Kesadaran warga untuk mengurus akte kelahiran, saat ini sudah cukup bagus. Penilaian itu muncul jika diukur dari persentase jumlah warga yang sudah mengurus kepemilikan akte kelahiran. Berdasarkan catatan kinerja Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor tahun 2021,  jumlah warga yang sudah memiliki akte kelahiran mencapai 91,96%. Begitu juga dengan KTP. Persentase perekaman KTP di Kota Bogor sudah mencapai 99,4%.

Tingginya kesadaran warga untuk memiliki akte kelahiran bisa dipahami. Begitu juga dengan KTP. Maklumlah, dua jenis dokumen kependudukan itu sangat diperlukan. Baik akte kelahiran maupun KTP adalah dokumen kependudukan yang wajib dimiliki setiap individu.

Kedua jenis dokumen kependudukan itu juga kerap dibutuhkan warga sebagai identitas diri yang sah dalam kepengurusan berbagai jenis kepentingan.

Baca juga: Sambut HJB Ke-539, Disdukcapil Kota Bogor siapkan infrastruktur lantatur

Lalu bagaimana dengan akte kematian? Nah yang ini nasibnya berbeda. Sebab kesadaran warga untuk mengurus dan memiliki akte kematian anggota keluarganya, masih sangat rendah.
 
Warga sedang mengurus dokumen kependudukan di Dinas Kepedudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor, Jawa Barat. (Antara/HO/Diskominfo Kota Bogor)


“Akte kematian biasanya diminta, hanya ketika warga mau mengurus berbagai peninggalan dari mereka yang sudah meninggal, seperti urusan warisan, urusan perbankan dan lain sebagainya,” ungkap Ade Sumarjo, Kepala Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor.

Padahal, demi kepentingan kebaharuan dan akurasi data kependudukan, akte kematian pun sangat diperlukan. Jika jumlah warga yang meninggal dapat termonitor dari jumlah akte kematian yang dikeluarkan oleh Dinas kepedudukan dan Catatan Sipil, maka bisa diperoleh data tentang berapa banyak berkurangnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu.

Baca juga: Kota Bogor akui data penerima bansos warga terdampak COVID-19 belum lengkap

Sama dengan jumlah kelahiran, jumlah kematian warga pun pasti mempengaruhi akurasi dan kebaharuan data jumlah penduduk yang sebenarnya.

Menurut Ade, selama ini data tentang jumlah warga yang meninggal, diperolehnya dari laporan kelurahan secara berkala.
“Sebab para RT dan RW umumnya melapor ke Kelurahan jika ada warga di wilayahnya yang meninggal dan pihak kelurahan kemudian mengeluarkan Surat Keterangan Kematian,” jelas Ade.
 
Warga sedang mengambil dokumen kependudukan di Dinas Kepedudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor, Jawa Barat. (Antara/HO/Diskominfo Kota Bogor).


Namun demikian, diperkirakan masih banyak kematian warga yang tidak tercatat, karena tidak terlaporkan atau dilaporkan oleh keluarga dari warga yang wafat. Itu sebabnya, data akurat tentang jumlah warga yang wafat, relatif sulit diperoleh.

Berdasarkan laporan yang masuk dari berbagai Kelurahan itulah, bisa termonitor dan tercatat pengurangan jumlah penduduk dari waktu ke waktu. Di layar dashboard Blue Room Dinas Kepedudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor, bisa diakses informasi tentang jumlah kematian warga Kota Bogor berdasarkan akte kematian yang diterbitkan.

Baca juga: Disdukcapil Kota Bogor kurangi pelayanan cegah penyebaran COVID-19

Misalnya, pada tahun 2019 tercatat sebanyak 2.418 orang dan 2.857 pada tahun 2020, kemudian menjadi 4.718 sampai pertengahan November 2021. Selain itu, dapat diketahui juga penyebab kematiannya, antara lain seperti kematian akibat Covid-19.
 
Warga sedang mengambil dokumen kependudukan di konter Drive Thru di depan kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor. (Antara/HO/Diskominfo Kota Bogor).


Mengingat informasi tentang kematian warga dibutuhkan untuk akurasi data jumlah penduduk, maka Ade berharap, warga bersedia melapor jika ada anggota keluarganya yang meninggal dunia.

“Atas laporan itu kami akan menerbitkan Akte Kematian atas nama warga yang meninggal tersebut,” jelas Ade.

Untuk melapor dan mendapatkan akte kematian, warga bisa melakukannya melalui aplikasi “Si Kancil Berlari”. Dalam kurun waktu relatif tidak lama, Akte Kematian sudah bisa diambil warga yang membutuhkan, di konter Drive Thru di depan kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor.

Baca juga: Pemkot Bogor siap distribusikan 52.045 E-KTP kepada warga

Sesungguhnya bukan hanya informasi kematian saja yang diperlukan. Pada dasarnya, “Setiap perubahan pada data kependudukan seyogianya dilaporkan kepada kami, seperti halnya informasi yang tercantum di dalam Kartu Keluarga,” harap Ade.
Menurutnya, setiap Kartu Keluarga sebaiknya diperbaharui dalam kurun waktu tertentu.
 
Contoh akta kematian yang diterbitkan Dinas Kepedudukan dan Catatan Sipil Kota Bogor, Jawa Barat. (Antara/HO/Diskominfo Kota Bogor).


“Memang Kartu Keluarga (KK) tidak memiliki masa berlakunya, tetapi kan data yang ada disitu, setelah kurun waktu tertentu pasti mengalami perubahan, jadi karena itulah KK perlu diperbaharui,” paparnya.

Ia contohkan, data anak di dalam KK semula tercantum sebagai siswa SMP atau SMA. Setidaknya tiga tahun kemudian data anak tersebut tentu sudah berubah seiring dengan perkembangan tingkat pendidikan mereka. Pada saat itulah sebuah KK perlu diganti, karena ada perubahan data yang tercantum di dalamnya.

Baca juga: Pemkot Bogor minta tambahan 70.000 blanko KTP elektronik

Begitupun dengan KTP. Sekarang KTP tidak memiliki masa berlaku. Tetapi jika ada perubahan data pada diri pemiliknya, maka sebaiknya KTP tersebut diganti dengan mencantumkan data baru sesuai kondisi aktual pemiliknya.  
 
Ilustrasi- Warga meninggal dunia sedang dishalatkan. (Antara/HO/Diskominfo Kota Bogor).


Data kependudukan yang berkualitas adalah data yang akurat, sesuai perkembangan kondisi dan dinamika jumlah dan perpindahan penduduk. Data kependudukan yang berkualitas tentu menjadi informasi yang sangat diperlukan untuk mendukung suksesnya setiap program dan kegiatan pemerintah maupun masyarakat.

Jadi demi kepentingan bersama, marilah kita selalu perbaharui setiap data diri kita masing-masing pada dokumen kependudukan sesuai dengan perubahannya. (Advertorial)

Pewarta: Diskominfo Kota Bogor

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021