RUU Penyadapan menjadi salah satu prioritas legislasi nasional DPR RI periode 2014-2019 lalu. Namun pembahasan terhadap RUU tersebut berhenti dan hingga saat ini belum dilanjutkan kembali. Padahal, RUU Penyadapan memiliki urgensi amat penting bagi reformasi sektor politik dan keamanan nasional.
RUU Penyadapan adalah tindaklanjut DPR RI atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap UUD 1945, yang mengamanatkan perlunya aturan tunggal untuk membentuk mekanisme dan prosedur penyadapan dalam bentuk undang-undang. Hal ini dikarenakan terkait permasalahan penyadapan, hingga saat ini Indonesia masih memiliki 20 aturan yang belum disinkronkan.
Dalam RUU Penyadapan, DPR RI telah merancang penyadapan diperbolehkan untuk sejumlah kasus seperti kasus korupsi yang menjadi kewenangan Polri dan Kejaksaan; perampasan kemerdekaan atau penculikan, perdagangan orang; penyeludupan; pencucian/pemalsuan uang; psikotropika dan/atau narkotika; penambangan tanpa izin; penangkapan tanpa izin; kepabeanan; dan perusakan hutan. Secara khusus, DPR RI juga telah mengecualikan kasus korupsi yang diselidiki KPK karena hal tersebut telah diatur tersendiri dalam revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2009.
Adapun ketentuan pelaksanaan penyadapan dalam RUU Penyadapan yaitu, pelaksanaan penyadapan dilakukan berdasarkan ketentuan dan proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab; penyadapan wajib memperoleh penetapan pengadilan; pelaksanaan penyadapan dikoordinasikan kejaksaan agung dengan lembaga peradilan; dan pelaksanaan penyadapan dilakukan dalam tahap penyidikan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Bagaimanapun juga, penyadapan adalah salah satu hal yang kontroversial dan memantik perdebatan dalam publik terutama oleh para pegiat HAM.
Penyadapan sendiri adalah salah satu upaya sistematis untuk membuktikan adanya suatu peristiwa kejahatan dan menemukan orang atau kelompok orang yang perlu dimintai pertanggungjawaban dalam peristiwa kejahatan tersebut. Terkait urgensi RUU penyadapan, Politisi PDIP Masinton Pasaribu pernah mengatakan bahwa penyadapan merupakan perbuatan melanggar HAM yang dilegalkan negara, sehingga harus diatur ketat agar tidak sembarangan menyadap atas nama penegakkan hukum.
Sementara itu, penolakan terhadap sejumlah substansi dalam RUU Penyadapan datang dari Komnas HAM dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah mengatakan, terdapat sejumlah permasalahan dalam RUU Penyadapan yaitu, definisi terhadap penyadapan masih belum jelas atau disepakati; jangka waktu penyadapan masih berbeda antar lembaga; terlalu banyak lembaga yang diberikan kewenangan penyadapan; penayangan atau penyampaian penyadapan hanya untuk kepentingan pembuktian; permasalahan perlindungan privasi; dan adanya pasal yang mengatur bahwa hasil penyadapan oleh instansi penegak hukum dilaporkan kepada Presiden.
Adapun ICJR mengidentifikasi masalah lainnya terkait RUU Penyadapan yaitu hukum acara penyadapan di Indonesia belum mampu untuk melindungi pihak-pihak yang berpotensi dirugikan atas tindakan penyadapan yang dilakukan secara sewenang-wenang. ICJR berkeinginan pengaturan penyadapan di masa depan akan memperkuat upaya perlindungan privasi dari tindakan penegakkan hukum yang dilakukan secara sewenang–wenang.
Menimbang urgensi RUU Penyadapan yang dinilai cukup mendesak, serta marwah RUU Penyadapan yaitu untuk membantu negara mengungkap kasus kejahatan, maka amat penting bagi DPR RI dan Pemerintah untuk memulai kembali pembahasan mengenai RUU Penyadapan. Tentunya RUU Penyadapan yang akan dibahas pada periode 2019-2024 ini juga harus mengakomodir aspek HAM warga negara dan mengatur secara ketat mengenai mekanisme penyadapan, sehingga wewenang tersebut tidak disalahgunakan Pemerintah.
Penyadapan adalah mekanisme yang amat penting dan dapat membantu mengungkap suatu kasus kejahatan dengan amat efektif. Misalnya dalam kasus terorisme, penyadapan akan berguna untuk mengungkap pelaku beserta jaringannya, pendonor, motif, dan hal-hal lainnya yang berpotensi merugikan masyarakat pada masa mendatang. Oleh karena itu, mari kita dukung Pemerintah dan DPR RI untuk memulai kembali pembahasan terhadap RUU Penyadapan.
