Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan regulasi penyelenggaraan ekonomi karbon sektor kelautan guna mendukung upaya pengurangan emisi dan keberlanjutan lingkungan.
"KKP gerak cepat menyiapkan regulasi penyelenggaraan ekonomi karbon untuk sektor kelautan," kata Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) KKP Muhammad Yusuf dalam keterangan di Jakarta, Jumat (7/2).
Ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2025 sebagai payung hukum penyelenggaraan nilai ekonomi karbon sektor kelautan. Peraturan itu menyebutkan penyelenggara nilai ekonomi karbon sektor kelautan bisa dilakukan oleh kementerian, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat.
Terdapat dua mekanisme penyelenggaraan nilai ekonomi karbon yakni melalui perdagangan, maupun pembayaran berbasis kinerja.
Ekosistem karbon biru yang sudah siap diperdagangkan di antaranya padang lamun. Indonesia memiliki estimasi optimal 1,8 juta hektare padang lamun yang sedang tahap akhir validasi pemetaan.
Indonesia memiliki potensi karbon biru yang sangat besar untuk menyerap emisi karbon penyebab perubahan iklim, sekaligus menghasilkan nilai ekonomi yang tidak sedikit.
Saat ini terdapat empat mekanisme perdagangan pasar karbon, yakni auction, regular trading, negotiated trading, serta market place. sedangkan penghitungan karbon dapat dilakukan dalam tiga metode, yakni entity accounting, project accounting, dan product accounting.
Selain menjaga lingkungan dengan mengurangi emisi, perdagangan karbon memberikan nilai tambah ekonomi. Sebanyak 33 unit PLTU di bawah naungan PLN Nusantara Power telah melakukan perdagangan karbon selama satu tahun terakhir melalui skema regulated trading dan negotiated market. Totalnya sekitar 450 ribu tCO2 yang berhasil diperdagangkan melalui tiga platform, salah satunya IDX Carbon.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan komitmennya menjaga dan memperluas kawasan konservasi yang merupakan ekosistem karbon biru di perairan Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis perdagangan karbon dari sektor kelautan dapat direalisasikan tahun ini.
“Kita berharap tahun ini sudah bisa jalan, dan Pak Menteri Kelautan dan Perikanan concern sekali dengan perdagangan karbon ini,” ujar Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) Muhammad Yusuf dalam program Bincang Bahari di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (6/2).
KKP telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) No. 1 tahun 2025 sebagai payung hukum penyelenggaraan nilai ekonomi karbon sektor kelautan, serta sedang menyiapkan sistem informasi untuk memfasilitasi perdagangan tersebut.
Permen KP 1 tahun 2025 menyebutkan penyelenggara nilai ekonomi karbon sektor kelautan bisa dilakukan oleh kementerian, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat. Terdapat dua mekanisme penyelenggaraan nilai ekonomi karbon yakni melalui perdagangan, maupun pembayaran berbasis kinerja.
Ekosistem karbon biru yang sudah siap diperdagangkan di antaranya padang lamun.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan potensi karbon biru Indonesia cukup besar dan diakui oleh dunia internasional.
"Jadi kalau potensi karbon biru Indonesia cukup besar, dunia sebenarnya mengakui. Jadi beberapa kali paparan di dunia internasional itu selalu mengakui bahwa Indonesia negara besar," kata Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Muhammad Yusuf di Jakarta, Kamis.
"Kita punya hutan besar, kita hidup di iklim tropis dan kita punya juga lamun dan mangrove yang juga sebenarnya lebih bagus hidup di iklim tropis.Potensinya cukup besar, tetapi tingkat kerusakan mangrove dan lamun cukup besar juga, sehingga kita harus bisa melakukan upaya mengurangi kerusakan tadi dan memperbaiki yang rusak," katanya menambahkan.
Upaya untuk melakukan rehabilitasi dan mengurangi kerusakan lamun serta mangrove di laut dan wilayah pesisir dalam rangka untuk mengurangi emisi melalui penyerapan emisi.
Hal tersebut juga dapat menjadi barter bagi Indonesia dengan negara-negara penghasil emisi yang tidak memiliki potensi karbon biru.
"Upaya-upaya ini, kalau kita bisa misalnya mengurangi kerusakan lamun dan mangrove maka itu juga dianggap sebagai upaya apalagi melakukan rehabilitasi itu sebenarnya juga upaya. Berapa besarnya upaya yang kita lakukan itu untuk bisa menyerap emisi itu bisa dikuantifikasi dan dapat menjadi barter kita dengan negara-negara penghasil emisi yang tidak punya yang tadi (karbon biru). Jadi kita sebenarnya lebih mengandalkan penyerapan emisi dari ekosistem tadi. Jadi potensinya cukup besar," kata Muhammad Yusuf.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 89 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional, Mitigasi Perubahan Iklim Sektor lain untuk sektor kelautan atau karbon biru (blue carbon) dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
Kemudian Adaptasi Perubahan Iklim bidang lain untuk bidang kelautan atau blue carbon dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
Kebijakan sektor kelautan atau blue carbon sebagaimana dimaksud tersebut dilaksanakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dapat dipertimbangkan dalam Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor lain untuk sektor kelautan atau blue carbon dalam rangka pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC).
Baca juga: Indonesia resmi mulai luncurkan perdagangan karbon internasional di BEI Jakarta
Baca juga: BPDLH: Upaya jaga karbon biru dapat beri dampak pada peningkatan ekonomi