Depok, (Antara Megapolitan) - Pakar transportasi Universitas Indonesia (UI) Ale Berawi menilai kereta cepat diperlukan untuk meningkatkan perekonomian terutama bagi kelas menengah.

"Dengan kereta cepat pergerakan bisnis menjadi lebih mudah dan efisien dan perekonomian kelas menengah bisa didorong," kata Ale Berawi di kampus UI Depok, Rabu.

Direktur Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM UI) tersebut mengatakan dengan naiknya ekonomi kelas menengah maka ekonomi kelas bawah pun akan terangkat sehingga perekonomian akan semakin membaik.

Menurut dia kereta cepat ini bukan kereta wisata lebih untuk mendorong roda perekonomian kelas menengah. Memudahkan aksebilitas pelaku usaha sehingga pergerakan menjadi lebih mudah.Namun yang harus dipertimbangkan juga adalah soal jarak.

"Lebih baik membangun kereta cepat Jakarta-Surabaya," katanya.

Ia mengatakan untuk pembangunan kereta cepat maka diperlukan jalur baru, karena jalur yang ada saat ini tidak memungkinkan dilalui kereta cepat. Jalur kereta cepat harus memiliki lebar antara 1,4 meter.

Sedangkan jalur yang ada saat ini lebarnya hanya 1 meter, karena kereta cepat memiliki jarak tempuh antara 250-300 kilo meter per jam.

Tentunya kata dia akan lebih efektif kalau bisa ditempuh dalam waktu lebih cepat. Dan ini moda transportasi yang ramah lingkungan. Di negara maju sudah memiliki kereta cepat untuk menunjang roda bisnis.

Dengan naiknya ekonomi kelas menengah maka ekonomi kelas bawah pun akan terangkat yang menunjang ekonomi kelas menengah. Jadi jika pelaku usaha ingin meninjau suatu lokasi bisa menggunakan moda transportasi ini.

Walaupun harga tiket kereta cepat memang lebih mahal dibanding kereta biasa. Tapi hal itu dilihat bukan sebagai kendala.

"Pengguna tentunya memiliki pemasukan tersendiri. Dan kalau roda bisnisnya maju maka ekonomi kelas bawah pun terangkat secara otomatis. Di negara maju seperti Jepang pun sudah lumrah terjadi dan memiliki kereta cepat," jelasnya.

Mengenai resiko, Ale berpendapat, semua moda transportasi memiliki resiko kecelakaan yang sama. Hanya saja, dengan kecanggihan teknologi resiko itu bisa dihindari. Tentunya kuncinya di pemeliharaan harus dilakukan dengan sangat baik.

"Kalaupun ada kasuistik ya mungkin saja, tapi dengan kemajuan teknologi resiko itu bisa dikurangi," katanya.

Hanya saja, negara mana yang paling berani yang akhirnya memenangkan tender itu. Yang menjadi catatan dirinya, siapapun negara pemenang tender harus diperhatikan sejumlah hal.

Misalnya saja berani berinvestasi di Indonesia dan tidak membebankan pada masyarakat nantinya. Dalam hal ini, Cina dianggap lebih berani berinvestasi tanpa pertimbangan berlapis.

Dikatakannya pertimbangannya adalah B to B (bisnis to bisnis). Yang harus dikontrol juga nanti jangan sampai harga tiketnya menjadi sangat mahal karena ini menjadi beban masyarakat. Harus diteliti lagi kompensasi-kompensasi apa yang menjadi kesepakatan atas kerjasama ini.

Sementara itu terkait dengan akselerasi pembangunan infrastruktur di Indonesia, DRPM UI akan membahas dalam seminar pertama dalam Expo UI 2015 pada 9 November 2015.

Kegiatan yang digelar di Gedung Smesco Jalan Gatot Subroto Jakarta mengangkat tema "Akselerasi Pembangunan Infrastruktur: Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing.

Hadir dalam seminar itu Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil serta Direktur DRPM UI Ale Berawi.

Dalam seminar akan dibahas bagaimana akselerasi pembangunan infrastruktur bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing. 

Pewarta: Feru Lantara

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015