Depok, (Antaranews Bogor) - Ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Rizal E Halim menilai penunjukan Rachmat Gobel sebagai Menteri Perdagangan (Mendag) di Kabinet Kerja 2014-2019 merupakan langkah tepat dan mendapat respon yang positif di pasar.
"Ini mengingat figure Rachmat Gobel yang selama ini dikenal sebagai pelaku usaha nasional yang memiliki sejumlah pengalaman tidak hanya di bidang perdagangan tetapi juga inovasi industri," kata Rizal di Depok, Kamis.
Rizal mengatakan dari sisi kapasitas, pasar sangat optimis dan percaya kinerja perdagangan nasional akan semakin baik di bawah kepemimpinan Rachmat Gobel.
Menurut dia secara umum, persoalan klasik yang dihadapi oleh sektor perdagangan nasional adalah defisit neraca perdagangan akibat surplus ekspor non migas tidak mampu menekan defisit di sektor impor migas.
"Ini persoalan klasik yang tidak hanya berlangsung dalam 1-2 tahun tetapi telah terjadi dalam satu dekade ini," katanya.
Ia mengatakan pertumbuhan impor migas yang lebih tinggi dari ekspor non migas mendorong pelebaran defisit perdagangan selama ini. Defisit ini bahkan akan semakin dalam ketika ekspor non migas mengalami perlambatan, stagnasi atau menurun.
Persoalan klasik lainnya adalah volatilitas harga komoditas strategis yang memicu risiko inflasi. Volatilitas harga komoditas strategis ini pada tahun-tahun sebelumnya disebabkan oleh kombinasi dari persoalan ketidakmenentuan regulasi, aksi spekulasi, dan perubahan cuaca.
Dikatakannya dari aspek ketidakmenentuan regulasi seperti alih fungsi lahan, sinkronisasi kebijakan impor dari kementerian lainnya seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya. Belum lagi sinkronisasi kebijakan impor dengan pihak kepabeanan yang sampai saat ini sering menjadi faktor penambah pelemahan daya saing nasional.
"Dari ketidakmenentuan regulasi, dan kondisi permintaan global yang melambat, kerap kali para pelaku usaha melakukan aksi spekulasi dengan menimbun atau menahan persediaannya di pasar," katanya.
Selain itu katanya persoalan alih fungsi lahan juga semakin kritis akibat tidak adanya pemahaman keseimbangan pembangunan di tingkat daerah yang bersifat holistik.
Lebih lanjut ia mengatakan agenda pembangunan bukanlah trade off yang menegasikan sektor-sektor potensial kita. Dan yang juga menjadi persoalan dalam beberapa tahun ini adalah perubahan cuaca ekstrim yang telah menekan produktivitas lahan sehingga pasokan global juga tertekan.
Sementara di sisi lain ada pertumbuhan permintaan juga tidak cukup menggembirakan dalam lima tahun ini. Ini juga yang menjadi pemicu psikologi pasar sehingga risiko inflasi menjadi meningkat.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014
"Ini mengingat figure Rachmat Gobel yang selama ini dikenal sebagai pelaku usaha nasional yang memiliki sejumlah pengalaman tidak hanya di bidang perdagangan tetapi juga inovasi industri," kata Rizal di Depok, Kamis.
Rizal mengatakan dari sisi kapasitas, pasar sangat optimis dan percaya kinerja perdagangan nasional akan semakin baik di bawah kepemimpinan Rachmat Gobel.
Menurut dia secara umum, persoalan klasik yang dihadapi oleh sektor perdagangan nasional adalah defisit neraca perdagangan akibat surplus ekspor non migas tidak mampu menekan defisit di sektor impor migas.
"Ini persoalan klasik yang tidak hanya berlangsung dalam 1-2 tahun tetapi telah terjadi dalam satu dekade ini," katanya.
Ia mengatakan pertumbuhan impor migas yang lebih tinggi dari ekspor non migas mendorong pelebaran defisit perdagangan selama ini. Defisit ini bahkan akan semakin dalam ketika ekspor non migas mengalami perlambatan, stagnasi atau menurun.
Persoalan klasik lainnya adalah volatilitas harga komoditas strategis yang memicu risiko inflasi. Volatilitas harga komoditas strategis ini pada tahun-tahun sebelumnya disebabkan oleh kombinasi dari persoalan ketidakmenentuan regulasi, aksi spekulasi, dan perubahan cuaca.
Dikatakannya dari aspek ketidakmenentuan regulasi seperti alih fungsi lahan, sinkronisasi kebijakan impor dari kementerian lainnya seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya. Belum lagi sinkronisasi kebijakan impor dengan pihak kepabeanan yang sampai saat ini sering menjadi faktor penambah pelemahan daya saing nasional.
"Dari ketidakmenentuan regulasi, dan kondisi permintaan global yang melambat, kerap kali para pelaku usaha melakukan aksi spekulasi dengan menimbun atau menahan persediaannya di pasar," katanya.
Selain itu katanya persoalan alih fungsi lahan juga semakin kritis akibat tidak adanya pemahaman keseimbangan pembangunan di tingkat daerah yang bersifat holistik.
Lebih lanjut ia mengatakan agenda pembangunan bukanlah trade off yang menegasikan sektor-sektor potensial kita. Dan yang juga menjadi persoalan dalam beberapa tahun ini adalah perubahan cuaca ekstrim yang telah menekan produktivitas lahan sehingga pasokan global juga tertekan.
Sementara di sisi lain ada pertumbuhan permintaan juga tidak cukup menggembirakan dalam lima tahun ini. Ini juga yang menjadi pemicu psikologi pasar sehingga risiko inflasi menjadi meningkat.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014