Banda Aceh (ANTARA) - Menjadi pasukan pengibar bendera pada HUT Kemerdekaan RI merupakan sebuah kesempatan yang luar biasa, karena harus melewati seleksi yang ketat baik untuk tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional.
Termasuk juga bagi remaja pemilik nama lengkap Fadil Royan siswa SRMA 1 Aceh Besar yang dipercayakan sebagai pemimpin formasi pengibaran bendera merah putih.
Baginya, kepercayaan menjadi bagian formasi pasukan pengibar bendera adalah kesempatan pertama. Terutama saat perayaan hari kemerdekaan.
Jika pun anak dari pasangan Ifrad dan Fitriana bersekolah di tempat tinggalnya, tentu ia juga harus ikut berkompetisi secara ketat agar ikut terpilih untuk menjadi pengibar bendera.
Lulusan MTSN 4 Jeurela tersebut tak bisa meluapkan kebahagiaan. Ia merasa haru terpilih menjadi formasi Paskibra di Sentra Darussa'adah termasuk bisa sekolah yang seluruh biaya disiapkan pemerintah.
Mereka ditempa selama tiga hari untuk menjadi pelaksana tugas mulia di hari peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
"Alhamdulillah saya bangga dan sangat bersyukur bisa menjadi bagian dalam momen sejarah ini. Ini juga bagian dari rangkaian impian saya kelak," dengan nada sedikit datar dan terhenti sejenak.
Remaja yang duduk di kelas x-1 Sekolah Rakyat Menengah Atas I Aceh Besar, Sentra Darussa'adah, memiliki cita-cita menjadi seorang tentara. Bercita-cita tinggi bukan sebuah hal yang tak mungkin.
SRMA 1 Aceh Besar adalah langkah awal baginya untuk merajut mimpi. Terlahir dari keluarga kurang mampu bukan berarti harus mengubur impian.
Pandangannya mulai menoleh ke kiri dan kanan guna menghalau agar air mata tak keluar kala menceritakan ihwal kondisi keluarganya. Kedua orang tuanya telah berpisah dan saat ini ia tinggal bersama ibunya Fitriana.
"Saya juga pernah ditinggal sama ibu, karena beliau bekerja ke Jawa. Perpisahan saya dengan ibu karena ditinggal bekerja juga tidak menjadi beban saat tinggal di asrama," kata remaja kelahiran 9 Desember 2008 silam.
Bersekolah di SRMA, membuat dirinya tak membebani ibunya, karena untuk sekolah di sana, ibunya tak perlu memikirkan biaya peralatan sekolah dan makan sekalipun. Pemerintah menanggung semua biaya untuk siswa.
Baginya mengurangi beban orang tua terutama ibunya adalah sebuah keinginannya. Fasilitas yang didapat dari orang tua dengan pendapatan terbatas tentu tak seperti yang diberikan di SRMA.
Pemerintah melalui Sekolah Rakyat menyediakan berbagai fasilitas lengkap dan gratis untuk para siswanya seperti asrama, seragam, alat tulis, laptop, makan dan laboratorium komputer.
Selain itu, sekolah ini juga menawarkan fasilitas seperti ruang kelas, kantin, ruang olahraga, dan tempat ibadah, semuanya dirancang sesuai standar kelayakan pendidikan.
"Waktu SD dan MTSN kebutuhan sekolah sesuai dengan uang orang tua, jika tidak bisa beli baju maka saya pakai baju seragam abang yang ukurannya sudah pas di badan saya," kata remaja yang menetap di Gampong Dilip Bukti, Kecamatan Sukamakmur.
Pesan dari ibunya terus terpatri dalam benak remaja yang juga sempat bekerja di warung nasi guna membantu memenuhi kebutuhan saat bersekolah.
"Saya bertekad untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan tidak akan melewatkan kesempatan ini," katanya dengan penekanan akan keyakinannya mengubah garis tangan.
Waktu di SD hingga duduk di bangku MTSN, prestasi yang dicapai berada di atas sepuluh besar. Di SRMA remaja dengan badan tegap itu bertekad memperbaiki semua itu dan mewujud mimpi jadi seorang tentara.
Kesempatan spesial menjadi pelaksana pengibar bendera merah putih HUT ke-80 kemerdekaan RI juga dialami Cahaya Permata. Ia dinobatkan sebagai pembawa bendera merah putih.
Cahaya adalah anak dari pasangan Jackiram dan Darsina. Ayahnya bekerja sebagai buruh bangunan dan ibunya mengurus rumah tangga dan adiknya yang menderita hidrosefalus.
Hidrosefalus adalah penumpukan cairan di rongga otak sehingga meningkatkan tekanan pada otak. Pada bayi dan anak-anak hidrosefalus membuat ukuran kepala membesar.
Siswa kelas X-2 SRMA 1 Aceh Besar itu menuturkan saban hari ibunya mendampingi adik yang menderita hendrosefalus belajar di Sekolah Luar Biasa Labui.
Sebelumnya Darsina ikut membantu meringankan beban suaminya membuat kue, namun seiring waktu ibunya terfokus pada adik bungsunya. Aroma bak pia tak lagi tercium dari rumahnya.
