Pakar peternakan IPB University Muladno Basar mengatakan solusi dalam penataan industri perunggasan dapat dilakukan salah satunya dengan melibatkan tiga kementerian, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Menurut Muladno, permasalahan mendasar dalam industri perunggasan adalah adanya krisis kepercayaan publik akibat adanya perbedaan data populasi ayam ras yang signifikan dari dua lembaga, yakni Badan Pusat Statistik dan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan.
"Paling tidak kita harus melibatkan tiga kementerian ini untuk menata dari hulu industri supaya menghilangkan krisis kepercayaan itu, dan supaya ada independensi serta kredibilitas," kata Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University itu dalam diskusi yang digelar Pataka secara virtual, Selasa.
Baca juga: Pakar IPB: Tidak benar minyak kelapa mengandung racun
Muladno menjelaskan bahwa Menteri Pertanian harus diberi kewenangan khusus untuk pembinaan teknis dan non teknis terhadap perusahaan integrator vertikal, yang mencakup bisnis pembibitan, pembiakan, dan produksi ayam pedaging atau petelur.
Hal itu karena perusahaan integrator vertikal berskala besar dan cukup dominan menguasai industri unggas karena memiliki ternak ayam grand parent stock (GPS), parent stock (PS) dan Final Stock (FS). Kewenangan terhadap pembinaan perusahaan integrator ini harus ditangani langsung oleh Ditjen PKH Kementan.
Kemudian, Kemendagri dalam hal ini para pemimpin daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota juga menangani pembinaan. Pembinaan perusahaan mandiri pembiakan (ayam PS) dapat dilakukan oleh gubernur. Sementara itu, bupati/walikota menangani pembinaan untuk para peternak mandiri ayam FS.
Baca juga: Forum Rektor dorong perguruan tinggi manfaatkan hasil inovasi GeNose C19 dan CePAD
Muladno menilai pembinaan teknis dan non teknis untuk para peternak mandiri atau peternak skala kecil harus dilakukan berkoperasi agar memiliki posisi tawar (bargaining position) terhadap perusahaan integrator yang berskala besar.
"Perusahaan mandiri di luar integrator vertikal, khusus menangani PS atau pembiakkan saja jumlahnya ada sekitar 100-an. Pembinaan ini harus dilakukan berkoperasi, karena kalau cuma pelihara 2.000-5.000 ekor, kalau harganya jatuh terus karena perang bisnis ya lama-lama bisa mati (usahanya)," kata dia.
Terakhir, Muladno mengatakan perlunya ada konsorsium perguruan tinggi untuk menelusuri data populasi ayam ras atau pedaging. Selama ini, keterlibatan dari akademisi hanya bersifat individu, dibandingkan dengan institusi atau perguruan tinggi tersebut.
Baca juga: Mentan berharap vaksin unggas Indonesia dapat dimanfaatkan negara lain
Dengan keterlibatan ketiga kementerian ini, Muladno berharap ada formulasi data yang dihasilkan sehingga dapat menyelesaikan perbedaan atau carut marut data populasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
Menurut Muladno, permasalahan mendasar dalam industri perunggasan adalah adanya krisis kepercayaan publik akibat adanya perbedaan data populasi ayam ras yang signifikan dari dua lembaga, yakni Badan Pusat Statistik dan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan.
"Paling tidak kita harus melibatkan tiga kementerian ini untuk menata dari hulu industri supaya menghilangkan krisis kepercayaan itu, dan supaya ada independensi serta kredibilitas," kata Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University itu dalam diskusi yang digelar Pataka secara virtual, Selasa.
Baca juga: Pakar IPB: Tidak benar minyak kelapa mengandung racun
Muladno menjelaskan bahwa Menteri Pertanian harus diberi kewenangan khusus untuk pembinaan teknis dan non teknis terhadap perusahaan integrator vertikal, yang mencakup bisnis pembibitan, pembiakan, dan produksi ayam pedaging atau petelur.
Hal itu karena perusahaan integrator vertikal berskala besar dan cukup dominan menguasai industri unggas karena memiliki ternak ayam grand parent stock (GPS), parent stock (PS) dan Final Stock (FS). Kewenangan terhadap pembinaan perusahaan integrator ini harus ditangani langsung oleh Ditjen PKH Kementan.
Kemudian, Kemendagri dalam hal ini para pemimpin daerah, baik Gubernur maupun Bupati/Walikota juga menangani pembinaan. Pembinaan perusahaan mandiri pembiakan (ayam PS) dapat dilakukan oleh gubernur. Sementara itu, bupati/walikota menangani pembinaan untuk para peternak mandiri ayam FS.
Baca juga: Forum Rektor dorong perguruan tinggi manfaatkan hasil inovasi GeNose C19 dan CePAD
Muladno menilai pembinaan teknis dan non teknis untuk para peternak mandiri atau peternak skala kecil harus dilakukan berkoperasi agar memiliki posisi tawar (bargaining position) terhadap perusahaan integrator yang berskala besar.
"Perusahaan mandiri di luar integrator vertikal, khusus menangani PS atau pembiakkan saja jumlahnya ada sekitar 100-an. Pembinaan ini harus dilakukan berkoperasi, karena kalau cuma pelihara 2.000-5.000 ekor, kalau harganya jatuh terus karena perang bisnis ya lama-lama bisa mati (usahanya)," kata dia.
Terakhir, Muladno mengatakan perlunya ada konsorsium perguruan tinggi untuk menelusuri data populasi ayam ras atau pedaging. Selama ini, keterlibatan dari akademisi hanya bersifat individu, dibandingkan dengan institusi atau perguruan tinggi tersebut.
Baca juga: Mentan berharap vaksin unggas Indonesia dapat dimanfaatkan negara lain
Dengan keterlibatan ketiga kementerian ini, Muladno berharap ada formulasi data yang dihasilkan sehingga dapat menyelesaikan perbedaan atau carut marut data populasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021