Subang, (Antaranews Bogor) - Sejumlah nelayan di wilayah perairan utara Blanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, mengaku sulit untuk melaut menyusul naiknya harga Bahan Bakar Minyak jenis premium dan solar.

"Kami sebagai masyarakat kecil jelas merasa terbebani atas kenaikan harga BBM. Itu akan menaikkan biaya operasional para nelayan," kata Narto, seorang nelayan di Desa Muara, Kecamatan Blanakan, Subang, Jumat.

Dikatakannya, sekali melaut nelayan kecil atau nelayan tradisional itu membutuhkan sekitar 60 liter solar. Dengan kenaikan harga BBM, maka itu jelas berdampak naiknya biaya operasional dari awalnya Rp330 ribu menjadi Rp450 ribu.

Kenaikan harga BBM termasuk jenis solar yang memicu naiknya biaya operasional melaut para nelayan itu jelas dianggap merugikan nelayan.

Ditambah lagi dengan harga ikan yang tidak stabil, membuat rugi nelayan. Dicontohkannya, harga ikan tongkol kini hanya dijual Rp12 ribu per kilogram atau turun dari harga sebelumnya Rp20 ribu per kilogram.

Nelayan lainnya, Wasim mengatakan, para nelayan di daerahnya umumnya mengandalkan hasil melaut dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Atas hal itulah, kenaikan BBM jenis solar cukup memberatkan para nelayan, karena berdampak naiknya biaya operasional nelayan saat melaut.

Ia mengakui, pascakenaikan BBM cukup banyak nelayan di daerahnya yang untuk sementara tidak melaut. Sebab kesulitan memenuhi biaya operasional melaut.

"Sekarang ini cukup banyak nelayan menganggur. Mereka banyak yang tidak melaut karena berat untuk membeli solar," kata dia.

Sementara itu, dengan dikeluarkannya kebijakan kenaikan harga BBM, maka per 18 November 2014, harga premium menjadi

Rp8.500 dari sebelumnya Rp6.500 per liter. Sedangkan harga solar yang sebelumnya Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500.

Pewarta: M. Ali Khumaini

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014