Pada akhir bulan Desember 2019, muncul kasus pneumonia berat di Wuhan yang diikuti dengan peningkatkan jumlah penderita kasus pnemunonia yang kemudian dinamakan COVID-19 di berbagai negara. Di Indonesia, COVID-19 mulai masuk di awal Maret 2020. 

Untuk menanggulangi pandemi COVID-19, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya, termasuk menyediakan rumah sakit khusus untuk menangani pasien COVID-19, tak terkecuali dengan Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). 

RSUI dipercaya sebagai rumah sakit jejaring pelayanan COVID-19 pada tanggal 19 Maret 2020 oleh pemerintah melalui surat edaran Kementerian Kesehatan RI dan sebagai rumah sakit rujukan penanggulangan penyakit infeksi emerging tertentu oleh Gubernur Provinsi Jawa Barat pada tanggal 13 April 2020.

Melalui seminar bulanan yang dilaksanakan secara virtual bertajuk Meet The Expert: Pengalaman RSUI dalam Penanganan COVID-19 RSUI, pada Rabu 22 Juli 2020, RSUI ingin berbagi pengalaman kepada pemangku kebijakan, tenaga kesehatan, dan masyarakat tentang  persiapan yang telah dilakukan RSUI dalam meningkatkan kemampuan menjadi RS Rujukan COVID baik dalam pengaturan sumber daya manusia, keuangan, persiapan pelayanan, maupun fasilitas sarana dan prasarana. 

Kegiatan virtual dibuka dengan sambutan dari Direktur Utama RSUI, dr. Astuti Giantini, Sp.PK, MPH dan hadir sebagai keynote speech yaitu Sekretaris Universitas Indonesia, dr. Agustin Kusumayati, M.Sc, Ph.D, serta berbagai narsumber dari luar yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, drg. Novarita, Plt.Direktur Utama RSUI sebelumnya, Dr. dr. Sukamto, Sp.PD-KAI, dan narasumber internal yaitu jajaran Manajemen RSUI.

Dalam keynote speech-nya, Sekretaris UI, dr. Agustin mengatakan bahwa selama pandemi, RSUI sebagai rumah sakit pendidikan, fungsinya tidak saja memberikan pelayanan yang optimal bagi penanganan COVID-19, tetapi juga harus mampu berkontribusi dan berkolaborasi dalam menciptakan inovasi yang menunjang percepatan penanganan COVID pada 5 level prevention dalam healthcare and surveillance yaitu detect, test, isolate, treat, dan trace.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, drg. Novarita menjelaskan tentang penunjukan RSUI sebagai RS Rujukan COVID di Kota Depok. Dalam upaya mendeteksi kasus COVID-19, Pemerintah Kota Depok awalnya berencana membangun fasilitas laboratorium yang dapat menunjang pemeriksaan COVID-19 di Kota Depok. 

Namun hal tersebut membutuhkan waktu yang lama dan dana yang cukup besar. Oleh sebab itu, di awal masa pandemi, Pemerintah Kota Depok bekerja sama dengan RSUI sebagai satu-satunya rumah sakit yang memiliki laboratorium PCR dengan standar keamanan BSL-2. Layanan biomolekular yang dilakukan di RSUI dianggap sangat membantu dalam meningkatkan kapasitas deteksi kasus COVID 19 di Indonesia, khususnya di wilayah Depok dan sekitarnya. 

"Sebagai salah satu strategi penanggulangan pandemi adalah to respon yaitu menetapkan RSUI sebagai salah satu RS Rujukan. Selain itu berdasar analisis kebutuhan masih terbatasnya pemeriksaan PCR, Kota Depok melibatkan RSUI dalam optimalisasi to detect," tutur drg. Novarita.

Pemilihan Rumah Sakit UI juga didasarkan pada potensi fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai. RSUI dianggap telah memiliki ruangan perawatan bertekanan negatif dan ICU, dokter spesialis yang kompeten dibidangnya, serta fasilitas laboratorium yang dapat digunakan untuk pemeriksaan PCR.

