Dalam berkomunikasi dan bertukar informasi pada zaman sekarang, muncul istilah komunikasi virtual. Menurut salah seorang ahli ilmu komunikasi Nicholas W. Jankowski, komunikasi virtual adalah sekelompok orang dalam sebuah komunitas di dunia maya.

Dimana orang-orang di komunitas virtual tersebut menggunakan kata-kata di layar untuk berbasa-basi, berdebat, bertukar informasi serta terlibat dalam wacana intelektual.

Komunitas yang berintraksi pada ranah virtual telah lahir dari era interaktif seperti pada saat ini. Hal ini merupakan dampak positif dari internet yang merupakan produk teknologi komunikasi penghasil komunitas tersebut.

Maka, jika seseorang sudah aktif dengan internet atau daring, chatting, dan perlengkapan lainnya ia sudah termasuk menjadi bagian dalam komunitas tersebut.

Tidak lepas dari bagian perkembangan tersebut, dunia pendidikan memunculkan metode baru dalam hal sistem belajar mengajar.

Para aktivis pendidikan virtual tersebut sudah mengajarkan banyak ilmu yang mencerahkan generasi pelajar zaman sekarang.

Salah satu contoh guru atau pengajar yang sadar akan manfaat perkembangan teknologi tersebut adalah Agus. Ia adalah pecinta matematika dan pendiri APIQ.

Figur "Paman APIQ" (Arithmetic Quantum Plus Intelligence) adalah lambang dari sebuah kursus spesialis di bidang matematika yang mengajarkan ilmu pasti tersebut dengan cara kesenangan belajar.

"Saya mengajarkan matematika dengan menggunakan sistem audio visual agar lebih menarik dan tidak bosan," kata Agus.

Dalam perbincangan dengan Antara, Agus mengatakan bahwa matematika adalah ilmu pasti, namun bisa dipelajari dengan cara bermacam-macam.

Melalui video yang diunggah di Youtube, ia selalu berpromosi dan menyebarkan ilmu matematika secara gratis serta mudah dipahami.

"Saya suka jika banyak yang berkomentar di video saya dan terjadi interaksi," kata pria lulusan Teknik Elektro dari ITB tersebut.

Ia menilai selama ini matematika menjadi momok yang ditakuti bagi anak-anak, maka dia menciptakan sistem pembelajaran yang menyenangkan dan mudah diakses.

"Kalau belum salah, berarti belum belajar. Jadi jangan takut melakukan kesalahan dalam perhitungan matematika," katanya.

Suatu ketika ia pernah salah dalam mengunggah video, namun ketika ia menyadari telah berbuat salah dalam mengajarkan perhitungan, ia tidak buru-buru menghapus videonya.

Agus justru mendiamkan dan menunggu tanggapan "salah" dari para netizen yang sering melihat videonya.

Dari tanggapan "salah" tersebut ia tahu, bahwa netizen tersebut ternyata memang benar belajar, bukan hanya gemar melihat videonya.

Setelah itu, Ia sering mendapat pesanan video pembelajaran dari lintas negara dan lintas pulau di Indonesia.

"Saya merasa punya kemampuan matematika, maka saya harus bertanggung jawab untuk membagi ilmu saya kepada yang lain," ujarnya.

Dalam konten videonya, ia memasukkan teori rumus matematika dengan animasi yang menarik dan penjelasan yang ringan, sehingga mudah dipahami.

    
Inibudi.org

IniBudi.Org merupakan organisasi nonprofit yang berfokus pada bidang pengembangan pendidikan, salah satunya melalui cara-cara virtual.

IniBudi.Org mempermudah konten pembelajaran dalam bentuk digital untuk mengembangkan mutu pendidikan bagi anak-anak dan guru di seluruh Indonesia.

"Kami mendesain dan memproduksi materi pembelajaran digital seperti video, teks, dan lembar kerja untuk siswa, guru dan orang tua," kata Direktur IniBudi.Org Wilita.

Organisasi tersebut bekerja sama dengan komunitas guru-guru di Indonesia dalam mengembangkan proyeknya.

"Dengan adanya pengembangan digital ini pernah ada laporan dari suatu sekolah bisa menghemat dana fotocopy  sebanyak puluhan juta dalam satu tahun," katanya.

Selain bisa menghemat anggaran operasional, organisasi ini ingin membuat proses belajar-mengajar menjadi lebih interaktif atau menyenangkan.

"Kalau belajar saja membosankan bagaimana anak-anak mau pintar? Maka harus dengan metode baru seperti video dan teks," ujarnya.

