Jakarta, (Antaranews Bogor) - Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina menyatakan bahwa lingkaran korupsi jika tidak segera dihentikan dapat mengancam demokrasi di Indonesia yang terus dibangun.

"Saya kira, pemerintahan sekarang harus menyadari akan hal ini, jika tidak negara kita akan sulit untuk keluar dari lingkaran korupsi," katanya di Jakarta, Sabtu.

Memberikan ulasan mengenai data yang dipublikasikan oleh Transparency International mengenai indeks tentang korupsi, di mana negara-negara seperti Denmark, Norwegia, Swedia dan sebagainya menjadi negara terbersih dari kasus-kasus tindakan korupsi, ia melihat bahwa Indonesia harus punya komitmen kuat untuk menanganinya.

Transparency International menyatakan dalam indeks persepsi korupsi, Indonesia menduduki peringkat 107 dari 175 negara.

Posisi Indonesia hanya mencatatkan skor 34 di mana skalanya dari nol (korupsi tinggi) hingga 100 (bersih dari korupsi).

Di kawasan Asia Tenggara indeks korupsi Indonesia jauh tertinggal dibanding negara tetangga, seperti Malaysia yang berada di peringkat 50 dengan skor 52, sedangkan Filipina dan Sri Lanka menduduki peringkat 82 dengan skor 38.

Sedangkan Singapura, berada di level 7 dengan 84 poin.

Ketua Transparency International Jos� Ugaz dalam pernyataan yang dikutip pada Minggu (7/12) menyatakan bahwa indeks persepsi korupsi 2014 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi telah dirusak dan upaya untuk menghentikan korupsi memudar, ketika para pemimpin dan pejabat tinggi menyalahgunakan kekuasaan untuk keuntungan pribadi.

Menurut Nia Elvina dari kacamata para sosiolog data-data itu menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi sosialis lebih bersih ketimbang negara-negara yang menerapkan kebijakan ekonomi yang bersifat liberal atau pasar.

"Berefleksi ke negara kita, para pendiri bangsa ini sebenarnya sudah mengamanatkan kepada generasi penerus mereka untuk menerapkan kebijakan ekonomi sosialis ala Indonesia atau yang dikenal dengan sosialisme ala Indonesia, yang terkandung dalam pasal 33 dan 34 UUD," kata anggota peneliti Kelompok Studi Perdesaan Universitas Indonesia (UI) itu.

Hal inilah, kata dia, sebenarnya persoalan mendasar yang harus segera diimplementasikan oleh pemerintahan dan generasi sekarang.

"Pemerintah harus menyadari bahwa keyakinan para pendiri bangsa kita terbukti pada era sekarang benar," katanya.

Ia menyatakan negara-negara Skandinavia dan Selandia Baru, juga mendapatkan predikat negara-negara yang memiliki kesenjangan ekonomi dan sosial yang sangat rendah.

"Dan dikenal sebagai negara yang paling memberikan penghargaan yang tinggi bagi para pensiunan atau lanjut usia," kata Sekretaris Program Sosiologi Unas itu.

Karena ditegaskan sekali lagi bahwa pemerintahan sekarang harus menyadari akan hal ini.

"Bila tidak ingin demokrasi yang dibangun ini terancam, maka komitmen kuat memberantas korupsi harus dijaga," demikian Nia Elvina.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014