Jakarta (Antara Megapolitan) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, bergerak melemah 28 poin menjadi Rp13.718 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.690 per dolar AS.
Analis dari Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, mengatakan bahwa dolar AS bergerak menguat terhadap sejumlah mata uang di kawasan Asia, risiko geopolitik yang memanas pada awal pekan ini setelah Turki menembak jatuh sebuah pesawat tempur Rusia menjadi salah satu faktor yang menekan mata uang berisiko.
"Nilai tukar rupiah tertekan terkena dampak dari eksternal. Kekhawatiran geopolitik masih menjadi sentimen negatif di pasar keuangan negara-negara berkembang," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, prospek kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed fund rate) pada bulan Desember mendatang juga masih menjadi perhatian pasar.
Namun, menurut dia, penguatan dolar AS masih cenderung terbatas, perdagangan pasar uang relatif tipis menjelang libur pasar Amerika Serikat untuk merayakan "Thanksgiving".
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova mengharapkan bahwa langkah bank sentral AS (the Fed) untuk menaikan suku bunga acuannya pada Desember mendatang dapat terealisasi sehingga menghilangkan ketidakpastian di pasar uang domestik.
"Adanya kepastian dari the Fed untuk menaikan suku bunga akan menjadi sinyal positif, karena isu itu sudah beredar cukup lama, diharapkan kenaikan suku bunga the Fed dilaksanakan secara bertahap sehingga tidak membuat pasar kaget," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, penyerapan anggaran untuk pembangunan proyek infrastruktur juga diharapkan mencapai target hingga akhir tahun ini seiring dengan komitmen pemerintah yang akan lebih cepat mengambil keputusan.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Kamis (26/11) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.733 dibandingkan hari sebelumnya (25/11) di posisi Rp13.673 per dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Analis dari Platon Niaga Berjangka Lukman Leong di Jakarta, mengatakan bahwa dolar AS bergerak menguat terhadap sejumlah mata uang di kawasan Asia, risiko geopolitik yang memanas pada awal pekan ini setelah Turki menembak jatuh sebuah pesawat tempur Rusia menjadi salah satu faktor yang menekan mata uang berisiko.
"Nilai tukar rupiah tertekan terkena dampak dari eksternal. Kekhawatiran geopolitik masih menjadi sentimen negatif di pasar keuangan negara-negara berkembang," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, prospek kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed fund rate) pada bulan Desember mendatang juga masih menjadi perhatian pasar.
Namun, menurut dia, penguatan dolar AS masih cenderung terbatas, perdagangan pasar uang relatif tipis menjelang libur pasar Amerika Serikat untuk merayakan "Thanksgiving".
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova mengharapkan bahwa langkah bank sentral AS (the Fed) untuk menaikan suku bunga acuannya pada Desember mendatang dapat terealisasi sehingga menghilangkan ketidakpastian di pasar uang domestik.
"Adanya kepastian dari the Fed untuk menaikan suku bunga akan menjadi sinyal positif, karena isu itu sudah beredar cukup lama, diharapkan kenaikan suku bunga the Fed dilaksanakan secara bertahap sehingga tidak membuat pasar kaget," katanya.
Di sisi lain, lanjut dia, penyerapan anggaran untuk pembangunan proyek infrastruktur juga diharapkan mencapai target hingga akhir tahun ini seiring dengan komitmen pemerintah yang akan lebih cepat mengambil keputusan.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada hari Kamis (26/11) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.733 dibandingkan hari sebelumnya (25/11) di posisi Rp13.673 per dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015