Semua materi yang dibuat, telah disesuaikan dengan kurikulum yang ada di sekolah-sekolah.

Bahan-bahan tersebut bisa diakses oleh semua orang tanpa dipungut biaya apapun melalui dunia maya.

Menurutnya, dengan memanfaatkan teknologi proses penyebaran soal menjadi lebih mudah dan efisien dibandingkan dalam bentuk fisik.
   
Kastari Animation

Kastari Animation merupakan kumpulan para animator berbakat yang membantu anak dalam belajar angka dan alfabet dengan cara yang menyenangkan.

Konsep ini merupakan adaptasi dari animasi luar negeri yang berjudul 'Dora', tentang bocah yang berpetualang.

"Konten pembelajaran yang berikan tetap sama, namun lagu, karakter, serta elemen pendukung berbeda da semuanya tetap dikemas menyenangkan," kata Direktur Kastari Ades Riza.

Karakter ini bernama Diva dan Pupus, seorang gadis kecil dengan hewan peliharaan berupa kucing (Pupus) yang ternyata mengundang penonton yang begitu luas hingga ke Asia Tenggara seperti Malaysia, Brunei, Singapura bahkan Amerika juga.

Ia menceritakan, awalnya konten tersebut dikemas dalam bentuk VCD, namun ternyata dirasa tidak dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia, serta memakan biaya produksi yang mahal.

Akhirnya, Ades memutuskan untuk menyebarnya secara gratis melalui channel Youtube, yang bisa dilihat secara bebas dan kapan saja.

Ia memiliki moto adalah menciptakan pengalaman belajar yang interaktif dan menyenangkan, sementara visi-nya adalah bisa melakukan misi tersebut kepada semua orang.

Dan dunia virtual dipilih sebagai solusi yang terbaik sebagai media belajar-mengajar. Hingga saat ini, Kastari telah dilihat di Youtube sebanyak 36.325.261 kali penayangan.

Melalui pergeseran pandangan cara belajar tersebut, telah memicu salah satu perusahaan mesin pencari virtual terbesar di dunia untuk mengajarkan tidak hanya cara belajarnya, namun juga bagi para pengajar.

Google menciptakan kampanye Education Group. Google Education Group melihat peluang belajar melalui virtual lebih membantu cara berpikir anak pada generasi sekarang.

Namun, ada satu kendala dalam rantai pendidikan tersebut, yaitu dari sudut pandang pengajar atau gurunya.
    
Sadar Teknologi

Tidak banyak para pengajar yang sadar dengan kemajuan teknologi. Padahal manfaat dari hal tersebut sangatlah besar. Taruhlah contoh, sekarang anak-anak didik lebih sering memegang 'gadget' terbaru daripada gurunya.

Tentu saja di sisi lain anak didiknya lebih cerdas dan justru dianggap ancaman bagi para orang tua. Padahal bagi anak-anak cara belajar modern tersebut dianggap lebih menyenangkan.

Melalui program tersebut, Google berusaha merangkul para guru untuk lebih 'melek' teknologi guna mengimbangi perkembangan zaman dan kemajuan kualitas pendidikan.

Pengajar dari Googe Education Group Steven Sutantro mengatakan jika guru memahami cara dan daya tangkap tiap anak berbeda, maka pasti akan lebih memilih cara yang dianggap menyenangkan bagi semua anak.

"Tentu saja tidak bisa membuat sama-sama cerdas untuk 40 anak, karena daya tangkap masing-masing berbeda," ujarnya.

Namun, dengan trik pembelajaran virtual, tiap anak dapat belajar dengan cara menyenangkan dan bisa diulang sendiri berkali-kali.

Jika guru memahami hal ini, maka anak-anak akan lebih terpacu kreativitasnya dalam belajar. Percobaan ilmiah akan lebih jelas jika ada contoh audio visual bukan hanya teori dari buku.

Seandainya kedua belah pihak antara guru dan murid sama-sama sadar teknologi, maka cara-cara pembelajaran di kelas yang membosankan akan bisa diubah.

"Ada anak yang lebih cerdas dari daya visualnya, ada juga yang daya dengarnya, maka harus dikemas dua-duanya melalui tayangan virtual tentang studi kasus," kata guru pelajaran sosial di salah satu sekolah swasta ini.

Seorang pengajar harus paham, dengan siapa yang mereka bimbing, dan bagaimana cara terbaik untuk memahami mereka. Jika sudah paham, maka akan menemukan cara terbaik untuk menentukan cara belajar serta mengajar.

Pewarta: Afut Syafril

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015