Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2026 pada Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Pengantar dan Keterangan Pemerintah atas KEM-PPKF Tahun 2026 di Jakarta,Selasa (20/5).
Melalui pidatonya pada kesempatan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menggarisbawahi betapa dunia tengah mengalami pergeseran mendasar dalam tatanan global. Globalisasi yang selama beberapa dekade terakhir menjadi semangat utama kerja sama ekonomi internasional, kini telah bergeser ke arah fragmentasi, proteksionisme, dan kompetisi yang kian sengit antarnegara.
Proteksionisme dan orientasi inward looking serta prinsip my country first menurut Menkeu telah mengancam dan menghancurkan kerja sama bilateral dan multilateral yang merupakan tatanan global sejak pasca-Perang Dunia kedua, yang dibangun dan didominasi oleh negara-negara Barat dalam hal ini Amerika Serikat.
Situasi tersebut menciptakan gangguan rantai pasok global sehingga meningkatkan eskalasi risiko dan biaya transaksi global. Selain itu, volatilitas dan ketidakpastian global telah melemahkan kegiatan ekspor impor serta mendorong aliran modal keluar yang dapat mengancam stabilitas nilai tukar, meningkatkan tekanan inflasi, dan menyebabkan suku bunga global tetap tinggi.
Gangguan rantai pasok, tekanan inflasi global, volatilitas nilai tukar, hingga revisi proyeksi pertumbuhan oleh lembaga internasional seperti IMF menjadi bukti bahwa tantangan ekonomi ke depan tidaklah ringan.
Dalam konteks inilah KEM-PPKF Tahun 2026 menjadi sangat krusial. Pemerintah tidak hanya dituntut mampu menjaga kesinambungan pembangunan, tetapi juga harus lincah dalam meredam gejolak serta menjaga daya tahan ekonomi nasional.
Pertahanan ekonomi
Kebijakan fiskal dalam APBN 2026 diarahkan bukan sekadar untuk mengejar pertumbuhan, tetapi untuk mewujudkan kedaulatan pangan, energi, dan ekonomi. Ini adalah arah yang tepat, mengingat tantangan yang dihadapi bukan hanya bersifat jangka pendek, tetapi berpotensi struktural dan sistemik.
Sehingga untuk itu Kebijakan fiskal 2026 digunakan secara efektif dan selektif untuk meredam berbagai gejolak serta guncangan, namun dengan tetap terus mendukung agenda pembangunan jangka menengah.
Pemerintah juga memberikan insentif fiskal secara terarah, selektif, dan terukur bagi sektor strategis yang mendukung akselerasi transformasi ekonomi untuk pendapatan negara akan mencapai kisaran 11,71 persen hingga 12,22 persen dari PDB.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari dokumen KEM-PPKF Tahun 2026, Kementerian Keuangan menyampaikan asumsi dasar ekonomi makro dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2026 pada kisaran 5,2 persen hingga 5,8 persen. Suku bunga SBN Tenor 10 Tahun berada pada kisaran 6,6 – 7,2 persen, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS di rentang Rp16.500 hingga Rp16.900. Inflasi dikendalikan di kisaran 1,5 – 3,5 persen, harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar USD60 – USD80 per barel, serta lifting minyak bumi 600 ribu – 605 ribu barel per hari dan lifting gas 953 ribu – 1.017 ribu barel setara minyak per hari.
Pemerintah telah menunjukkan itikad baik melalui reformasi pendidikan, digitalisasi layanan kesehatan, hingga perluasan jaminan sosial. Namun, efektivitas kebijakan tersebut sangat bergantung pada implementasi yang bebas dari korupsi, birokrasi yang tanggap, serta keberlanjutan pembiayaan publik yang sehat.
Kebijakan fiskal Tahun 2026 yang diarahkan untuk memperkuat kedaulatan dan ketangguhan nasional merupakan langkah yang tepat. Namun tantangannya bukan hanya pada perencanaan, melainkan pada eksekusi.
Pemerintah, bersama DPR dan seluruh pemangku kepentingan, harus memastikan bahwa setiap rupiah belanja negara benar-benar berdampak pada rakyat. Sehingga pada akhirnya, dalam dunia yang semakin terfragmentasi, satu-satunya jalan bagi Indonesia adalah berdiri lebih kuat di atas kaki sendiri.
Pemerintah menyusun KEM-PPKF 2026 dalam situasi global yang sangat menantang dan penuh ketidakpastian. Strateginya adalah dengan penguatan dalam negeri melalui:transformasi ekonomi, kebijakan fiskal yang selektif dan produktif, serta target pembangunan sosial yang konkret.Pendekatan ini bertujuan menjaga daya tahan ekonomi nasional dan mendukung pencapaian visi Indonesia yang mandiri, tangguh, dan sejahtera di tengah tantangan global yang terus berkembang.
*) Dr Lucky Akbar SSos MSi, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi
Baca juga: Presiden Prabowo kumpulkan menteri bahas kebijakan fiskal 2026
Baca juga: Membangun "bright spot in the dark"
Baca juga: Antisipasi beban fiskal dari kebijakan THR