Bogor, (Antaranews Bogor) - Komisi B DPRD Kota Bogor, Jawa Barat menilai rencana Kementerian Keuangan mengenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk perhiasan, tas, arloji serta sepatu yang berharga mahal, salah satunya batu akik perlu dipertimbangkan.

"Kalau untuk arloji, tas, dan sepatu mahal boleh jadi silahkan, tetapi kalau batu akik dikenakan pajak, ini perlu dipertimbangkan dulu," kata Ketua Komisi B DPRD Kota Bogor Teguh Rihananto, di Bogor, Selasa.

Menurutnya batu akik merupakan sektor usaha yang baru berkembang di kalangan masyarakat dan belum memiliki standarisasi harga dan kualitas yang masuk dalam dalam produk mewah.

Ia mengatakan, batu akik berbeda dengan batu mulia yang sudah memiliki sertifikat dan standarisasi seperti emas sehingga harga jualnya cukup tinggi dibanding batu akik yang berasal dari batu alam lokal.

"Batu akik ini temporer, orang memilikinya karena kegemaran atau hobi. Bisa jadi enam bulan lagi redup karena sudah tidak digemari lagi," katanya.

Politisi PKS ini mengatakan pemerintah tidak perlu terbawa suasana dengan "meledaknya" usaha batu akik dan mengenakan PPnBM, karena belum dikategorikan produk mewah.

"Memang ada batu akik yang dijual sampai ratusan juta itu karena sebagai hobi jadi rela membeli mahal. Sementara harga standarnya juga belum ada," katanya.

Ia menambahkan PPnBM boleh saja dikenakan untuk perhiasan seperti berlian, itan dan emas karena sudah bersertifikat, termasuk tas, arloji dan sepatu yang harganya memang ada yang mahal.

Menurutnya jika batu akik juga dikenai PPnBM maka akan berdampak pada pengurangan pembelian di masyarakat. Hal ini tentu akan berpengaruh pada usaha batu akik yang baru berkembang.

"Boomingnya batu akik ini masih baru, dan berdampak positif ada peluang usaha baru di masyarakat. Jika langsung dikenai pajak, akan memukul perekonomian masyarakat yang baru dimulai. Beri ruang masyarakat untuk berusaha dulu," katanya.

Sementara itu, salah satu penjual batu akik Jefri Sukapura (47) mengatakan penerapan PPn untuk barang mewah oleh pemerintah boleh saja dilakukan tetapi melihat situasi dan kondisi pedagang.

"Kalau pedagang batu akik itu sudah berjualan di toko dan batu yang dijualnya sudah bersertifikat boleh-boleh saja dikenakan pajak. Tetapi kalau pedagang batu akik yang masih berjualan di jalan, apalagi yang belum punya lapak, tentu ini memberatkan," katanya.

Jefri sudah berjualan batu akik sejak tahun 1987 dengan sistem kenalan, menawarkan dari teman ke teman tidak menggunakan lapak. Harga batuk akik yang dijualnya pada era sebelum "meledak" di pasaran yakni mulai dari Rp50.000 hingga Rp60.000 per batu.

Sejak batu akik menjadi trending, ayah dua anak ini bisa menjual cincin batu akik mulai dari harga Rp500.000 sampai Rp1.500.000 per cincin. Batu cincin yang ia jual seperti biduri bulan, blue safir burma, kalimaya, black safir, garnit star, kecubung selat cendana, sun stone dari Brazil, Afrika dan Burma.

"Alhamdulilah dengan berjualan batu akik dalam dua bulan ini saya bisa dapat penghasilan Rp7 juta," katanya.

Kementerian Keuangan berencana mengenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk produk perhiasan, tas, arloji serta sepatu yang berharga mahal yang memiliki nilai nominal harga di atas Rp20 juta dan sepatu di atas Rp10 juta.

Usulan pengenaan pajak bagi barang-barang mahal ini, apabila disepakati menjadi kebijakan, akan ditetapkan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Selain mengenakan pajak untuk produk mahal, Kementerian Keuangan juga berniat untuk merevisi pajak penjualan bagi sektor properti, karena penjualan apartemen saat ini sedang meningkat pesat.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015