Jakarta (Antara Megapolitan) - Lontaran Kepala Pusat Penyuluhan Sosial (Puspensos) Kementerian Sosial Tati Nugrahati yang menyatakan modernisasi media turut andil dalam menyebarluaskan konten pornografi, terutama di kalangan remaja, seiring banyaknya produk tontonan anak-anak, termasuk komik dan sinetron yang mengandung unsur porno mesti dijadikan "warning" bersama.

Lontaran itu disampaikan Tati Nugrahati pada kegiatan Pesantren Kilat Ramadhan 2015 bertema "Literasi Media dan Edukasi Jasa Keuangan" yang diselenggarakan Serikat Pekerja Antara (SPA) bekerja sama dengan Kemensos, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan SEAMEO Biotrop, di Bogor, Sabtu (4/7) di Bogor, Jawa Barat.

Ia merujuk pada sumber dari Yayasan Kita dan Buah Hati yang menyebutkan, anak-anak mendapatkan pornografi dari komik sebanyak 23 persen, game 17 persen, situs 17 persen, film 13 persen dan 57 persen sinetron Indonesia yang mengandung unsur pornografi.

Karena itu dibutuhkan sebuah ikhtiar pembatasan ekses pornografi tersebut, karena menghilangkan sama sekali dalam era multimedia saat ini, sama seperti halnya menegakkan benang basah.

Adanya fakta yang mengkhawatirkan berdasarkan hasil survei Komisi Perlindungan Anak (KPA) terhadap 4.500 remaja mengungkap, 97 persen remaja pernah menonton atau mengakses pornografi dan 93 persen pernah berciuman bibir.

Survei yang dilakukan di 12 kota besar belum lama ini, juga menunjukkan 62,7 persen responden pernah berhubungan badan dan 21 persen di antaranya telah melakukan aborsi.

Hasil survei tersebut dikuatkan dengan fakta, puluhan siswa SMP di Bandung, Jawa Barat, telah berprofesi menjadi pekerja seks komersial (PSK).

Yang lebih mencengangkan, data yang dihimpun program "Save the Children" Jawa Barat yang menunjukkan di antara para PSK remaja tersebut cukup dibayar dengan pulsa telepon seluler.

Fenomena ini cukup menjadi alasan kuat semua pihak untuk mencemaskan masa depan generasi penerus bangsa.

Data-data tersebut memberi gambaran kepada kita, bahwa sudah sejak lama pornografi akrab dengan dunia remaja.

Seperti halnya kecanduan Narkoba, pecandu pornografi cenderung menggantikan sesuatu hal yang penting dengan seks atau bentuk lain dari pornografi.
 
               Dampak negatif
Pornografi memiliki bahaya yang sangat besar, terutama bagi para remaja. Psikologi remaja yang masih labil dan adanya pertumbuhan hormon-hormon seksual pada diri remaja,menjadikan pornografi memiliki bahaya (dampak negatif) yang sangat besar terhadap remaja.

Kecanduan terhadap pornografi berakibat tidak baik terhadap kesehatan, merusak kejiwaan (psikologis), membuat pecandu terperangkap dalam penjara ketagihan sesuatu hal yang merusak, terhempas dalam pergaulan bebas, dan lainnya.

Salah satu potensi bahaya terbesar adalah bahaya pornografi internet.

Ribuan situs pornografi dengan sangat mudah diakses tanpa batas dan di mana saja.

Yang berbahaya adalah jika konten pornografi internet diakses oleh remaja/pemuda yang masih labil dan belum dapat menilai baik atau buruknya suatu hal.  

Pornografi dapat menjadi monster yang mengerikan bagi remaja karena pada dasarnya pornografi dapat merusak otak mereka.

Sementara jika tanpa ada larangan/pembatasan dari pemerintah sangat sulit sekali bagi kita melakukan kontrol penggunaan internet yang bermuatan pornografi.

Internet sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Melarang anak/remaja berinternet seperti melarang anak memakai energi listrik dan kembali ke zaman batu.

Lalu pertanyaan yang perlu dijawab juga, bagaimana melindungi anak/remaja  dari pornografi internet?

              Kontrol terbatas

Dengan melihat bahaya pornografi terhadap anak/remaja, dan melihat kondisi bahwa sangat sulit bagi masyarakat "berperang" sendiri dengan pornografi, peran pemerintah juga sangat penting untuk turut mengurangi bahaya pornografi internet dengan melakukan kontrol terbatas pada situs-situs yang secara nyata mengeksploitasi pornografi

Hal terbaik yang dapat dilakukan untuk melindungi anak dan remaja kita dari bahaya pornografi adalah dengan cara membentengi mereka melalui penanaman/penerapan disiplin sistem/nilai moral yang baik.

Sehingga anak/remaja dapat membuat keputusan sendiri untuk memilih dan menentukan hal apa yang baik atau tidak secara moral.

Dengan melihat hal ini rasanya mendorong anak untuk mempelajari ilmu agama dalam sekolah formal maupun pondok pesantren menjadi salah satu pilihan yang menarik.

Sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi bahaya pornografi, sangat penting juga melibatkan tokoh masyarakat, ulama, kyai, dan lembaga informal seperti halnya pondok pesantren serta Ormas keagamaan, misalkan NU dan Muhammadiyah, untuk terus mengingatkan kepada jamaahnya akan bahaya pornografi.

Di samping itu terus mengajak seluruh pihak untuk melakukan upaya-upaya untuk mengurangi bahaya pornografi di masyarakat.

Sejumlah upaya yang bisa dilakukan lainnya, perlunya orang tua memiliki pengetahuan tentang internet, seperti meletakkan komputer di tempat yang mudah dilihat

Karena kita tidak dapat mengawasi anak/remaja  setiap anak, maka harus dibantu agar anak dapat membuat keputusan sendiri, yaitu keputusan yang baik secara moral.

Ikhtiar lainnya membatasi penggunaan internet dan menetapkan berapa lama internet boleh digunakan dan situs apa saja yang boleh diakses.

Penting juga untuk menjelaskan mengapa orang tua melakukan hal dimaksud yakni demi membantu anak untuk memahami keputusan yang terbaik.

Menjaga komunikasi yang baik dengan anak. Komunikasi yang baik dan keakraban dengan anak akan memudahkan kita untuk menanamkan nilai-nilai moral.

Orang tua dapat menjelaskan kepada anak apa saja bahaya dari penggunaan internet agar mereka tidak mudah terkecoh.

Secara teknis juga bisa dilakukan dengan memasang "software filter pornografi" pada komputer dan lainnya.

*Cendekiawan Muda Nahdlatul Ulama (NU), menyelesaikan magister (S2) di The University of Birmingham, Inggris dan doktor (S3) di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Pewarta: Dr Ir Ifan Haryanto MSc*

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015