Penunjukan RSUI sebagai RS Rujukan COVID tentunya membawa perubahan besar bagi Rumah Sakit UI dalam mengatur proses bisnis dan pengelolaan pelayanan. Saat itu,langkah awal RSUI untuk meningkatkan kemampuan menjadi RS Rujukan adalah membuat mitigasi resiko yang baik. Manajemen mengidentifikasi setiap kebutuhan yang diperlukan dalam penanganan COVID-19 dengan detil. 

"Kuncinya kita melakukan strategi perubahan kebijakan saat itu dengan melakukan mitigasi resiko yang benar baik pada tata laksana pelayanan, sistem penunjang, maupun manajemen informasi dalam memperkuat informasi internal dan eksternal. Manajemen mengambil langkah untuk memetakan lebih awal pemenuhan kebutuhan, baik pada sumber daya manusia, peralatan seperti BMHP dan APD, serta penyediaan fasilitas sarana yang memadai untuk COVID-19. Selain itu, kami juga menyiapkan RAB (rencana anggaran belanja) untuk 3 bulan ke depan terkait COVID-19. Anggaran ini selanjutnya digunakan sebagai dasar kami untuk mengajukan dana alokasi kepada pemangku kebijakan penanganan COVID.” ujar dr. Sukamto, yang saat itu menjabat sebagai Plt. Direktur Utama RSUI.

Meski RSUI telah melayani penanganan COVID, RSUI memastikan layanan kesehatan non COVID tetap dapat dijalankan dengan memastikan keamanan dan keselamatan bagi seluruh pasien dan pengunjung. dr. Astusi Giantini, Sp.PK, MPH sejak menjabat sebagai 

dr. Astusi Giantini yang menjabat Direktur Utama RSUI Sejak Mei 2020 menggantikan dr.Sukamto telah berkomitmen untuk mewujudkan RS yang aman bagi pasien, pengunjung, dan seluruh pekerja di lingkungan RS, salah satunya dengan skrining awal kesehatan.

Skrining awal ini bertujuan memisahkan kategori pasien, pengunjung, maupun staf serta area RS yang dapat diakses mereka sehingga tidak bercampur dan meminimalkan risiko terjadinya penularan dan penyebaran infeksi khususnya COVID-19," ujar dr. Astuti 

Lebih lanjut, dr. Astuti meyakinkan bahwa masyarakat yang ingin mengakses layanan kesehatan di RSUI juga tidak perlu khawatir karena telah dilakukan pembagian zonasi yang tegas antara pasien COVID dan non COVID. 

Dr. Astuti Yuni Nursasi, S.Kp, MN, selaku Manajer Keperawatan Dasar dengan judul materi “Pembentukan Sistem Skrining dan Poli Khusus COVID” menyampaikan kami memastikan pasien aman ke rumah sakit. RSUI memisahkan zona yang dapat diakses sesuai hasil skrining awal. Jika hasil dari skrining pasien atau pengunjung pasien tidak memiliki riwayat dan keluhan ke arah COVID-19 maka pasien diberi stiker hijau dan dapat memasuki zona hijau gedung RSUI sesuai dengan tujuannya. Jika pasien memiliki riwayat dan atau keluhan ke arah COVID-19 dengan risiko ringan-sedang maka akan diberikan stiker kuning dan dilayani di zona kuning (Klinik Khusus/ Klinik Melati). Jika kondisinya berat akan masuk kategori merah dan langsung diarahkan ke IGD isolasi.”

Selain pemisahan zonasi yang tegas, RSUI juga melakukan upaya pencegahan penularan COVID di dalam rumah sakit dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, seperti mewajibkan penggunaan masker bagi pasien, pengunjung dan pegawai, menerapkan jarak aman di seluruh area pelayanan, melengkapi seluruh petugas dengan alat pelindung diri dan melakukan protokol desinfeksi terhadap peralatan dan ruangan secara berkala. 


