Bogor, (Antara Megapolitan) - Guru Besar Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas Peternakan IPB Prof Muladno mengatakan 90 persen populasi sapi jantan lokal yang ada saat ini harus dimandulkan untuk memperbaiki kualitas sapi dalam negeri yang tidak bermartabat.

"Sekitar 90 persen sapi lokal dimandulkan saja sejak usia tiga bulan. Sisanya 10 persen diamankan untuk kepentingan reproduksi," kata Prof Muladno saat memperkenalkan gagasan baru pemandulan jantan nonbibit, di Bogor, Jumat.

Dijelaskannya pemandulan dimaksudkan karena kualitas sapi lokal tidak bagus, memiliki tubuh kecil dan kurus. Kondisi ini karena ternak lokal indonesia belum memiliki nilai pemuliaan atau estimated breeding value (EBV), tidak seperti sapi Australia yang jelas silsilah keturunannya, sehingga dapat menghasilkan sapi-sapi unggul.

Ia mengatakan EBV sangat penting untuk pembibitan sapi dan langkah tersebut harus dimulai dari nol. Oleh karena itu usaha pembibitan sapi lokal di Indonesia belum ada.

"Minimal butuh lima tahun untuk bisa memulai basis data pembibitan sapi lokal yang memiliki EBV, selama itu akan menghasilkan data empat generasi," katanya.

Menurutnya kalau langkah tersebut dipertahankan terus, jumlah bibit sapi lokal akan meningkat, menghasilkan keturunan yang bagus, sapi akan dibeli dengan harga jual yang bagus dan mekanisme pasar ikut membaik.

Dikatakannya ada potensi dengan usaha pembibitan yang memperbaiki EBV sapi lokal, harga jual sapi akan meningkat. Dan bisa dikaitkan dengan Kemitraan Mulya 52, bisa untuk penggemukan dan pembiakan.

"Karena sapi-sapi lokal tidak memiliki EBV, agar kualitas sapi lokal kita meningkat maka itu perlu dilakukan pemandulan," katanya.

Ia menjelaskan cara pemandulan dilakukan tidak dengan menghilangkan testis, karena kalau testis dipotong sapi tidak akan laku dijual. Sehingga operasi dilakukan dengan memotong saluran vas deferens yang terdapat antara kantung sperma dan testis. Pemotongan ini akan membuat sperma tidak bisa keluar lagi.

"Teknik pemotongan dengan operasi kecil yang lebih baik dilakukan pada umur tiga bulan," katanya.

Biaya operasi tersebut berkisar antara Rp200 ribu hingga Rp300 ribu. Sebagai tahap awal dapat dibiayai oleh pemerintah, untuk selanjutnya bisa ditanggung sendiri oleh para peternak.

"Program pemandulan juga harus digandeng dengan program seleksi, mana sapi yang dimandulkan dan mana yang harus diamankan untuk pengembangbiakan. Karena kalau semua sapi jantan dimandulkan, kita tidak bisa mengawini sapi betina. Karena sebaiknya inseminasi buatan (IB) harus dengan sama-sama sapi lokal untuk menghasilkan sapi berkualitas," katanya.

Dikatakannya, manfaat dari pemandulan sapi jantan lokal adalah selain tidak bisa lagi mengawini sapi betina secara asal, sapi betina hanya dikawini dengan pejantan unggul melalui IB.

"Bisa menggunakan kawin alam tetapi harga penjantan mahal yang berisiko dicuri, cukup tinggi," katanya.

Manfaat lainnya identitas penjantan IB jelas sehingga catatan silsilah keturunan ternak dapat dilakukan secara tertib, menghasilkan keturunan yang main lama makin baik, dan pertumbuhan lebih baik sehingga bobot badan ternak jantan yang dimandulkan lebih tinggi.

Sedangkan untuk dampak dari pemandulan, lanjut Prof Muladno adalah teknik inseminasi buatan atau IB menjadi keharusan sehingga Balai IB dapat dimaksimalkan. Secara mutu genetik akan diperbaiki bertahap, peternak menjadi lebih tahu tentang ilmu reproduksi (misal deteksi birahi) karena harus dilatih dan didik.

"Program gertak birahi dari pemerintah bisa lebih berhasil, pendapatan peternak meningkat karena bobot badan sapi lebih berat, dan menjadi bahan penelitian akademisi atau peneliti karena ada catatan reproduksi yang lebih tertib," katanya.

Prof Muladno menambahkan ternak yang punya EBV sangat penting, karena memiliki catatan silsilah keluarga, bibit yang dilahirkan dari hasil seleksi. Sehingga sapi yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas. Saat ini populasi sapi di Indonesia sebanyak 16 juta termasuk sapi impor. Khusus lokal jumlahnya turun yakni 13 juta. Sapi ini termasuk sapi perah dan sapi ternak.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015