Bogor, (Antara Megapolitan) - Orang tua harus memiliki kecerdasan agar dapat mengimbangi tumbuh kembang anaknya, sehingga mampu membimbingnya menghadapi derasnya arus globalisasi, menjadi generasi yang tangguh.

Hal ini dikatakan oleh Ketua Qurrata`aini Parenting Club (QAPC), Euis Sufi Jatiningsih dalam seminar parenting yang diselenggarakan Qurrata`aini Parenting Club (QAPC) Bogor, Kamis.

"Orang tua harus memiliki kecerdasan, untuk mengimbangi tumbuh kembang anaknya, eksis di dalam dunia anak, jangan sampai kita membiarkan dia lemah menghadapi arus globalisasi," katanya.

Euis mengatakan, tantangan hidup anak zaman sekarang jauh lebih berat, dengan serbuah informasi, media sosial, serta tayangan televisi yang apabila tidak diberikan bekal atau batasan dapat mempengaruhi hidup anak.

Berbeda dengan anak zaman sebelumnya, secara fisik memiliki ketangguhan karena telah terlatih dengan hidup yang susah belum ada perkembangan teknologi seperti saat ini.

"Dulu kita berjalan kaki untuk ke sekolah tidak masalah, anak-anak sekarang kalau tidak dijemput orang tuanya kebingungan mau pulang naik apa, dan mengeluh ketika harus menaiki angkutan umum," katanya.

Menurut Euis, orang tau yang tidak mau belajar mengikuti tumbuh kembang anaknya harus menghadapi anak yang telah dipengaruhi oleh arus globalisasi.

Di era saat ini film yang ditayangkan meskipaun film religi tetapi membiaskan pemikiran agama, pornografi dan masih banyak faktor lainnya yang melemahkan anak.

Ia mencontohkan kasus kekerasan seksual pada anak maupun kriminalitas anak yang kian marak terjadi di Tanah Air, ada andil lemahnya peran orang tua dalam pengawasan anaknya.

Euis menilai, kasus kekerasan seksual pada anak ada dua faktor antara pelaku dan anak yang menjadi korban. Dari pelaku penyebabnya adalah lemahnya pendidikan agama, sehingga tidak mempunyai orientasi terhadap akherat dan menekan syahwat.

"Pelaku ini juga korban dari media, sudah terbiasa melihat hal-hal yang berbau pornografis, kurangnya nilai agama, sehingga tidak memiliki orietasi terhadap akherat," katanya.

Demikian pula anak sebagai korban, lanjut Euis, anak-anak yang terbiasa menonton televisi yang mempertontonkan adegan ciuman, pegangan tangan, sehingga mengganggap biasa perbuatan tersebut dilakukan dengan orang asing.

"Mereka (anak-red) korban media, ketika melihat tayangan televisi berpengangan tangan, ciuman sebagai hal yang tidak perlu diwaspadai. Ketika dilecehkan, atau dicabuli, baru menyadarinya," katanya.

Euis mengatakan, lemahnya perlindungan dan pengawasan orang tua, berkontribusi besar dalam kasus kekerasan seksual pada anak. Tetapi, bila orang tua telah menjaga anak dalam ritualisasi dengan Allah dalam dimensi spiritual, dimensi komunikasi, dimensi IPTEK dan keterampilan, maka kejadian tersebut dapat dicegah.

"Jadilah orang tua yang menjadi orang pertama yang tahu apa yang sedang dihadapi anaknya. Orang tua harus punya keterampilan menghadapi tumbuh kembang anak, ketika masih bayi, puber, perlu ilmu dan skill komunikasi," katanya.

QAPC merupakan komunitas orang tua pengajar yang beranggotakan sebanyak 500 orang tua murid TK Qurrata`aini. Tahun ini merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) keempat. Berbagai kegiatan diselenggarakan dalam perayaan tersebut diantaranya seminar parenting menghadikan Ustadz Bendri Jaisyurrahman.

Kegiatan lainnya digelar pelatihan untuk tim penyuluh, penyuluhan tentang mewaspadai kekerasan terhadap anak, serta lomba karya tulis QAPC tentang peran orang tua dalam mendidik anaknya.

"QAPC hadir untuk mesosialisasikan nila-nilai Islami kepada masyarakat bukan secara ekslusif tetapi secara nasional, menjadi keluarga tangguh dan Islami," kata Najwa Shofiyah, selaku Wakil Ketua QAPC.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015