Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menagih janji Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk menyelamatkan kawasan hutan termasuk hutan yang dikelola Perhutani dari kegiatan pertambangan.
"Sekitar dua bulan lalu ada janji dari Ibu Menteri yang akan mengeluarkan surat edaran penghentian seluruh kegiatan penambangan di areal hutan di berbagai wilayah,” kata Dedi melalui sambungan telepon, di Purwakarta, Jumat.
Ia mengatakan, sebelumnya pihak kementerian meminta waktu untuk melakukan kajian. Namun kajian itu terlalu panjang dan hingga kini penambangan masih terus berjalan.
“Tapi menurut saya kajiannya sudah lewat. Karena lewat satu hari saja bisa habis sekian ribu pohon, bisa habis sekian ribu batu dan mineral. Sayangnya sampai hari ini kami belum pernah mendapat surat edaran,” katanya.
Baca juga: Anggota DPR Dedi Mulyadi desak KLHK hentikan penambangan di areal hutan
Baca juga: Dedi Mulyadi: Sanggabuana disepakati jadi taman nasional oleh Komisi IV DPR dan KLHK
Sementara di sisi lain, kata Dedi, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemanfaatan hutan untuk sawit hingga penambangan terlampau kecil padahal pengusaha bisa menghasilkan miliaran dari memanfaatkan hutan.
Ia juga mempertanyakan hingga kapan KLHK akan mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan tambang atau sawit. Sebab tidak ada manfaat yang didapat oleh masyarakat dan negara dalam kegiatan tersebut.
“Apakah KLHK akan terus membiarkan tanah negara untuk penambangan terus-menerus, perkebunan sawit terus-menerus. Sementara negara tidak dapat apa-apa. Mereka (pengusaha) mengumpulkan kekayaan secara terus menerus,” katanya.
Baca juga: Dedi Mulyadi minta KLHK tindak tegas tambang ilegal modus perkebunan cengkih
Dedi meminta KLHK menjelaskan mengapa hal tersebut masih terus berjalan, sehingga kerusakan alam terutama hutan terus terjadi di Indonesia.
Ia menyampaikan kalau DPR akan terus mendorong KLHK untuk berani bersikap dalam menangani kerusakan hutan.
Salah satunya melalui Revisi Undang-undang Nomor 5 tahun 1990. Salah satu revisinya angka hukuman bagi perusak alam dinaikkan menjadi minimal 10 tahun dan denda Rp15 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
"Sekitar dua bulan lalu ada janji dari Ibu Menteri yang akan mengeluarkan surat edaran penghentian seluruh kegiatan penambangan di areal hutan di berbagai wilayah,” kata Dedi melalui sambungan telepon, di Purwakarta, Jumat.
Ia mengatakan, sebelumnya pihak kementerian meminta waktu untuk melakukan kajian. Namun kajian itu terlalu panjang dan hingga kini penambangan masih terus berjalan.
“Tapi menurut saya kajiannya sudah lewat. Karena lewat satu hari saja bisa habis sekian ribu pohon, bisa habis sekian ribu batu dan mineral. Sayangnya sampai hari ini kami belum pernah mendapat surat edaran,” katanya.
Baca juga: Anggota DPR Dedi Mulyadi desak KLHK hentikan penambangan di areal hutan
Baca juga: Dedi Mulyadi: Sanggabuana disepakati jadi taman nasional oleh Komisi IV DPR dan KLHK
Sementara di sisi lain, kata Dedi, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemanfaatan hutan untuk sawit hingga penambangan terlampau kecil padahal pengusaha bisa menghasilkan miliaran dari memanfaatkan hutan.
Ia juga mempertanyakan hingga kapan KLHK akan mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan tambang atau sawit. Sebab tidak ada manfaat yang didapat oleh masyarakat dan negara dalam kegiatan tersebut.
“Apakah KLHK akan terus membiarkan tanah negara untuk penambangan terus-menerus, perkebunan sawit terus-menerus. Sementara negara tidak dapat apa-apa. Mereka (pengusaha) mengumpulkan kekayaan secara terus menerus,” katanya.
Baca juga: Dedi Mulyadi minta KLHK tindak tegas tambang ilegal modus perkebunan cengkih
Dedi meminta KLHK menjelaskan mengapa hal tersebut masih terus berjalan, sehingga kerusakan alam terutama hutan terus terjadi di Indonesia.
Ia menyampaikan kalau DPR akan terus mendorong KLHK untuk berani bersikap dalam menangani kerusakan hutan.
Salah satunya melalui Revisi Undang-undang Nomor 5 tahun 1990. Salah satu revisinya angka hukuman bagi perusak alam dinaikkan menjadi minimal 10 tahun dan denda Rp15 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021