Bogor (Antara Megapolitan) - Keberhasilan Curik Bali (Leucopsar rotschildi) atau yang dikenal juga dengan burung jalak Bali bisa dijadikan "role model" keberhasilan dalam konservasi satwa liar lain di Indonesia, kata pejabat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Keberhasilan konservasi 'in-situ' (di habitat alami) Curik Bali, yang juga didukung 'ex-situ' (di luar habitat alami) adalah sebuah 'success story' konservasi satwa liar endemik Indonesia," kata Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Bambang Dahono Aji di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis sore.
Usai memberikan sambutan pada acara "Sosialisasi Penangkaran Curik Bali" yang digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK), Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) dan Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (Foksi) kepada Antara ia mengatakan bahwa wujud keberhasilan konservasi curik bali itu dapat dilihat dari semakin pulihnya populasi satwa yang sebelumnya hampir punah itu di habitat alaminya di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
"Tahun 2005 populasi di alam, yang di TNBB hanya lima ekor, kini sudah ada lebih dari 100 ekor, dan bahkan 40-an lebih telah dilepasliarkan kembali," katanya.
Dengan kondisi tersebut, katanya, meski belum sepenuhnya kisah sukses konservasi curik bali tersebut sempurna, namun dengan bertambahnya populasi di alam, termasuk juga di tingkat penangkaran pada sisi "ex-situ" yang jumlahnya sekitar 2.000 ekor lebih, maka perlu terus diupayakan perbaikan-perbaikan.
Di antaranya adalah kampanye penyadartahuan kepada masyarakat luas, termasuk di Bali sendiri sebagai habitat asli satwa itu, agar Curik Bali populasinya akan kembali pulih.
"Upaya itu membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan yang terkait," katanya.
Apalagi, negara lain seperti Jepang --melalui Pemerintah Kota Yokohama-- terus berkomitmen membantu upaya pulihnya populasi curik bali di habitat alaminya, sehingga seharusnya dapat memacu semangat yang sama di Indonesia, kata Bambang Dahono Aji.
Sementara itu, Ketua APCB Tony Sumampau menjelaskan bahwa asosiasi itu yang dibentuk tahun 2005 oleh Kemenhut, peneliti, lembaga konservasi, pemerhati burung, LSM, penangkar, penghobi, mempunyai sejumlah tujuan.
Di antaranya adalah meningkatkan penangkaran Curik Bali legal berbasis masyarakat, "membanjiri" pasar guna menekan pencurian di alam.
Selain itu, mendukung program reintroduksi Curik Bali dengan keanekaragaman genetik yang tinggi sebagai bagian pemulihan populasi Curik Bali di TNBB dalam jangka panjang.
"Kini, sedang dipersiapkan pembentukan 'stock center' Curik Bali, yang kini sedang digodok bersama para pemangku kepentingan," katanya.
Tony Sumampau menambahkan kegiatan sosialisasi bagi penangkar Curik Bali yang dilaksanakan bersama KLHK dan APCB itu dilakukan simultan, yakni untuk kawasan Jabodetabek, dan kemudian pada 11 Juni 2015 akan dilaksanakan di Yogyakarta bagi penangkar di kawasan Jateng, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Keberhasilan konservasi 'in-situ' (di habitat alami) Curik Bali, yang juga didukung 'ex-situ' (di luar habitat alami) adalah sebuah 'success story' konservasi satwa liar endemik Indonesia," kata Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Bambang Dahono Aji di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis sore.
Usai memberikan sambutan pada acara "Sosialisasi Penangkaran Curik Bali" yang digagas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK), Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) dan Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (Foksi) kepada Antara ia mengatakan bahwa wujud keberhasilan konservasi curik bali itu dapat dilihat dari semakin pulihnya populasi satwa yang sebelumnya hampir punah itu di habitat alaminya di Taman Nasional Bali Barat (TNBB).
"Tahun 2005 populasi di alam, yang di TNBB hanya lima ekor, kini sudah ada lebih dari 100 ekor, dan bahkan 40-an lebih telah dilepasliarkan kembali," katanya.
Dengan kondisi tersebut, katanya, meski belum sepenuhnya kisah sukses konservasi curik bali tersebut sempurna, namun dengan bertambahnya populasi di alam, termasuk juga di tingkat penangkaran pada sisi "ex-situ" yang jumlahnya sekitar 2.000 ekor lebih, maka perlu terus diupayakan perbaikan-perbaikan.
Di antaranya adalah kampanye penyadartahuan kepada masyarakat luas, termasuk di Bali sendiri sebagai habitat asli satwa itu, agar Curik Bali populasinya akan kembali pulih.
"Upaya itu membutuhkan kerja sama semua pemangku kepentingan yang terkait," katanya.
Apalagi, negara lain seperti Jepang --melalui Pemerintah Kota Yokohama-- terus berkomitmen membantu upaya pulihnya populasi curik bali di habitat alaminya, sehingga seharusnya dapat memacu semangat yang sama di Indonesia, kata Bambang Dahono Aji.
Sementara itu, Ketua APCB Tony Sumampau menjelaskan bahwa asosiasi itu yang dibentuk tahun 2005 oleh Kemenhut, peneliti, lembaga konservasi, pemerhati burung, LSM, penangkar, penghobi, mempunyai sejumlah tujuan.
Di antaranya adalah meningkatkan penangkaran Curik Bali legal berbasis masyarakat, "membanjiri" pasar guna menekan pencurian di alam.
Selain itu, mendukung program reintroduksi Curik Bali dengan keanekaragaman genetik yang tinggi sebagai bagian pemulihan populasi Curik Bali di TNBB dalam jangka panjang.
"Kini, sedang dipersiapkan pembentukan 'stock center' Curik Bali, yang kini sedang digodok bersama para pemangku kepentingan," katanya.
Tony Sumampau menambahkan kegiatan sosialisasi bagi penangkar Curik Bali yang dilaksanakan bersama KLHK dan APCB itu dilakukan simultan, yakni untuk kawasan Jabodetabek, dan kemudian pada 11 Juni 2015 akan dilaksanakan di Yogyakarta bagi penangkar di kawasan Jateng, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015