Banda Aceh (Antara Megapolitan) - Ketua Dewan Kehormatan Daerah dan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Adnan NS dan Tarmilin Usman dilaporkan ke polisi oleh Muhammad Saleh terkait pemecatannya sebagai anggota organisasi jurnalis tersebut.
"Saya melaporkan Ketua DKD dan Ketua PWI Aceh ke polisi terkait pemecatan saya sebagai anggota PWI, karena dinilai tidak sesuai dengan prosedur," kata Muhammad Saleh di Banda Aceh, Senin.
Hal itu disampaikan Muhammad Saleh yang merupakan pimpinan Tabloid Modus Aceh dan Majalah Inspirator terbitan Banda Aceh itu usai melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) di Markas Polda Aceh.
Menurut Muhammad Saleh, pemecatannya itu berawal dari surat Ketua DKD yang menyatakan dirinya telah melanggar kode etik.
"Tapi, saya tak pernah menjalani proses/sidang etik, tiba-tiba sudah ada hasilnya yang mengatakan saya melanggar kode etik," ujarnya.
Muhammad Saleh mengatakan, kesimpulan pelanggaran kode etik yang diterbitkan DKD PWI Aceh tersebut atas dasar laporan DR Bakry Usman, seorang warga Banda Aceh yang tertangkap mesum di sebuah salon di Banda Aceh pada 2012.
Bakry, kata Muhammad Saleh, menuduhnya memeras senilai Rp3 juta pada 2012. Tapi, tuduhan itu baru dilaporkan ke PWI Aceh dan Dewan Pers pada Agustus 2015.
Namun, menurut Muhammad Saleh, melapor adalah hak setiap orang, seperti halnya hak setiap warga mendapat proses keadilan yang seadil-adilnya.
"Seharusnya berdasarkan Bab III Pasal 6 Peraturan Dasar Peraturan Rumah Tangga PWI Tahun 2013, Pengurus Provinsi memberikan kesempatan pada anggota untuk membela diri secara tertulis atau dengan menghadirkan saya di dalam rapat pengurus," kata dia.
Tapi, lanjut Muhammad Saleh, ini tidak dilakukan. Malah langsung dilaporkan ke Dewan Pers dan PWI Pusat dan menyatakan melanggar kode etik.
Muhammad Saleh menduga, proses pemecatan berkaitan dengan agenda Konferensi Provinsi PWI Aceh yang akan berlangsung pada 2-3 Desember 2015.
"Saya termasuk satu di antara calon yang akan maju sebagai Ketua PWI Aceh periode 2015-2020. Jika ini benar, maka cara-cara ini bar-bar," kata Muhammad Saleh.
Sementara itu, Ketua PWI Aceh Tarmilin menyatakan, pemecatan Muhammad Saleh dari keanggotaan merupakan kewenangan penuh PWI Pusat, sementara PWI Aceh tidak tahu menahu.
Menurut Tarmilin, awalnya Dewan Pers pernah menyurati PWI Aceh agar membuat sidang etik terhadap Muhammad Saleh atas laporan Bakry Usman yang telah melakukan pemerasan terhadap dirinya.
Karena PWI Aceh tidak berhak melakukan sidang etik, maka diserahkan kepada DKD PWI Aceh dan hasilnya diserahkan ke Dewan Pers dan PWI Pusat, katanya.
Kemudian, keluarlah Surat Keputusan PWI Pusat Nomor: 192-PLP/PP-PWI/2015 yang ditandatangani Ketua Umum Margiono, Ketua Bidang Organisasi Sasongko Tedjo dan Sekjen Hendry Ch tertanggal 26 Agustus 2015.
Dalam SK tersebut memutuskan menjatuhkan sanksi atau tindakan organisasi kepada Muhammad Saleh berupa pemberhentian penuh dari keanggoataan PWI.
PWI Pusat memberi sanksi kepada Saleh itu berdasarkan Surat Dewan Kehormatan Provinsi PWI Aceh Nomor 03.DKD-PWI Aceh.VIII.2015.
Surat yang tandatangani Ketua DKD PWI Aceh Adnan NS menyebutkan, sehubungan dengan surat PWI Aceh Nomor: 120.PWI-Aceh.VIII.2015 tentang sidang etik, DKD telah bersidang tanggal 26 Agustus 2015 membahas kasus pemerasan yang dilakukan Muhammad Saleh terhadap DR H M Bakry Usman, MSi.
Hasil sidang tersebut, DKD PWI Aceh berkesimpulan kasus tersebut tergolong pelanggaran kode etik jurnalistik.
Tarmilin menyatakan, kasus ini sebenarnya masalah internal organisasi dan seharusnya Muhammad Saleh tidak perlu melaporkan hal ini ke polisi.
"Saya jadi bingung, kenapa Muhammad Saleh melaporkan masalah ini ke polisi. Saya pikir polisi tahu," katanya.
Dikatakan, sebenarnya Muhammad Saleh bisa melakukan klarifikasi, apakah melalui konferensi cabang atau kongres PWI.
