Bogor, (Antaranews Bogor) - Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Haryono mengatakan pilihan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) perlu diikuti dengan kearifan dan penentuan waktu yang tepat.

"Kenaikan harga BBM ini akan memberikan pengaruh besar kepada berbagai sektor termasuk sektor pertanian, sehingga pihak terkait harus memahami betul dinamika pertanian di Indonesia," kata Haryono dalam diskusi bertema Dampak Kenaikan BBM Terhadap Sektor Pertanian secara Luas di Kampus IPB Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin.

Haryono menjelaskan selain sektor pertanian, dampak kenaikan harga BBM juga akan dirasakan oleh para nelayan yang akan kesulitan mendapatkan BBM untuk keperluan melaut.

Menurut Haryono, perlu dilakukan kajian komprehensif tentang dampak sosial-ekonomi di masyarakat, tidak cukup dengan permodelan saja seperti kenaikan BBM pada 1 Oktober 2005. Pengalaman itu harus menjadi pelajaran berharga.

"Kenaikan hargaBBM tidak dapat dilakukan mendadak dengan menyertakan instrumen pengaman sosial seperti BLT, PKH atau kredit usaha dan lain sebagainya," kata Haryono.

Sementara itu Direktur InterCAFE IPB Dr Nunung Nuryartono menegaskan kenaikan harga BBM sudah seharusnya dilakukan untuk penyelamatan anggaran negara.

Nunung memaparkan dari sisi pro, kenaikan BBM selain untuk penyelamatan anggaran negara, juga untuk realokasi subsidi, mendorong terciptanya energi alternatif dan mendidik masyarakat agar hemat BBM.

"Karena selama ini subsidi BBM tidak dinikmati oleh masyarakat yang semestinya menerimanya. Apa kita rela, uang yang sudah kita sisihkan dinikmati oleh pengguna alphar yang masih menggunakan BBM bersubsidi tanpa malu," kata Nunung.

Nunung menjelaskan dampak kenaikan harga BBM dari sisi permintaan, akan mengurangi daya beli masyarakat khususnya kelas bawah. Menekan permintaan barang-barang yang dihasilkan oleh industri dengan target pasar masyarakat menengah ke bawah.

Dampak lainnya, penurunan daya beli ditujukkan oleh inflasi dan tingkat inflasi memiliki kaitan yang erat dengan kemiskinan.

"Sementara dari sisi ketersediaan, dampak kenaikan harga BBM pada biaya produksi, kenaikan biaya produksi akan mendorong perusahaan mengurangi jumlah pengeluaran yang dihasilkan sehingga jumlah pemasukan yang digunakan dikurangi dan akhirnya memicu penggangguran," kata Nunung.

Tidak hanya itu, lanjut Nunung, dampak secara nasional tersediaan barang akan mengalami penurunan dan mendorong kenaikan harga.

Menyikapi persoalan kenaikan harga BBM tersebut, lanjut Nunung menambahkan, pengurangan subsidi BBM harus dialihkan untuk kegiatan yang produktif khususnya sektor pertanian.

Stabilisasi harga barang-barang pokok khususnya pangan, pentingnya manajemen stok pangan atau pengelolaan bahan pangan. Selanjutnya, perlu mengkompensasikan buruh dan petani miskin agar tidak semakin merasakan dampak berat dari kenaikan BBM. Dan penetapan kebijakan kenaikan harga BBM.

"BLSM dianggap tidak cukup mengkompensasi dampak yang ditimbulkan dari kenaikan BBM," kata Nunung.

Nunung menambahkan perlu ada trobosan yang disiapkan sebagai kompensasi kenaikan harga BBM yakni mulai dari hulu hingga hilir, seperti penyediaan angkutan untuk pedesaan untuk memudahkan petani.

"Ada Rp20 triliun yang bisa diselamatkan dari subsidi BBM itu. Kita salurkan untuk subsidi pertanian, bentuknya relatif tergantung efektivitas pertanian bisa pupuk dan benih," katanya.

Ketua Asosiasi Petani dan Nelayan Nusantara (ASTANU) Luqman Hakim menambahkan kenaikan harga BBM boleh saja dilakukan tetapi anggaran yang diselamatkan dari pengurangan subsidi BBM dialihkan ke pertanian.

"Kalau subsidi itu dialokasikan ke pertanian bisa jadi modal usaha, panen dan perbaikan infrastruktur," katanya.

Menurut Luqman, subsidi pupuk sudah tidak bisa lagi diterapkan, karena selama ini subsidi pupuk juga tidak tepat sasaran dan banyak yang menyalahgunakan. Sehingga perlu model lain sebagai kompensasi kenaikan BBM, seperti modal usaha dan perbaikan infrastruktur.

Sedangkan dari kalangan nelayan, Luqman mengatakan kompensasi dapat dilakukan dengan menyediakan kapal yang dilengkapi alat tangkap yang sudah menggunakan teknologi baru, karena mayoritas nelayan di daerah tidak memiliki kapal, tidak memiliki modal untuk melaut hanya berbekal utang dari juragan.

"Pengadaan kapal untuk kelompok nelayan berbasih alat, lalu energi terbarukan, dengan mengembangkan solar sel, satu kapal ikan jadi BBM hanya digunakan untuk darurat," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014