Sebagai laboratorium jejaring pemeriksa COVID-19 yang telah ditetapkan oleh pemerintah, RSUI diminta untuk mengembangkan laborotarium diagnostik COVID-19 untuk meningkatkan kapasitas pemeriksaan COVID-19 yang semakin meningkat. dr. Ardiana Kusumaningrum, Sp.MK (K), yang merupakan Wakil Kepala Laboratorium Terpadu RSUI, menjelaskan bahwa dalam proses pengembangan tersebut, diperlukan persiapan secara bertahap sesuai dengan prioritas kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas pemeriksaan. Kendala SDM dan kelengkapan lab saat itu menjadi pertimbangan tersendiri bagi RSUI. 

dr. Rakhmad Hidayat, Sp.S(K) selaku Manajer Pelayanan Medik RSUI menyampaikan,  “Laboratorium RSUI masuk dalam jejaring nasional Lab deteksi COVID-19 sehingga diperlukan pelaksanaan bertahap sesuai prioritas dengan mempersiapkan kelengkapan lab, SDM, dan operasional lab. Lab RSUI mulai melakukan pemeriksaan dengan peningkatan kapasitas sesuai kebutuhan disertai penambahan kelengkapan alat dan melakukan evaluasi berkala dengan perbaikan dalam sistem lab (termasuk pencatatan pelaporan), dan peningkatan variasi jenis spesimen.” 

“Perlahan tapi pasti, RSUI yang awalnya hanya dapat melakukan pemeriksaan sekitar 140 sampel per hari sekarang sudah dapat melakukan pemeriksaan PCR COVID-19 sebanyak 400 sampel per hari dan akan terus diupayakan untukmeningkatkan kapasitas pemeriksaan laboratorium untuk percepatan penanganan COVID-19”, ujar dr. Rakhmad. 

Eka Pujiyanti, SKM,S.E.,MKM, Plt Direktur Keuangan RSUI pada pemaparan materi Penyiapan Kebutuhan Keuangan Dalam Persiapan Rujukan menyampaikan, “Penanganan COVID yang memerlukan keseriusan tentunya juga memerlukan dana yang sangat besar. Kebutuhan tenaga medis, pengadaan obat dan BMHP serta kebutuhan alat pelindung diri tidak dapat dielakan menjadi salah satu faktor yang harus dipenuhi rumah sakit. Dengan tingkat kebutuhan yang sangat besar tersebut, saat itu RSUI tidak dapat menalanginya hanya dari pendapatan rumah sakit. Berkat advokasi yang dilakukan manajemen, RSUI mendapat bantuan dana dari Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk penanganan pandemi COVID-19. Dana tersebut kemudian digunakan untuk menambah kapasitas perawatan COVID-19 sebanyak 41 tempat tidur dengan ruangan bertekanan negatif, menambah obat dan kebutuhan perawatan COVID-19, termasuk pemeriksaan PCR sebanyak 3500 pemeriksaan.”

Pada sesi berikutnya, Dr.dr. Andi Ade Wijaya, Sp.An-KAP, menerangkan “Penambahan kapasitas dan fasilitas terus dilakukan di RSUI. Hal ini untuk mengantisipasi penambahan pasien COVID. Awalnya RSUI hanya membuka lantai 3 dan 6 dengan kapasitas 25 bed untuk pasien kriteria PDP dan terkonfirmasi COVID-19. Setelah dilakukan perombakan dan modifikasi, lantai 13 dan lantai 14 yang sebelumnya merupakan ruang perawatan VIP dikembangkan menjadi ruang perawatan COVID bertekanan negatif sehingga saat ini RSUI telah memiliki 64 bed untuk pasien COVID yang meliputi ruang intensif dewasa, intensif anak, NICU dan ruang isolasi.
 
"Tidak hanya menyediakan ruang perawatan, RSUI juga menyiapkan ruangan operasi, ruangan bersalin, dan ruang isolasi di IGD untuk penanganan pasien COVID-19 yang juga memiliki tekanan negatif”, ujar Uraifah, S.T., M.T, Manajer Sarana dan Prasarana RSUI.

Ns. Sukihananto, S.Kep, M.Kep,selaku Manajer Kemitraan RSUI menyampaikan bahwa “RS juga harus memperkuat pengelolaan data dan pelaporan COVID-19 sesuai yang disyaratkan oleh pemerintah. Data dan laporan COVID-19 diperlukan untuk penelusuran epidemiologi dan juga untuk memenuhi syarat proses klaim atas pasien yang dirawat. Data yang harus dilaporkan antara lain Sirsyankes, All New Record, Bersatu Lawan COVID-19 (BLC), dan juga laporan ke Dinas Kesehatan.” 

