Jakarta (ANTARA) - Perumahan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia setelah sandang dan pangan.
Hak untuk mendapatkan tempat tinggal layak bahkan telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Dalam konteks pembangunan nasional, pemenuhan kebutuhan perumahan rakyat menjadi bagian penting dari strategi meningkatkan kesejahteraan sosial, mengurangi kesenjangan, serta memperkuat fondasi ekonomi bangsa.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah pusat meluncurkan berbagai program, salah satunya Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Program ini menjadi wujud konkret peran keuangan negara dalam memfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah layak huni.
Dengan prinsip stimulan, BSPS tidak sepenuhnya membiayai pembangunan atau perbaikan rumah, melainkan memberi bantuan awal yang mendorong partisipasi masyarakat, swadaya keluarga, hingga dukungan komunitas lokal.
Mengingat perumahan rakyat adalah fondasi dari pembangunan manusia, melalui program BSPS, pemerintah berupaya mengoptimalkan pengelolaan keuangan negara untuk memainkan peran vital dalam mewujudkan hunian layak bagi masyarakat miskin. Dukungan fiskal ini sejalan dengan tujuan besar Astacita Presiden Prabowo, yakni menciptakan masyarakat sehat, produktif, dan sejahtera melalui pemerataan pembangunan.
Menciptakan masyarakat yang sehat, produktif, dan sejahtera tidak mungkin terwujud tanpa pemerataan pembangunan perumahan yang layak huni. Rumah bukan sekadar tempat berlindung dari panas dan hujan, melainkan ruang pertama tempat nilai-nilai kehidupan ditanamkan, kesehatan keluarga dijaga, serta produktivitas manusia dibangun.
Pemerataan pembangunan rumah layak huni juga berarti memberikan akses yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah, agar dapat menikmati standar kehidupan yang layak. Dengan demikian, rumah menjadi instrumen keadilan sosial: mengurangi kesenjangan, memperkuat rasa kebersamaan, sekaligus mendorong terbentuknya masyarakat yang produktif dan sejahtera di seluruh pelosok negeri.
Program BSPS adalah contoh nyata bagaimana APBN dialokasikan untuk kepentingan langsung rakyat kecil. Dana BSPS digunakan untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah memperbaiki rumah tidak layak huni agar memenuhi standar keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan.
Pada tahun 2025, misalnya, alokasi BSPS di Provinsi Jambi mencapai 2.077-unit rumah yang tersebar di berbagai kabupaten/kota, mulai dari Sarolangun hingga Tanjung Jabung Timur. Angka ini menunjukkan bahwa keuangan negara menjadi instrumen pemerataan pembangunan yang menyasar langsung hingga ke pelosok.
Lebih jauh, peran keuangan negara dalam perumahan juga memberikan efek ganda (multiplier effect). Setiap bantuan stimulan memicu aktivitas ekonomi lokal: pembelian bahan bangunan, jasa tukang, hingga kerja gotong royong di masyarakat. Dengan demikian, APBN tidak hanya membiayai pembangunan rumah, tetapi juga menggerakkan ekonomi desa, meningkatkan daya beli, dan memperkuat ikatan sosial.
Keuangan negara juga memastikan adanya keberlanjutan kebijakan. Tanpa dukungan fiskal, sulit bagi masyarakat miskin untuk keluar dari lingkaran kemiskinan akibat tinggal di hunian kumuh. Oleh karena itu, program ini bukan sekadar bantuan, melainkan investasi jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Visi besar Presiden Prabowo dalam Astacita menekankan delapan cita-cita pembangunan, salah satunya adalah meningkatkan kualitas hidup rakyat dengan memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, kesehatan, pendidikan, dan perumahan. Perumahan dipandang sebagai pondasi penting dalam membentuk keluarga sehat, produktif, dan sejahtera.
Kebijakan BSPS sejalan dengan semangat Astacita dalam beberapa aspek: Pertama, mengurangi ketimpangan sosial dengan memastikan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah layak, pemerintah membantu mengurangi kesenjangan antara kaya dan miskin. Hunian layak meningkatkan martabat rakyat dan memperkuat rasa keadilan sosial.
Kedua, meningkatkan produktivitas nasional dalam membangun rumah layak menciptakan lingkungan sehat bagi anak-anak untuk belajar, mendukung orang tua bekerja dengan lebih fokus, dan mendorong pertumbuhan generasi produktif. Dengan kata lain, perumahan adalah investasi pada modal manusia (human capital).
Ketiga, pemerataan pembangunan hingga daerah terpencil dengan menekankan tujuan Astacita pemerataan bukan hanya di kota besar tetapi juga di pedesaan, pesisir, dan daerah tertinggal. Hal ini tercermin misalnya pada alokasi BSPS di berbagai kabupaten/kota di Provinsi Jambi pada tahun 2025 yang menunjukkan implementasi nyata misi pemerataan tersebut. Alokasi di provinsi Jambi merupakan kali yang kedua setelah sebelumnya pada tahun 2029 bersama dengan Provinsi Papua
Keempat, mendorong kemandirian dan gotong royong dalam implementasi BSPS yang tidak menjadikan masyarakat bergantung sepenuhnya pada negara. Justru, masyarakat digerakkan untuk berpartisipasi, menambah dana swadaya, dan bergotong royong menyelesaikan rumah. Ini sesuai dengan nilai-nilai Astacita yang mengutamakan kemandirian bangsa.
*) Dr M Lucky Akbar adalah adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi, Kementerian Keuangan