Ketika ditanya kasus ini terkait dengan Konferensi Cabang PWI Aceh, Tarmilin menyatakan, tidak ada hubungannya itu semua hasil dari rapat pleno PWI Pusat.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Saya melaporkan Ketua DKD dan Ketua PWI Aceh ke polisi terkait pemecatan saya sebagai anggota PWI, karena dinilai tidak sesuai dengan prosedur," kata Muhammad Saleh di Banda Aceh, Senin.
Hal itu disampaikan Muhammad Saleh yang merupakan pimpinan Tabloid Modus Aceh dan Majalah Inspirator terbitan Banda Aceh itu usai melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) di Markas Polda Aceh.
Menurut Muhammad Saleh, pemecatannya itu berawal dari surat Ketua DKD yang menyatakan dirinya telah melanggar kode etik.
"Tapi, saya tak pernah menjalani proses/sidang etik, tiba-tiba sudah ada hasilnya yang mengatakan saya melanggar kode etik," ujarnya.
Muhammad Saleh mengatakan, kesimpulan pelanggaran kode etik yang diterbitkan DKD PWI Aceh tersebut atas dasar laporan DR Bakry Usman, seorang warga Banda Aceh yang tertangkap mesum di sebuah salon di Banda Aceh pada 2012.
Bakry, kata Muhammad Saleh, menuduhnya memeras senilai Rp3 juta pada 2012. Tapi, tuduhan itu baru dilaporkan ke PWI Aceh dan Dewan Pers pada Agustus 2015.
Namun, menurut Muhammad Saleh, melapor adalah hak setiap orang, seperti halnya hak setiap warga mendapat proses keadilan yang seadil-adilnya.
"Seharusnya berdasarkan Bab III Pasal 6 Peraturan Dasar Peraturan Rumah Tangga PWI Tahun 2013, Pengurus Provinsi memberikan kesempatan pada anggota untuk membela diri secara tertulis atau dengan menghadirkan saya di dalam rapat pengurus," kata dia.
Tapi, lanjut Muhammad Saleh, ini tidak dilakukan. Malah langsung dilaporkan ke Dewan Pers dan PWI Pusat dan menyatakan melanggar kode etik.
Muhammad Saleh menduga, proses pemecatan berkaitan dengan agenda Konferensi Provinsi PWI Aceh yang akan berlangsung pada 2-3 Desember 2015.
"Saya termasuk satu di antara calon yang akan maju sebagai Ketua PWI Aceh periode 2015-2020. Jika ini benar, maka cara-cara ini bar-bar," kata Muhammad Saleh.
Sementara itu, Ketua PWI Aceh Tarmilin menyatakan, pemecatan Muhammad Saleh dari keanggotaan merupakan kewenangan penuh PWI Pusat, sementara PWI Aceh tidak tahu menahu.
Menurut Tarmilin, awalnya Dewan Pers pernah menyurati PWI Aceh agar membuat sidang etik terhadap Muhammad Saleh atas laporan Bakry Usman yang telah melakukan pemerasan terhadap dirinya.
Karena PWI Aceh tidak berhak melakukan sidang etik, maka diserahkan kepada DKD PWI Aceh dan hasilnya diserahkan ke Dewan Pers dan PWI Pusat, katanya.
Kemudian, keluarlah Surat Keputusan PWI Pusat Nomor: 192-PLP/PP-PWI/2015 yang ditandatangani Ketua Umum Margiono, Ketua Bidang Organisasi Sasongko Tedjo dan Sekjen Hendry Ch tertanggal 26 Agustus 2015.
Dalam SK tersebut memutuskan menjatuhkan sanksi atau tindakan organisasi kepada Muhammad Saleh berupa pemberhentian penuh dari keanggoataan PWI.
PWI Pusat memberi sanksi kepada Saleh itu berdasarkan Surat Dewan Kehormatan Provinsi PWI Aceh Nomor 03.DKD-PWI Aceh.VIII.2015.
Surat yang tandatangani Ketua DKD PWI Aceh Adnan NS menyebutkan, sehubungan dengan surat PWI Aceh Nomor: 120.PWI-Aceh.VIII.2015 tentang sidang etik, DKD telah bersidang tanggal 26 Agustus 2015 membahas kasus pemerasan yang dilakukan Muhammad Saleh terhadap DR H M Bakry Usman, MSi.
Hasil sidang tersebut, DKD PWI Aceh berkesimpulan kasus tersebut tergolong pelanggaran kode etik jurnalistik.
Tarmilin menyatakan, kasus ini sebenarnya masalah internal organisasi dan seharusnya Muhammad Saleh tidak perlu melaporkan hal ini ke polisi.
"Saya jadi bingung, kenapa Muhammad Saleh melaporkan masalah ini ke polisi. Saya pikir polisi tahu," katanya.
Dikatakan, sebenarnya Muhammad Saleh bisa melakukan klarifikasi, apakah melalui konferensi cabang atau kongres PWI.
Ketika ditanya kasus ini terkait dengan Konferensi Cabang PWI Aceh, Tarmilin menyatakan, tidak ada hubungannya itu semua hasil dari rapat pleno PWI Pusat.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015