Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 belum menunjukkan tren yang meyakinkan tentang penurunan kasus terinfeksi. Secara nasional, terkonfirmasi kasus positif Covid-19 sejumlah 7.418 orang, 913 orang sembuh, dan 635 orang meninggal dunia (22/4/20). Sementara itu DKI Jakarta memiliki kasus positif 3.399 orang, 291 orang sembuh dan 308 orang meninggal dunia (22/4/20).
Perkembangan ini menempatkan DKI Jakarta sebagai zona merah dengan laju penyebaran tertinggi dan tampaknya akan mendorong pemerintah DKI Jakarta untuk meningkatkan efektifitas dan perpanjangan masa PSBB yang telah dimulai pada 10 April 2020 dan akan berakhir pada 24 April 2020. Perpanjangan status PSBB dimungkinkan merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 guna menekan laju penyebaran wabah.
Selain penerapan PSBB, pemerintah pusat juga telah meningkatkan status keadaan tertentu darurat bencana menjadi bencana nasional melalui Keppres No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional pada Senin, 13 April 2020. Kebijakan ini memberikan kepastian hukum dan memberi arahan bagi pemerintah dalam pengerahan potensi negara guna pencegahan, penanganan dan pemulihan dari bencana nasional akibat wabah Covid-19.
Meski demikian, kunci sukses keberhasilan penanganan bencana nasional nonalam tidak semata-mata pada peranan pemerintah, namun juga sejauhmana dukungan rakyat dalam upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan bencana. Keputusan kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar telah men-delivery otoritas pada tiap individu untuk berpartisipasi dan mengambil keputusan dalam perilaku sosial dimasa wabah dengan dukungan apparatus pemerintah melalui fungsi sosialisasi maupun penegakan hukum guna memperkuat kepatuhan sosial masyarakat.
Maklumat Kapolri dan Kepatuhan Sosial
Sebagai suatu kebijakan, PSBB telah mengatur pembatasan kegiatan tertentu yang disertai dengan berkumpulnya orang dalam jumlah yang banyak pada suatu lokasi tertentu, seperti sekolah, kerja kantoran dan pabrikan, keagamaan, pertemuan, pesta perkawinan, rekreasi, hiburan, festival, pertandingan olahraga dan kegiatan berkumpul lainnya yang menggunakan fasilitas umum atau pribadi.
Dukungan besar juga muncul dari kelompok masyarakat, terutama ormas-ormas keagamaan yang menghimbau umatnya untuk beribadah di rumah dan mendukung kebijakan pemerintah. Hal ini telah mendorong kepatuhan sosial yang semakin besar dari masyarakat dan munculnya kesadaran untuk melindungi diri dari potensi ancaman wabah.
Sementara itu, upaya untuk mendorong efektifitas kebijakan social distancing dalam PSBB juga makin kuat dengan keluarnya Maklumat Kapolri: Mak/2/lll/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah, dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona pada 19 Maret 2020. Secara garis besar, Maklumat Kapolri ini merupakan komitmen dari Polri untuk mendukung efektifitas penerapan PSBB dengan menekankan pada pengawasan dan penertiban kegiatan sosial yang berpotensi menimbulkan kerumunan, pengamanan akses terhadap bahan pokok dan layanan dasar, menciptakan rasa aman dan mencegah berita hoaks yang meresahkan. Dengan demikian, setiap bentuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa oleh siapapun semestinya dicegah dan ditangani secara profesional.
Isu Unjuk Rasa May Day
Profesionalisme Polri diuji dalam pencegahan dan penindakan terjadinya kerumunan massa akibat kegiatan yang tidak dikecualikan dimana PSBB. Harus diakui bahwa masih ada kritik masyarakat tentang ketidakkonsistenan Polri dalam pencegahan pengumpulan massa semisal dalam momentum pembagian sembako yang justru menimbulkan kerumunan massa. Hal tersebut perlu menjadi pembelajaran dalam merespon isu unjuk rasa May Day 30 April 2020. Memang Konstitusi menjamin hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, namun dalam situasi pandemi dimana pembatasan sosial telah diterima sebagai jalan paling efektif mencegah penyebaran virus, tentunya perlu ditaati oleh semua pihak.
Peringatan May Day berpotensi menimbulkan konsentrasi massa dalam jumlah besar dan potensial terjadi transmisi virus jika ada peserta yang terinfeksi. Oleh karena itu, perlu ada solusi bersama antara pemerintah dan serikat kerja untuk membuka dialog membahas isu-isu aktual terkait ketenagaakerjaan baik akibat gelombang PHK massal maupun pembahasan omnibus law.
Baik buruh maupun pemerintah perlu membuat terobosan dengan memodifikasi perilaku politik dengan menggelar forum yang dapat menjembatani komunikasi secara efektif. Polri dalam hal ini dapat mengambil inisiatif untuk mendorong dan memfasilitasi kepentingan para buruh untuk menyampaikan pendapat tanpa disertai dengan mobilisasi massa di tengah situasi pembatasan sosial. Dengan demikian, azas keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi (salus populi suprema lex esto) dapat benar-benar diterapkan. (55/*).
