Bogor, (Antara Megapolitan) - Indonesia menghadapi ancaman kerusakan hutan cukup tinggi, dari tahun 1990 hingga 2005 kerusakan hutan berada di urutan dua setelah Brazil.
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof Dr Hadi S Alikodra kepada wartawan di Bogor, Senin, mengatakan, selama kurun waktu 15 tahun kerusakan hutan di dunia mencapai 148 juta hektar, ada lima negara terbesar yang mengalami kerusakan, Brazil diurutan pertama 42 juta hektar dan Indonesia 28 juta hektar.
Menurut Prof Hadi, kerusakan hutan yang signifikan terjadi setiap tahunnya sangat mengancam keberlangsungan hidup umat manusia, karena hilangnya hutan maka ekosistem akan rusak, sumber air bersih akan hilang dan pangan juga akan terputus.
Dia mengatakan, sebagai negara dengan "mega-biodiversity", Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian hutannya. Karena hutan memiliki peran sangat vital bagi pembangunan bangsa.
"Hanya saja sumber kekayaan hayati mengalami banyak tekanan karena perilaku dan kebijakan pembangunan yang bertumpu pada kepentingan ekonomi sesaat dan mengabaikan fungsi-fungsi ekologi jangka panjang," katanya.
Ia mengatakan, di samping ancaman perubahan iklim global, dengan suhu bumi yang semakin panas dan naiknya permukaan laut, memberikan konsekwensi semakin serius terhadap kehidupan berbagai jenis flora dan fauna.
Menurut dia, penerapan ekonomi hijau (1983) belum memberikan dampak nyata bagi perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati. Hutan belum mampu menunjukkan perannya bagi kemakmuran masyarakat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan.
"Terbatasnya IPTEK juga berpengaruh nyata terhadap kemajuan konservasi keanekaragaman hayati di negeri ini, khususnya bagi rekayasa pemanfaatannya secara berkelanjutan," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, kapasitas pemerintah di bidang konservasi sumber daya hutan masih lemah, maka diperlukan percepatan transformasi kebijakan bagi optimalisasi melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan hutan keanekaragaman hayati secara bijaksana.
Menurut Prof Hadi, pembangunan dengan kebijakan ekonomi biru yang bercirikan menumbuhkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, meminimalkan kerusakan sumber daya alam, dan perencanaan lingkungan jauh lebih baik dari ekonomi hijau, sehingga perlu dukungan politik untuk diterapkan.
"IPB memiliki konsep penyelamatan keanekaragaman hayati dengan Ecosofi yakni ekologi philosofi, dimana ada tiga poin penting yakni penyelamatan (save), pembelajaran (study) dan pemanfaatan (use)," katanya.
Dia mengatakan, upaya konservasi dan pembangunan dapat berjalan seiring. Seperti yang berhasil dilakukan oleh Kosta Rika, sebuah negara kecil yang luasnya hampir sama dengan Jawa Barat. Dalam waktu lima tahun mampu mengembalikan keanekaragaman hayatinya dengan membangun prilaku masyarakat peduli lingkungan.
"Pengalaman Kosta Rika memulihkan hutannya bisa kita lakukan, dengan otonomi daerah semakin berpeluang," ujarnya.
Prof Hadi Sukadi Alikodra merupakan salah satu dari tiga guru besar IPB yang akan menyampaikan orasi ilmiahnya yang berjudul "Transformasi Konservasi Sumberdaya Hutan Bagi Keberlangsungan Bangsa" yang akan dilangsungkan Rabu (13/5) mendatang di Kampus IPB Dramaga.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Prof Dr Hadi S Alikodra kepada wartawan di Bogor, Senin, mengatakan, selama kurun waktu 15 tahun kerusakan hutan di dunia mencapai 148 juta hektar, ada lima negara terbesar yang mengalami kerusakan, Brazil diurutan pertama 42 juta hektar dan Indonesia 28 juta hektar.
Menurut Prof Hadi, kerusakan hutan yang signifikan terjadi setiap tahunnya sangat mengancam keberlangsungan hidup umat manusia, karena hilangnya hutan maka ekosistem akan rusak, sumber air bersih akan hilang dan pangan juga akan terputus.
Dia mengatakan, sebagai negara dengan "mega-biodiversity", Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian hutannya. Karena hutan memiliki peran sangat vital bagi pembangunan bangsa.
"Hanya saja sumber kekayaan hayati mengalami banyak tekanan karena perilaku dan kebijakan pembangunan yang bertumpu pada kepentingan ekonomi sesaat dan mengabaikan fungsi-fungsi ekologi jangka panjang," katanya.
Ia mengatakan, di samping ancaman perubahan iklim global, dengan suhu bumi yang semakin panas dan naiknya permukaan laut, memberikan konsekwensi semakin serius terhadap kehidupan berbagai jenis flora dan fauna.
Menurut dia, penerapan ekonomi hijau (1983) belum memberikan dampak nyata bagi perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati. Hutan belum mampu menunjukkan perannya bagi kemakmuran masyarakat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan.
"Terbatasnya IPTEK juga berpengaruh nyata terhadap kemajuan konservasi keanekaragaman hayati di negeri ini, khususnya bagi rekayasa pemanfaatannya secara berkelanjutan," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, kapasitas pemerintah di bidang konservasi sumber daya hutan masih lemah, maka diperlukan percepatan transformasi kebijakan bagi optimalisasi melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan hutan keanekaragaman hayati secara bijaksana.
Menurut Prof Hadi, pembangunan dengan kebijakan ekonomi biru yang bercirikan menumbuhkan kesejahteraan masyarakat, mengurangi kemiskinan, meminimalkan kerusakan sumber daya alam, dan perencanaan lingkungan jauh lebih baik dari ekonomi hijau, sehingga perlu dukungan politik untuk diterapkan.
"IPB memiliki konsep penyelamatan keanekaragaman hayati dengan Ecosofi yakni ekologi philosofi, dimana ada tiga poin penting yakni penyelamatan (save), pembelajaran (study) dan pemanfaatan (use)," katanya.
Dia mengatakan, upaya konservasi dan pembangunan dapat berjalan seiring. Seperti yang berhasil dilakukan oleh Kosta Rika, sebuah negara kecil yang luasnya hampir sama dengan Jawa Barat. Dalam waktu lima tahun mampu mengembalikan keanekaragaman hayatinya dengan membangun prilaku masyarakat peduli lingkungan.
"Pengalaman Kosta Rika memulihkan hutannya bisa kita lakukan, dengan otonomi daerah semakin berpeluang," ujarnya.
Prof Hadi Sukadi Alikodra merupakan salah satu dari tiga guru besar IPB yang akan menyampaikan orasi ilmiahnya yang berjudul "Transformasi Konservasi Sumberdaya Hutan Bagi Keberlangsungan Bangsa" yang akan dilangsungkan Rabu (13/5) mendatang di Kampus IPB Dramaga.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015