Dengan semakin bertambahnya kapasitas perawatan pasien COVID-19, RSUI dihadapkan pada kebutuhan tenaga medis dan non medis yang harus dipenuhi agar penanganan COVID lebih optimal. Tenaga keperawatan tak luput dari kebutuhan yang paling banyak diperlukan. Manajemen mencari solusi dengan membuka pendaftaran tenaga relawan. Pendaftaran relawan dibuka untuk umum melalui laman resmi RSUI ataupun melalui pusat-pusat krisis yang bekerja sama dengan UI. Meski akhirnya tidak semua kebutuhan tenaga keperawatan terpenuhi, manajemen berupaya mengoptimalkan kemampuan tenaga keperawatan yang ada untuk penanangan COVID dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.

Dr. Debie Dahlia, S.Kp, MHSM, Manajer Keperawatan RSUI, menjelaskan “Tenaga keperawatan RSUI selalu melakukan pengarahan dengan bekerja sesuai integritas, professional, dan mencari bukti evidence untuk memperbaiki asuhan keperawatan dan caring. Mutu asuhan keselamatan pasien dan tenaga kesehatan menjadi prioritas kami dalam memberikan pelayanan optimal bagi pasien.”

Dalam pengembangan layanan, RSUI membuka layanan telemedicine dalam bentuk konsultasi online (daring) sebagai langkah untuk memudahkan masyarakat yang ingin mengkonsultasikan kondisi kesehatan yang dikeluhkan kepada dokter tanpa harus datang ke rumah sakit. 

Bagi pengunjung yang memerlukan pemeriksaan swab dan rapid test tanpa melalui layanan rawat jalan, RSUI jugamembuka layanan pemeriksaan swab PCR COVID-19 dan rapid test melalui drive thru. 

Dari sisi publikasi selama pandemi COVID, dr. Astrid Saraswaty, MARS, Manajer Pengembangan Bisnis RSUI, menjelaskan bahwa RSUI berperan aktif dalam melakukan berbagai upaya promosi kesehatan berupa penyebaran informasi dan edukasi mengenai COVID-19 kepada masyarakat baik melalui media digital maupun kegiatan seminar Bicara Sehat dan Meet The Expert. Selain itu, RSUI melaksanakan komunikasi dan hubungan media (media relation) dalam menangani kasus COVID-19 dengan media massa (pers). Tujuannya agar tercapai pemahaman publik melalui komunikasi media massa yang informatif, transparan dan edukatif terkait COVID-19.

"RSUI telah mem-posting lebih dari 200 konten dalam 5 bulan terkait informasi dan edukasi kesehatan tentang COVID di media digital dan kita akan terus melakukan edukasi ini sebagai upaya untuk memfasilitasi masyarakat dalam mendapatkan pengetahuan dan pemahaman terkait COVID," ujarnya.

"Di tengah pandemi COVID-19 RSUI sempat menjalani survei akreditasi SNARS edisi 1 oleh KARS pada 9-13 Juni 2020 secara daring sebelum akhirnya Kementerian Kesehatan mengeluarkan keputusan untuk menunda kegiatan survei akreditasi rumah sakit. RSUI telah mempersiapkan proses akreditasi sejak tahun 2019 dan berhasil meraih paripurna," papar  Tahani, SKM, MKM, selaku Ketua Tim Akreditasi RSUI.

Dr. Rr. Tutik Sri Hariyati selaku Ketua Sub Kredensial Komite Keperawatan RSUI menyampaikan, Rumah Sakit harus mampu menjamin mutu dan keselamatan pasien. Membangun dimensi mutu adalah proses panjang dan tidak berawal atau berakhir dengan akreditasi, melainkan sejak rumah sakit berdiri dan selama rumah sakit tersebut memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Acara Meet The Expert yang berlangsung selama 8 jam ini mendapat  tanggapan yang baik dari sebagian besar peserta karena penyampaian materi dari para narasumber dibawakan dengan lugas dan jelas. RSUI berharap kegiatan ini dapat bermanfaat dan menjadi sebuah momen untuk berbagi pengalaman bagi instansi kesehatan dalam melakukan pelayanan di masa pandemi COVID. Terima kasih atas perhatiannya.

Pewarta: Humas RSUI

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020