*) Penulis adalah, Doktor lulusan Universitas Indonesia (UI) dan Dosen.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Perkembangan ini menempatkan DKI Jakarta sebagai zona merah dengan laju penyebaran tertinggi dan tampaknya akan mendorong pemerintah DKI Jakarta untuk meningkatkan efektifitas dan perpanjangan masa PSBB yang telah dimulai pada 10 April 2020 dan akan berakhir pada 24 April 2020. Perpanjangan status PSBB dimungkinkan merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 guna menekan laju penyebaran wabah.
Selain penerapan PSBB, pemerintah pusat juga telah meningkatkan status keadaan tertentu darurat bencana menjadi bencana nasional melalui Keppres No. 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional pada Senin, 13 April 2020. Kebijakan ini memberikan kepastian hukum dan memberi arahan bagi pemerintah dalam pengerahan potensi negara guna pencegahan, penanganan dan pemulihan dari bencana nasional akibat wabah Covid-19.
Meski demikian, kunci sukses keberhasilan penanganan bencana nasional nonalam tidak semata-mata pada peranan pemerintah, namun juga sejauhmana dukungan rakyat dalam upaya pencegahan, penanganan dan pemulihan bencana. Keputusan kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar telah men-delivery otoritas pada tiap individu untuk berpartisipasi dan mengambil keputusan dalam perilaku sosial dimasa wabah dengan dukungan apparatus pemerintah melalui fungsi sosialisasi maupun penegakan hukum guna memperkuat kepatuhan sosial masyarakat.
Maklumat Kapolri dan Kepatuhan Sosial
Sebagai suatu kebijakan, PSBB telah mengatur pembatasan kegiatan tertentu yang disertai dengan berkumpulnya orang dalam jumlah yang banyak pada suatu lokasi tertentu, seperti sekolah, kerja kantoran dan pabrikan, keagamaan, pertemuan, pesta perkawinan, rekreasi, hiburan, festival, pertandingan olahraga dan kegiatan berkumpul lainnya yang menggunakan fasilitas umum atau pribadi.
Dukungan besar juga muncul dari kelompok masyarakat, terutama ormas-ormas keagamaan yang menghimbau umatnya untuk beribadah di rumah dan mendukung kebijakan pemerintah. Hal ini telah mendorong kepatuhan sosial yang semakin besar dari masyarakat dan munculnya kesadaran untuk melindungi diri dari potensi ancaman wabah.
Sementara itu, upaya untuk mendorong efektifitas kebijakan social distancing dalam PSBB juga makin kuat dengan keluarnya Maklumat Kapolri: Mak/2/lll/2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah, dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona pada 19 Maret 2020. Secara garis besar, Maklumat Kapolri ini merupakan komitmen dari Polri untuk mendukung efektifitas penerapan PSBB dengan menekankan pada pengawasan dan penertiban kegiatan sosial yang berpotensi menimbulkan kerumunan, pengamanan akses terhadap bahan pokok dan layanan dasar, menciptakan rasa aman dan mencegah berita hoaks yang meresahkan. Dengan demikian, setiap bentuk kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa oleh siapapun semestinya dicegah dan ditangani secara profesional.
Isu Unjuk Rasa May Day
Profesionalisme Polri diuji dalam pencegahan dan penindakan terjadinya kerumunan massa akibat kegiatan yang tidak dikecualikan dimana PSBB. Harus diakui bahwa masih ada kritik masyarakat tentang ketidakkonsistenan Polri dalam pencegahan pengumpulan massa semisal dalam momentum pembagian sembako yang justru menimbulkan kerumunan massa. Hal tersebut perlu menjadi pembelajaran dalam merespon isu unjuk rasa May Day 30 April 2020. Memang Konstitusi menjamin hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, namun dalam situasi pandemi dimana pembatasan sosial telah diterima sebagai jalan paling efektif mencegah penyebaran virus, tentunya perlu ditaati oleh semua pihak.
Peringatan May Day berpotensi menimbulkan konsentrasi massa dalam jumlah besar dan potensial terjadi transmisi virus jika ada peserta yang terinfeksi. Oleh karena itu, perlu ada solusi bersama antara pemerintah dan serikat kerja untuk membuka dialog membahas isu-isu aktual terkait ketenagaakerjaan baik akibat gelombang PHK massal maupun pembahasan omnibus law.
Baik buruh maupun pemerintah perlu membuat terobosan dengan memodifikasi perilaku politik dengan menggelar forum yang dapat menjembatani komunikasi secara efektif. Polri dalam hal ini dapat mengambil inisiatif untuk mendorong dan memfasilitasi kepentingan para buruh untuk menyampaikan pendapat tanpa disertai dengan mobilisasi massa di tengah situasi pembatasan sosial. Dengan demikian, azas keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi (salus populi suprema lex esto) dapat benar-benar diterapkan. (55/*).
*) Penulis adalah, Doktor lulusan Universitas Indonesia (UI) dan Dosen.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020