Pelayanan kesehatan bagi pasien penderita kanker pada situasi pandemi COVID-19 di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat saat ini tetap dilakukan secara intensif dengan protokol kesehatan secara ketat.
"Dinas Kesehatan terus memastikan pasien kanker menjalani pengobatan secara intensif, dengan memenuhi jadwal pengobatan yang telah ditetapkan rumah sakit," kata Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular (Kasi PTM) Dinas Kesehatan Kota Bogor drg Firy Triyanti melalui telepon selulernya, Sabtu.
Baca juga: Dinkes Kota Bogor diminta siapkan rumah sakit darurat COVID-19
Menurut Firy, pemantauan kondisi kesehatan pasien kanker dilakukan baik secara langsung atau luring maupun secara daring, kepada pasien maupun keluarga pasien.
Pasien kanker di Kota Bogor, kata dia, paling banyak kanker payudara dan kanker servix dan pengobatannya dapat dilakukan di Kota Bogor.
"Penyakit kanker penanganannya sulit, seperti kanker darah atau leukemia, maupun kanker dengan stasiun lanjut, dirujuk ke rumah sakit tipe A dan tipe B di Jakarta," katanya.
Baca juga: Wali Kota Bogor nilai Dinkes tidak cepat dan sangat lambat tangani COVID-19
Menurut dia, rumah sakit rujukannya seperti Rumah Sakit Dharmais, Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM), dan Rumah Sakit Fatmawati. Setiap rumah sakit memiliki spesialisasi penanganan jenis penyakitnya.
"Pasien kanker setelah dirujuk ke rumah sakit di Jakarta, kata dia, penanganannya tergantung pada rumah sakit rujukan," katanya.
Ditanya jumlah penderita penderita penyakit kanker di Kota Bogor, Firy menjelaskan, memasuki tahun 2020 jumlahnya sekitar ada 500 orang, dan kemudian memasuki tahun 2021 jumlahnya mencapai 600 orang.
"Setiap tahun jumlahnya terus bertambah, karena ada pasien lama yang belum sembuh dan sudah ada pasien baru," katanya.
Baca juga: Dinkes Kota Bogor terus gencar lakukan kampanye masker
Menurut dia, peningkatan jumlah penderita penyakit kanker di Kota Bogor tercatat naik cukup signifikan, karena pasien lama yang sudah tidak terapi lagi dan dianggap sudah sembuh, tapi sesungguhnya akar penyakitnya masih ada.
"Pasien kanker seperti ini masih harus terus dipantau, paling tidak selama dua tahun. Kalau perkembangannya negatif, maka harus terapi lagi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
"Dinas Kesehatan terus memastikan pasien kanker menjalani pengobatan secara intensif, dengan memenuhi jadwal pengobatan yang telah ditetapkan rumah sakit," kata Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular (Kasi PTM) Dinas Kesehatan Kota Bogor drg Firy Triyanti melalui telepon selulernya, Sabtu.
Baca juga: Dinkes Kota Bogor diminta siapkan rumah sakit darurat COVID-19
Menurut Firy, pemantauan kondisi kesehatan pasien kanker dilakukan baik secara langsung atau luring maupun secara daring, kepada pasien maupun keluarga pasien.
Pasien kanker di Kota Bogor, kata dia, paling banyak kanker payudara dan kanker servix dan pengobatannya dapat dilakukan di Kota Bogor.
"Penyakit kanker penanganannya sulit, seperti kanker darah atau leukemia, maupun kanker dengan stasiun lanjut, dirujuk ke rumah sakit tipe A dan tipe B di Jakarta," katanya.
Baca juga: Wali Kota Bogor nilai Dinkes tidak cepat dan sangat lambat tangani COVID-19
Menurut dia, rumah sakit rujukannya seperti Rumah Sakit Dharmais, Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM), dan Rumah Sakit Fatmawati. Setiap rumah sakit memiliki spesialisasi penanganan jenis penyakitnya.
"Pasien kanker setelah dirujuk ke rumah sakit di Jakarta, kata dia, penanganannya tergantung pada rumah sakit rujukan," katanya.
Ditanya jumlah penderita penderita penyakit kanker di Kota Bogor, Firy menjelaskan, memasuki tahun 2020 jumlahnya sekitar ada 500 orang, dan kemudian memasuki tahun 2021 jumlahnya mencapai 600 orang.
"Setiap tahun jumlahnya terus bertambah, karena ada pasien lama yang belum sembuh dan sudah ada pasien baru," katanya.
Baca juga: Dinkes Kota Bogor terus gencar lakukan kampanye masker
Menurut dia, peningkatan jumlah penderita penyakit kanker di Kota Bogor tercatat naik cukup signifikan, karena pasien lama yang sudah tidak terapi lagi dan dianggap sudah sembuh, tapi sesungguhnya akar penyakitnya masih ada.
"Pasien kanker seperti ini masih harus terus dipantau, paling tidak selama dua tahun. Kalau perkembangannya negatif, maka harus terapi lagi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021