Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono serta para anggota timnya, yang merupakan dosen UI, yaitu Dwi Kristianto, M. Kessos, Tommy F. Awuy, dan Widhyasmaramurti merancang strategi guna pengembangan wisata alam dan budaya di Desa Komodo, Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Menurut Prof. Bambang Shergi dalam keterangannya, Rabu mengatakan Desa Komodo memiliki potensi panorama alam dan budaya yang belum tergarap, padahal potensi tersebut sangat potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata berbasis budaya maritim.
Salah satunya adalah dengan memberikan pendampingan warga dalam menciptakan atraksi wisata budaya bernama tarian komodo. Tarian komodo adalah sebuah tarian yang menggambarkan tentang keyakinan masyarakat setempat terhadap hubungan mereka dengan hewan komodo.
Baca juga: FTUI kenalkan "Gogo Z Bio-01" kepada petani di Lombok Timur
Tari komodo ini diciptakan warga Komodo dengan pendampingan oleh para dosen UI sebagai upaya untuk menciptakan daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Program pendampingan tersebut merupakan bagian dari pengabdian masyarakat (pengmas) UI yang berlangsung pada tanggal 1 Juni - 15 Desember 2020. Desa Komodo adalah salah satu desa di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo.
"Sebagai desa yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional tentunya desa Komodo memiliki panorama alam yang sangat menawan. Kekayaan alamnya telah menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata terfavorit di Indonesia. Di sisi lain, dengan diresmikannya Labuanbajo sebagai destinasi wisata prioritas, maka peluang Desa Komodo untuk berkembang juga semakin terbuka lebar,” ujar Prof. Bambang Shergi.
Dikatakan Prof. Bambang Shergi, meskipun Desa Komodo sudah dikenal sebagai desa wisata tetapi kegiatan pariwisata di desa ini relatif tidak berkembang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegiatan pariwisata ini berjalan sangat lambat.
Salah satunya tidak adanya paket-paket wisata dan masih terbatasnya infrastruktur penunjang kegiatan wisata.
Berangkat dari tantangan tersebut, Tommy F. Awuy, anggota Tim Pengmas UI, mendampingi warga desa Komodo menciptakan koreografi tarian yang kemudian dinamakan tari komodo.
Baca juga: FMIPA UI perkenalkan sains aplikatif pada anak-anak sekolah dasar
Tarian ini dapat terwujud berkat kerja sama yang baik antara guru pendamping dan murid-murid SMP Satap Komodo.
Menurutnya melalui tarian ini, kami menggambarkan tentang keyakinan masyarakat komodo terkait dengan hubungan mereka dengan hewan Komodo.
Tari ini terdiri dari tiga babak, yaitu babak pertama menceritakan tentang kelahiran Komodo dan manusia yang dilahirkan kembar satu berwujud hewan Komodo dan satu berwujud manusia.
Babak kedua, mengisahkan tentang Komodo yang terpisah dengan keluarganya dan memilih tinggal di hutan. Pada babak ini juga dikisahkan pertemuan Komodo dan saudara kembarnya manusia ketika manusia sedang berburu di hutan mereka berebut hewan buruan, dan sempat sempat terjadi konflik.
Saat itu, mereka tidak saling tahu bahwa mereka adalah saudara kembar. Disitulah Ibu Komodo dan manusia (Putri Naga) melerai perkelahian tersebut dan memberi tahu bahwa mereka adalah saudara.
Pada babak ketiga menceritakan keakraban persaudaraan Komodo dan manusia yang sampai saat ini bisa hidup berdampingan dan saling menjaga.”
Baca juga: Dosen Vokasi UI beri pelatihan pembentukan Daycare Kader Posyandu Depok
Dengan pembuatan tarian ini merupakan salah satu upaya dalam menggarap sejumlah potensi atraksi wisata yang masih belum dikembangkan. Salah satunya adalah wisata budaya.
"Di Desa Komodo terdapat mitos tentang manusia lahir kembar dengan komodo, cerita teteng kolokamba, tradisi kesenian alugere, tradisi kuliner, dan berbagai seni pertunjukan lain," katanya.
Selain itu, terdapat berbagai atraksi wisata berbasis maritim yang juga dapat dikembangkan antara lain, wisata memancing, perahu layar, diving, snorkling, wisata pantai, dan aktivitas wisata minat khusus lainnya. Diharapkan, dengan adanya tarian khas desa setempat, semakin memperkaya khasanah budaya dan menjadi daya tarik wisatawan.
Dwi Kristianto, anggota Tim Pengmas UI, juga menyampaikan kami juga turut menyiapkan konsep wisata budaya yang selaras dengan fungsi Kawasan Taman Nasional Komodo.
Sehingga dì kemudian hari tidak terjadi persoalan baru terkait kelestarian hutan dan keberlanjutan ekosistem di kawasan ini. Pengambangan wisata budaya ini juga didukung penuh oleh Pengelola Kawasan Taman Nasional Komodo.
Kegiatan ini terlaksana atas kolaborasi dengan Pemerintah Desa Komodo, Balai Taman Nasional Komodo serta didukung oleh Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI (DPPM UI).