(44/*).
*) Penulis adalah, Pemerhati Masalah Sosial Politik.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
RUU Penyadapan adalah tindaklanjut DPR RI atas putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap UUD 1945, yang mengamanatkan perlunya aturan tunggal untuk membentuk mekanisme dan prosedur penyadapan dalam bentuk undang-undang. Hal ini dikarenakan terkait permasalahan penyadapan, hingga saat ini Indonesia masih memiliki 20 aturan yang belum disinkronkan.
Dalam RUU Penyadapan, DPR RI telah merancang penyadapan diperbolehkan untuk sejumlah kasus seperti kasus korupsi yang menjadi kewenangan Polri dan Kejaksaan; perampasan kemerdekaan atau penculikan, perdagangan orang; penyeludupan; pencucian/pemalsuan uang; psikotropika dan/atau narkotika; penambangan tanpa izin; penangkapan tanpa izin; kepabeanan; dan perusakan hutan. Secara khusus, DPR RI juga telah mengecualikan kasus korupsi yang diselidiki KPK karena hal tersebut telah diatur tersendiri dalam revisi UU KPK Nomor 19 Tahun 2009.
Adapun ketentuan pelaksanaan penyadapan dalam RUU Penyadapan yaitu, pelaksanaan penyadapan dilakukan berdasarkan ketentuan dan proses hukum yang adil, transparan, dan bertanggung jawab; penyadapan wajib memperoleh penetapan pengadilan; pelaksanaan penyadapan dikoordinasikan kejaksaan agung dengan lembaga peradilan; dan pelaksanaan penyadapan dilakukan dalam tahap penyidikan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
Bagaimanapun juga, penyadapan adalah salah satu hal yang kontroversial dan memantik perdebatan dalam publik terutama oleh para pegiat HAM.
Penyadapan sendiri adalah salah satu upaya sistematis untuk membuktikan adanya suatu peristiwa kejahatan dan menemukan orang atau kelompok orang yang perlu dimintai pertanggungjawaban dalam peristiwa kejahatan tersebut. Terkait urgensi RUU penyadapan, Politisi PDIP Masinton Pasaribu pernah mengatakan bahwa penyadapan merupakan perbuatan melanggar HAM yang dilegalkan negara, sehingga harus diatur ketat agar tidak sembarangan menyadap atas nama penegakkan hukum.
Sementara itu, penolakan terhadap sejumlah substansi dalam RUU Penyadapan datang dari Komnas HAM dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah mengatakan, terdapat sejumlah permasalahan dalam RUU Penyadapan yaitu, definisi terhadap penyadapan masih belum jelas atau disepakati; jangka waktu penyadapan masih berbeda antar lembaga; terlalu banyak lembaga yang diberikan kewenangan penyadapan; penayangan atau penyampaian penyadapan hanya untuk kepentingan pembuktian; permasalahan perlindungan privasi; dan adanya pasal yang mengatur bahwa hasil penyadapan oleh instansi penegak hukum dilaporkan kepada Presiden.
Adapun ICJR mengidentifikasi masalah lainnya terkait RUU Penyadapan yaitu hukum acara penyadapan di Indonesia belum mampu untuk melindungi pihak-pihak yang berpotensi dirugikan atas tindakan penyadapan yang dilakukan secara sewenang-wenang. ICJR berkeinginan pengaturan penyadapan di masa depan akan memperkuat upaya perlindungan privasi dari tindakan penegakkan hukum yang dilakukan secara sewenang–wenang.
Menimbang urgensi RUU Penyadapan yang dinilai cukup mendesak, serta marwah RUU Penyadapan yaitu untuk membantu negara mengungkap kasus kejahatan, maka amat penting bagi DPR RI dan Pemerintah untuk memulai kembali pembahasan mengenai RUU Penyadapan. Tentunya RUU Penyadapan yang akan dibahas pada periode 2019-2024 ini juga harus mengakomodir aspek HAM warga negara dan mengatur secara ketat mengenai mekanisme penyadapan, sehingga wewenang tersebut tidak disalahgunakan Pemerintah.
Penyadapan adalah mekanisme yang amat penting dan dapat membantu mengungkap suatu kasus kejahatan dengan amat efektif. Misalnya dalam kasus terorisme, penyadapan akan berguna untuk mengungkap pelaku beserta jaringannya, pendonor, motif, dan hal-hal lainnya yang berpotensi merugikan masyarakat pada masa mendatang. Oleh karena itu, mari kita dukung Pemerintah dan DPR RI untuk memulai kembali pembahasan terhadap RUU Penyadapan.
(44/*).
*) Penulis adalah, Pemerhati Masalah Sosial Politik.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020