Asia Pacific Women’s Coalition for Al Quds and Palestina (ApWCQP) bekerjasama dengan Adara Relief International menggelar Seminar bertajuk "Tolak Perampasan Tepi Barat" melalui zoom meeting dan dihadiri oleh 400 peserta, termasuk pimpinan dari 10 ormas muslimah dan 2 lembaga perempuan Indonesia yang menyatakan menolak perampasan Tepi Barat.

Sekretaris Jenderal Global Woman Coalition for al Quds and Palestine (GWCQP) Dr. Fauziah Mohd Hasan dalam keterangannya, Senin mengapresiasi acara seminar ini sebagai bentuk kepedulian perempuan terhadap perjuangan bumi Palestina. 

"Koalisi ini bertujuan untuk menunjukkan solidaritas perempuan seluruh dunia untuk perjuangan anak dan perempuan di Palestina," katanya.

Narasumber pertama pada seminar ini, Muhammad Syarif, Lc., MA (Ketua Bidang Sosialisasi dan Edukasi Komite Nasional untuk Rakyat Palestina) menyatakan tujuan  dari perampasan Tepi Barat ini adalah  untuk menguasai Masjid Suci Al Aqsa, menghapus agenda Palestina berdaulat sesuai Tapal 1967, mengusir bangsa Palestina dari Tepi Barat dan melenyapkan otoritas Palestina, untuk merealisasikan Deal of Century dan sebagai perwujudan dari janji kampanye Banyamin Netanyahu yang akan mencaplok Tepi Barat dan Lembah Yordania.

Aktivis Palestina ini menegaskan bahwa Tepi Barat sesungguhnya merupakan benteng Al Quds. Membiarkan  perampasan Tepi Barat sama saja dengan menyerahkan masjid Al Aqsa ke dalam penguasaan zionis. 

DR. Sajidah,  narasumber kedua yang juga merupakan Wakil Ketua GWCQP menjelaskan maksud dari gerakan/kampanye "Tepi Barat Milik Kita" yang sedang dicanangkan selama bulan Juni 2020. Yang terjadi di Palestina saat ini bukan hanya perampasan wilayah, tetapi juga terusirnya penduduk dari negerinya sendiri.  

"Perampasan wilayah Tepi Barat melalui pemukiman ilegal zionis tidak hanya merampas hak tinggal penduduk Palestina, menggusur dan menelantarkan anak-anak, wanita, dan manula, merusak pusat perdagangan, lahan  pertanian, fasilitas social dan pendidikan, bahkan juga merusak tempat-tempat suci dan situs-situs sejarah Palestina," kata wanita kelahiran Gaza 53 tahun lalu ini. 

Ia menjelaskan, gerakan ini ingin menyampaikan pesan bahwa Palestina tidak sendiri.  Ini adalah nilai kesetiaan kita sebagai bangsa yang berdaulat kepada bangsa lain yang masih terjajah. 

Kedua nara sumber ini  mengimbau peserta  terus memberikan dukungan sosial berupa materi dan publikasi sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Acara ditutup dengan pidato dan pembacaan Pernyataan Sikap ApWCQP oleh presiden ApWCQP dan sekaligus Ketua Adara Relief International, Nurjanah Hulwani, S. Ag. M.E.. Di awal pidatonya Nurjanah mengimbau agar semua pihak terus melakukan dukungan dan pembelaan terhadap anak dan perempuan Palestina, pihak yang paling rentan menjadi korban penjajahan Israel.
 

Pewarta: Humas Adara Internasional

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020