Program yang diusung Tim Pengmas UI bertajuk "Konsolidasi dan Penguatan Pengemasan Produk Wisata di Masa Jeda COVID-19 di Desa Komodo".
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Menurut Prof. Bambang Shergi dalam keterangannya, Rabu mengatakan Desa Komodo memiliki potensi panorama alam dan budaya yang belum tergarap, padahal potensi tersebut sangat potensial untuk dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata berbasis budaya maritim.
Salah satunya adalah dengan memberikan pendampingan warga dalam menciptakan atraksi wisata budaya bernama tarian komodo. Tarian komodo adalah sebuah tarian yang menggambarkan tentang keyakinan masyarakat setempat terhadap hubungan mereka dengan hewan komodo.
Baca juga: FTUI kenalkan "Gogo Z Bio-01" kepada petani di Lombok Timur
Tari komodo ini diciptakan warga Komodo dengan pendampingan oleh para dosen UI sebagai upaya untuk menciptakan daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Program pendampingan tersebut merupakan bagian dari pengabdian masyarakat (pengmas) UI yang berlangsung pada tanggal 1 Juni - 15 Desember 2020. Desa Komodo adalah salah satu desa di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo.
"Sebagai desa yang berada di dalam Kawasan Taman Nasional tentunya desa Komodo memiliki panorama alam yang sangat menawan. Kekayaan alamnya telah menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata terfavorit di Indonesia. Di sisi lain, dengan diresmikannya Labuanbajo sebagai destinasi wisata prioritas, maka peluang Desa Komodo untuk berkembang juga semakin terbuka lebar,” ujar Prof. Bambang Shergi.
Dikatakan Prof. Bambang Shergi, meskipun Desa Komodo sudah dikenal sebagai desa wisata tetapi kegiatan pariwisata di desa ini relatif tidak berkembang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kegiatan pariwisata ini berjalan sangat lambat.
Salah satunya tidak adanya paket-paket wisata dan masih terbatasnya infrastruktur penunjang kegiatan wisata.
Berangkat dari tantangan tersebut, Tommy F. Awuy, anggota Tim Pengmas UI, mendampingi warga desa Komodo menciptakan koreografi tarian yang kemudian dinamakan tari komodo.
Baca juga: FMIPA UI perkenalkan sains aplikatif pada anak-anak sekolah dasar
Tarian ini dapat terwujud berkat kerja sama yang baik antara guru pendamping dan murid-murid SMP Satap Komodo.
Menurutnya melalui tarian ini, kami menggambarkan tentang keyakinan masyarakat komodo terkait dengan hubungan mereka dengan hewan Komodo.
Tari ini terdiri dari tiga babak, yaitu babak pertama menceritakan tentang kelahiran Komodo dan manusia yang dilahirkan kembar satu berwujud hewan Komodo dan satu berwujud manusia.
Babak kedua, mengisahkan tentang Komodo yang terpisah dengan keluarganya dan memilih tinggal di hutan. Pada babak ini juga dikisahkan pertemuan Komodo dan saudara kembarnya manusia ketika manusia sedang berburu di hutan mereka berebut hewan buruan, dan sempat sempat terjadi konflik.
Saat itu, mereka tidak saling tahu bahwa mereka adalah saudara kembar. Disitulah Ibu Komodo dan manusia (Putri Naga) melerai perkelahian tersebut dan memberi tahu bahwa mereka adalah saudara.
Pada babak ketiga menceritakan keakraban persaudaraan Komodo dan manusia yang sampai saat ini bisa hidup berdampingan dan saling menjaga.”
Baca juga: Dosen Vokasi UI beri pelatihan pembentukan Daycare Kader Posyandu Depok
Dengan pembuatan tarian ini merupakan salah satu upaya dalam menggarap sejumlah potensi atraksi wisata yang masih belum dikembangkan. Salah satunya adalah wisata budaya.
"Di Desa Komodo terdapat mitos tentang manusia lahir kembar dengan komodo, cerita teteng kolokamba, tradisi kesenian alugere, tradisi kuliner, dan berbagai seni pertunjukan lain," katanya.
Selain itu, terdapat berbagai atraksi wisata berbasis maritim yang juga dapat dikembangkan antara lain, wisata memancing, perahu layar, diving, snorkling, wisata pantai, dan aktivitas wisata minat khusus lainnya. Diharapkan, dengan adanya tarian khas desa setempat, semakin memperkaya khasanah budaya dan menjadi daya tarik wisatawan.
Dwi Kristianto, anggota Tim Pengmas UI, juga menyampaikan kami juga turut menyiapkan konsep wisata budaya yang selaras dengan fungsi Kawasan Taman Nasional Komodo.
Sehingga dì kemudian hari tidak terjadi persoalan baru terkait kelestarian hutan dan keberlanjutan ekosistem di kawasan ini. Pengambangan wisata budaya ini juga didukung penuh oleh Pengelola Kawasan Taman Nasional Komodo.
Kegiatan ini terlaksana atas kolaborasi dengan Pemerintah Desa Komodo, Balai Taman Nasional Komodo serta didukung oleh Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI (DPPM UI).
Program yang diusung Tim Pengmas UI bertajuk "Konsolidasi dan Penguatan Pengemasan Produk Wisata di Masa Jeda COVID-19 di Desa Komodo".
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020