularan COVID-19 varian Omivron pada tataran populasi menyusul transmisi lokal yang kian bertambah di Tanah Air.
"Kasus Omicron terus meningkat di dunia dan Indonesia. Tentu kita harapkan peningkatan kasus dapat dikendalikan," kata Tjandra Yoga Aditama melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu mengatakan pengendalian Omicron dapat dimulai dengan pelacakan transmisi lokal dengan cara mencari sumber penularan.
"Bukan hanya mereka menularkan ke mana. Kalau tahu sumber awalnya maka bisa dicek ke mana saja si sumber awal itu sudah menularkan, dan semuanya diisolasi," katanya.
Berikutnya meningkatkan jumlah tes di level populasi untuk mendeteksi orang tanpa gejala (OTG) dan segera dilakukan isolasi pada fasilitas yang telah disediakan pemerintah.
"Karena banyak kasus yang OTG dan hanya ditemukan waktu tes, maka jumlah tes di populasi harus lebih ditingkatkan," katanya.
Guru Besar Paru FKUI itu juga mendorong pengawasan pelaku perjalanan luar negeri harus terus diperketat.
"Juga melalui mekanisme Regulasi Kesehatan Internasional (Internasional Health Regulation/IHR) disampaikan informasi ke negara asal varian Omicron agar di negara itu juga dilakukan testing dan tracing dari kemungkinan sumber penular di negara itu," katanya.
Karena masih 43 persen populasi dan 56 persen lansia belum divaksin secara lengkap, kata Tjandra, maka angka ini harus segera dikejar untuk divaksin semaksimal mungkin.
"Pemberian booster tentu baik dan segera dimanfaatkan oleh yang sudah mendapat kesempatan ini. Tetapi secara makro maka pemberian booster jangan sampai mengorbankan upaya pemberian vaksin yang dua kali yang mutlak amat diperlukan," katanya.
Tjandra menambahkan kesiapan pelayanan kesehatan dari primer, sekunder dan tertier harus terus ditingkatkan. Selain itu upaya komunikasi risiko yang intensif agar protokol kesehatan dapat dilakukan lebih baik lagi.
"Data harus selalu 'updated' dengan surveilans yang ketat, sehingga dinamika pengambilan keputusan publik dapat berdasar data 'real time', tepat dan cepat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022