Jakarta (Antara Megapolitan) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore bergerak melemah sebesar 48 poin menjadi Rp13.735 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.687 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova, di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa sentimen eksternal mengenai kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang kembali muncul menahan laju mata uang rupiah untuk bergerak di area positif.
"Sebagian pelaku pasar uang kembali mengantisipasi kenaikan suku bunga Amerika Serikat pada rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Oktober ini mengingat beberapa data ekonomi yang dirilis menunjukkan peningkatan," katanya.
Ia menambahkan bahwa kondisi ekonomi Tiongkok yang juga masih melambat mempengaruhi mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah. Melemahnya ekonomi Tiongkok juga dikhawatirkan mempengaruhi laju perekonomian nasional mengingat Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap hasil komoditas.
"Memang, saat ini Indonesia mulai mengurangi ketergantungan terhadap komoditas namun itu dampaknya masih jangka panjang, sementara pelaku pasar terutama spekulan cenderung melihat jangka pendek," katanya.
Kendati demikian, Rully Nova meyakini sentimen positif dari paket-paket kebijakan yang telah diluncurkan pemerintah dapat menahan koreksi mata uang rupiah lebih dalam.
"Meski sentimen eksternal belum mendukung penguatan rupiah, namun dari dalam negeri sentimennya cenderung positif," ucapnya.
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa prospek pertumbuhan global yang masih melambat terutama di pasar negara berkembang membuat mata uangnya mengalami tekanan.
"Diharapkan paket-paket kebijakan ekonomi segera terasa dampaknya sehingga dapat menopang mata uang rupiah ke depannya," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (21/10) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.696 dibandingkan hari sebelumnya (20/10) Rp13.634.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova, di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa sentimen eksternal mengenai kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang kembali muncul menahan laju mata uang rupiah untuk bergerak di area positif.
"Sebagian pelaku pasar uang kembali mengantisipasi kenaikan suku bunga Amerika Serikat pada rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Oktober ini mengingat beberapa data ekonomi yang dirilis menunjukkan peningkatan," katanya.
Ia menambahkan bahwa kondisi ekonomi Tiongkok yang juga masih melambat mempengaruhi mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah. Melemahnya ekonomi Tiongkok juga dikhawatirkan mempengaruhi laju perekonomian nasional mengingat Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap hasil komoditas.
"Memang, saat ini Indonesia mulai mengurangi ketergantungan terhadap komoditas namun itu dampaknya masih jangka panjang, sementara pelaku pasar terutama spekulan cenderung melihat jangka pendek," katanya.
Kendati demikian, Rully Nova meyakini sentimen positif dari paket-paket kebijakan yang telah diluncurkan pemerintah dapat menahan koreksi mata uang rupiah lebih dalam.
"Meski sentimen eksternal belum mendukung penguatan rupiah, namun dari dalam negeri sentimennya cenderung positif," ucapnya.
Analis PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa prospek pertumbuhan global yang masih melambat terutama di pasar negara berkembang membuat mata uangnya mengalami tekanan.
"Diharapkan paket-paket kebijakan ekonomi segera terasa dampaknya sehingga dapat menopang mata uang rupiah ke depannya," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Rabu (21/10) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp13.696 dibandingkan hari sebelumnya (20/10) Rp13.634.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015